・༓☾23 : Choices

120 13 0
                                    

Pandangan Dev mulai terasa buram, "Dev!! T-tidak.. A-apa yang terjadi-"

"Dev! Tetaplah sadar! Jangan tutup matamu!" Ucap Meera berusaha memberi semangat padanya.

"Aku akan segera kembali tolong tetap berjuang dan berjanjilah untuk tetap bersamaku"

Meera dengan segala kepanikannya segera meletakkan tubuh Dev perlahan diatas lantai dan berlari keluar. Ia berteriak memanggil dokter dan suster, tapi tak ada satu pun yang menjawab, ia berlari menuju lift. Tubuhnya bergetar, air mata mengalir membasahi pipinya, ia kembali berlari ke tempat resepsionis. "Tolong! Cepat ke lantai 5, aku mohon-"

Suster itu terlihat kebingungan, "Sebentar nyonya.. Bisa jelaskan apa yang terjadi?"

"Putraku mengalami pendarahan di otaknya. Tolong cepat panggil dokter dan bawa putraku ke ICU, dia butuh pertolongan segera!" Ucapnya membuat suster itu dengan tergesa segera menghubungi dokter.

"Dokter akan segera datang, mohon anda tenangkan diri anda" Ucapnya membuat Meera masih merasa cemas.

"Kami akan segera keatas" Ucapnya usai menghubungi para rekannya dan Meera segera berlari bersama mereka menuju lift.

Petugas rumah sakit itu terkejut melihat kondisi kamar mereka, Meera yang menyadari itu segera menjelaskannya, "Sebuah insiden telah terjadi, aku akan menjelaskan semuanya nanti. Tolong tangani putraku dulu, kondisinya lebih penting sekarang"

Mereka saling bertatapan satu sama lain, "Dia benar. Bagaimanapun kondisi pasien adalah yang terpenting. Ayo cepat bawa dia" Ucap salah seorang perawat membuat para pria segera membawa tubuh Dev naik keatas ranjang.

Mereka segera membawa Dev ke ruang operasi sementara salah satu perawat memintanya mengurus administrasi.

Tangan Meera bergetar saat disana tertulis kematian sebagai resiko yang tidak akan ditanggung oleh rumah sakit dan ia harus menyetujuinya. Ia menguatkan dirinya dan menyetujui semua aturan rumah sakit itu agar Dev bisa segera dioperasi.

Meera kini hanya bisa menunggu diluar, ia tak henti-hentinya berdo'a semoga putranya itu baik-baik saja. Beberapa kali suster keluar-masuk, membuat Meera semakin cemas. Tak lama setelah kejadian itu Asha datang usai menyelesaikan pekerjaannya, ia harus lembur karena proses codingnya berjalan dengan buruk. Sehingga ia harus mengulangnya beberapa kali, ia sungguh mengantuk sebenarnya. Bahkan ia menguap beberapa kali dan terhuyung, beruntung bajai menurunkannya di rumah sakit yang tepat. Daripada datang besok, ia lebih baik sekalian mampir karena tak bisa menahan rindu. Apalagi ia berharap akan melihat wajah tampan Dev yang tertidur lelap, itu pasti menyenangkan.

Ia melebarkan matanya saat menatap kondisi kamar yang berantakan, kantuknya seketika hilang dan berganti dengan ketekerjutan saat melihat kondisi kamar mereka, "A-apa yang terjadi?" Ucapnya sembari berusaha menelepon Dev.

Asha mendengar ponsel yang berbunyi dan ternyata itu berasal dari bawah meja. Ia melewati banyak pecahan kaca di lantai dengan hati-hati dan berusaha mengambil ponsel di sana yang ternyata memang milik Dev. Kini Asha panik, "Apa yang terjadi padamu? Dimana kau sekarang?" Batinnya bertanya-tanya.

Ia merasakan angin malam yang kencang menembus kulitnya karena kaca jendela yang terbuka lebar. Jika seseorang mendorongnya, ia pasti sudah mati besok. Kini pikirannya kacau, ia membayangkan yang tidak-tidak.

Ia segera mencari sebuah nomor kontak dan menghubunginya. Meera mendengar ponselnya berbunyi dan melihat nama Asha tertera disana,

"Asha..."

Tak lama kemudian gadis itu segera berlari kebawah dan melihat kondisi Meera yang berantakan, "Bunda?" Ucapnya membuat Meera terisak.

"M-maaf aku terlambat datang.. Apa yang telah terjadi? Kondisi kamar sangat kacau, aku harap kalian baik-baik saja."

Dreamer's | SrKajol X AryaNysaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang