Setelah bekerja selama hampir empat jam untuk menyelesaikan tugas yang River berikan, pada pukul tiga dini hari akhirnya pekerjaan Zion selesai. Dia meregangkan tubuh, lalu memutar kursi ke arah Alysia. Zion memandangi wajah Alysia yang tengah terlelap kemudian tersenyum lembut.
Alysia yang kini ada bersamanya, sedikit berbeda dengan gadisnya dahulu. Alysia yang sekarang jauh lebih tenang dan tidak banyak merecoki Zion. Namun, seperti apa pun Alysia sekarang, cinta yang Zion rasakan tidak berubah.
Puas memandangi Alysia, Zion bangkit mendekati gadis itu, lalu mengangkatnya. Ketika tubuh Alysia berada dalam gendongan Zion, gadis itu perlahan membuka mata.
"Maaf aku tertidur," ujar Alysia malu. Dia merasa heran karena bisa tertidur semudah itu, padahal biasanya selalu kesulitan memejamkan mata. Sementara sekarang, tanpa usaha sama sekali Alysia bisa tertidur. Mungkinkah ini karena kehadiran Zion?
"Tidak apa." Zion terus melangkah tenang membawa Alysia menuju kamar. "Sudah hampir pagi. Aku akan memindahkanmu ke kamar."
"Aku jalan sendiri saja," pinta Alysia malu.
"Biar kugendong," tolak Zion. Menggendong tubuh kurus Alysia bukanlah perkara sulit baginya.
Meski canggung digendong seperti ini oleh Zion, Alysia tahu mengulang lagi permintaannya juga percuma. "Pekerjaanmu sudah selesai?"
Zion mengangguk.
Sesampainya di kamar, Zion membaringkan Alysia di tempat tidur, menyelimutinya, kemudian mengecup kening gadis itu. "Tidurlah."
Refleks Alysia menahan tangan Zion yang terlihat berniat meninggalkan kamar. "Kamu mau ke mana?"
Reaksi Alysia membuat Zion mengernyit heran. "Aku mau keluar."
"Kamu tidak tidur?" tanya Alysia heran.
"Tidur."
"Lalu kenapa keluar?" Ada perasaan tidak rela yang membuat Alysia terganggu ketika membayangkan Zion akan meninggalkannya. Tidak masuk akal memang, tetapi Alysia terus menginginkan pria itu menghabiskan waktu bersamanya, disisinya.
Zion mengangkat kedua alisnya dan menatap Alysia penuh tanya.
"Ini kamarmu. Kamu mau ke mana?" tanya Alysia malu-malu.
Zion tersenyum kecil setelah paham arah pembicaraan Alysia. "Banyak kamar lain. Aku bisa tidur di mana saja."
"Kenapa tidak di sini?" Setelah terucap, rasanya Alysia begitu malu.
Kini Zion tersenyum geli, kemudian membungkukkan badan hingga wajah mereka cukup dekat. "Memangnya kamu mau tidur bersamaku di sini?"
Tanpa berpikir, Alysia langsung mengangguk kecil.
Senyum Zion makin lebar. Ada rasa senang sekaligus terkejut melihat Alysia yang seperti ini. "Kamu tidak merasa terganggu?"
"Aku malah merasa nyaman saat di dekatmu," jawab Alysia jujur.
"Kamu yakin?"
Alysia mengangguk kecil.
Jika demikian, tidak mungkin Zion menolak permintaan Alysia yang sesungguhnya merupakan keinginan hatinya sendiri. Jelas-jelas Zion juga ingin berbaring bersama Alysia, memandangi gadis itu terlelap dalam pelukannya seperti dahulu.
"Kalau begitu tidurlah." Zion memutari tempat tidur, lalu berbaring di sisi Alysia. Pria itu berbaring miring ke arah Alysia, tetapi tetap menjaga jarak di antara mereka. Memberi ruang di antara mereka agar Alysia tetap merasa nyaman.
Melihat Zion tidak jadi meninggalkan kamar, Alysia tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Dia pun berbalik dan berbaring menghadap Zion.
"Pejamkan matamu," ujar Zion sambil menyentuh kelopak mata Alysia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hymn of Beautiful Scrars
RomanceLuka paling menyakitkan adalah kehilangan seseorang saat rasa cinta tengah demikian menggebu dan itulah yang dialami oleh Zion De Luca. Alysia Linder pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka. Zion tidak mampu bangkit dari keterpurukan m...