Zion berdiri diam di atas jembatan kayu tempat dia melamar Alysia empat tahun yang lalu. Lamaran itu dilakukannya tepat di hari ulang tahun Alysia yang ke 23. Kemudian, setahun setelahnya, tepat di hari ulang tahun Alysia yang ke 24, mereka melangsungkan pernikahan di kapel dekat jembatan ini. Hari ini seharusnya menjadi hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga.
Setiap tahun, Zion selalu datang ke tempat ini di hari ulang tahun pernikahan mereka. Dia selalu berdiri di tempat yang sama, menghabiskan seharian penuh hanya untuk mengulang kenangan akan hari itu sambil berharap sosok Alysia akan muncul.
Di saat yang sama, River, Arlo, dan Chase berdiri diam di tempat yang berbeda, memandangi adik bungsu mereka dari kejauhan. Zion tidak pernah tahu jika ketiga kakaknya selalu menemani dan mengawasi di hari spesial sekaligus menyakitkan baginya.
Dari jembatan tempatnya berdiri, Zion memandang ke arah kapel. Suasana tenang yang biasa Zion nikmati selama dua tahun sebelumnya, kali ini sedikit terganggu dengan kehadiran banyak orang di kapel cantik tempat dia melangsungkan pernikahan bersama Alysia Lindner.
Beberapa mobil dan serombongan orang berkumpul di sana. Rupanya ada sepasang pengantin yang akan menikah hari ini. Namun, Zion tidak peduli, dia bisa menulikan telinga, membutakan mata, dan memasuki dunianya sendiri. Memutar ingatan tentang saat dia melamar Alysia.
"Kita sudah sampai," bisik Zion di telinga Alysia, lalu memegang bahu gadis itu, mengarahkannya hingga berdiri tepat di tengah jembatan.
"Tempat apa ini?"
Zion yang masih berdiri di belakang Alysia, memegang bahu gadis itu, lalu mengarahkannya untuk mengamati sekeliling. "Coba perhatikan, apa kamu tidak menyukai tempat ini?"
"Aku suka," bisik Alysia takjub. Dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kaki bukit yang tenang dengan pemandangan cantik adalah hal yang selalu Alysia impikan sejak lama. Sejak kecil, dunia yang biasa Alysia lihat adalah tempat penuh keramaian dan kehidupan yang gemerlap. Hingga untuk merasakan kesederhanaan justru menjadi hal mewah bagi Alysia.
Zion melingkarkan tangan di sekeliling tubuh Alysia dan memeluk gadis itu dari belakang. Menikmati ketenangan seperti ini bersama Alysia sungguh membuat Zion lupa akan kerasnya dunia yang dia kenal sejak kecil. Perlahan dia meletakkan dagu di pundak Alysia seraya berbisik, "Apa kamu tidak merasa tempat ini indah?"
"Tempat ini indah dan aku menyukainya, Zion. Hanya saja aku tidak mengerti untuk apa kamu membawaku ke sini? Kamu bilang ada sesuatu yang spesial."
"Lihatlah ke sana!" Zion menunjuk ke ujung jembatan. Ke arah lapangan luas yang dipenuhi bunga daisy, dengan sebuah bangunan kecil berwarna putih yang tampak cantik di tengahnya.
"Kapel itu?"
Zion mengangguk kecil. "Bagaimana menurutmu?"
"Cantik," gumam Alysia dengan mata berbinar.
Zion merangkum wajah Alysia dan menatap mata gadis itu lekat-lekat. "Bayangkan jika kita menikah di sana, apakah sempurna?"
"Zion," bisik Alysia terharu. Perlahan ada genangan air yang membayang di sudut mata gadis itu. Tidak pernah Alysia membayangkan akan mengalami saat romantis semacam ini. Sejak kecil, dia tidak pernah disuguhi momen manis antara ayah dan ibunya. Kedua orang tuanya terlalu sibuk. Pertemuan-pertemuan mereka berlangsung dingin dan singkat. Tanpa kehangatan, tanpa kesan. Jadi, Alysia tumbuh besar tanpa pernah memimpikan momen-momen romantis akan terjadi dalam hidupnya.
"Alysia Lindner, aku ingin menikah denganmu,” ujar Zion sungguh-sungguh. “Mengikat janji sehidup semati denganmu di kapel itu."
Alysia membeku mendengar pernyataan penuh kesungguhan yang terlontar dari bibir Zion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hymn of Beautiful Scrars
RomanceLuka paling menyakitkan adalah kehilangan seseorang saat rasa cinta tengah demikian menggebu dan itulah yang dialami oleh Zion De Luca. Alysia Linder pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka. Zion tidak mampu bangkit dari keterpurukan m...