30. Hanya Ingatan dan Bukan Hati

14 5 0
                                    

Menjelang siang, terdengar ketukan di pintu kamar yang Zion dan Alysia tempati. Zion yang tengah menemani Alysia berbaring, refleks langsung berdiri. 

“Mau ke mana?” cegah Alysia sambil menahan tangan Zion. Sejak berada di tempat ayahnya, Alysia selalu merasa terancam dan tidak tenang. Apa saja yang terjadi di sekitar mereka, selalu menimbulkan kecurigaan dalam benak Alysia.

Zion menepuk tangan Alysia untuk menenangkan gadis itu. “Hanya melihat siapa yang datang.” 

“Nona Nicole," panggil Peter dari luar sebelum Zion mencapai pintu.

Alysia berlari kecil menyusul Zion sambil berseru kepada Peter, "Ada apa?" 

"Tuan Flint sudah menunggu Anda di ruang kerjanya. Mari saya antar Anda menemui beliau.”

Alysia memandang ragu kepada Zion, tetapi pria itu mengangguk dan tersenyum lembut. “Temuilah ayahmu.”

“Kamu ikut?” tanya Alysia.

“Coba tanyakan pengawalmu,” saran Zion.

Alysia membuka pintu dan bertanya dingin, “Ayah ingin bertemu denganku saja atau dengan kami berdua?”

“Hanya Nona saja,” jawab Peter.

“Pergilah. Aku menunggu di sini,” ujar Zion tenang.

Alysia terpaksa meninggalkan Zion dengan berat hati. Dia berjalan mengikuti Peter menuju ruang kerja ayahnya yang entah berada di mana. Ruang-ruang di dalam bangunan ini cukup memusingkan. Jika tidak mencermati dengan baik lorong-lorong yang telah dia lewati, Alysia bisa saja tersesat di dalam sini dan terpisah dari Zion. Dia benar-benar benci memikirkan hal itu!

Peter berhenti melangkah di depan sebuah pintu kayu besar berukir emas, kemudian membukakan pintu untuk Alysia. “Silakan masuk, Nona.”

Alysia mengangguk, lalu melangkah masuk. Suara Arnold langsung menyambut begitu dia melangkah masuk.

“Selamat datang, Nicole!” ujar Arnold kaku dari balik meja kerjanya. Tidak ada kesan hangat dalam sambutan sang ayah dan pria itu sama sekali tidak merasa perlu repot-repot untuk berdiri menyambut putrinya. “Sudah lama tidak bertemu.”

“Ya, sudah lama,” balas Alysia sama kakunya.

“Duduklah!” Arnold menunjuk kursi di hadapannya, lalu bertanya dengan nada formal, “Kamu lelah setelah menempuh perjalanan jauh?”

“Tidak. Aku hanya tertidur sepanjang perjalanan. Bahkan aku tidak tahu berapa lama aku tertidur. Aku juga tidak tahu sekarang sedang berada di mana,” sindir Alysia dingin.

“Begitukah?” Arnold pura-pura terlihat terkejut. “Peter tidak memberi tahu ke mana dia membawamu?”

“Ayah memang tidak ingin aku tahu.” 

Arnold tersenyum samar menatap putrinya. "Itu semua demi kebaikanmu, Nic.”

“Ayah masih belum mau memberi tahu ada di mana aku sekarang?” desak Alysia.

“Tentunya di tempatku.”

“Jadi, di mana aku berada sekarang?” cecar Alysia berani. Sejak dahulu, hubungannya dengan sang ayah memang tidak pernah baik. 

Namun, Arnold menyadari sesuatu. Gadis yang kini duduk di hadapannya, mulai kembali berubah menjadi Alysia yang berani dan pembangkang, bukan lagi Nicole yang tenang dan penurut.

“Kita di Bolivia,” jawab Arnold, lalu mulai mengalihkan pembicaraan. “Ah, aku sampai lupa sesuatu! Siapa lelaki yang datang bersamamu? Kamu tidak berniat memperkenalkannya kepadaku?”

Hymn of Beautiful ScrarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang