√02 : A New Place

255 22 5
                                    

Dev turun dari mobilnya, ia menghampiri sebuah tempat kumuh di pinggir kota seorang diri. Ia membuka penutup sebuah ruko kosong yang tidak dikunci dan melihat sekeliling. Tujuannya datang kemari adalah untuk bertemu rekan bisnisnya dari mexico yang menghubunginya beberapa hari yang lalu. Ia mendengar suara langkah kaki mendekat, ia mencoba tenang dan perlahan mengambil pisau lipat di sakunya. Sosok itu segera menodongkan pistol diatas kepalanya.

Dev tidak bisa berkutik. Ia terdiam di tempatnya melihat seorang wanita dengan pakaian serba hitam dan sebuah alat bantu dengar di sisi telinganya. "Sepertinya dia seorang agen" Batinnya sembari menatap kedua mata tajam gadis itu.

"Jatuhkan senjatamu" Ucapnya yang membuat Dev perlahan menuruti ucapannya.

Ia menjatuhkan pisaunya di lantai, melihat gadis itu menurunkan pandangannya, tanpa basa-basi, ia segera menangkis pistol diatas kepalanya dan suara tembakan pun berbunyi. "Sial, dia benar-benar ingin membunuhku" Ucapnya sembari melanjutkan melumpuhkan lawannya itu dengan ilmu taekwondo yang telah dimilikinya selama belasan tahun.

Tapi perjuangannya tidak mudah kali ini, gadis itu lebih cerdik dari dugaannya. Ia berhasil mengelak beberapa kali, bahkan menyerangnya dengan beberapa pukulan. Pertarungan sengit pun terjadi diantara keduanya. Hingga Dev berhasil menahan tangan gadis itu dalam genggamannya. "Jika kau bergerak sedikit saja, tanganmu akan patah"

"Shit" Ucapnya yang membuat Dev tersenyum miring.

"Siapa yang mengirimmu untuk membunuhku?" Ucap Dev yang membuat gadis itu terdiam.

"Cepat katakan atau aku tidak segan untuk mematahkan tanganmu" Sambungnya yang membuat gadis itu menghela nafasnya.

"Kau akan sakit hati mendengarnya" Sambung gadis itu yang membuat Dev menekan tangannya dan membuat gadis itu meringis.

"Akh!.. M-malik" Ucapnya yang membuatku terkejut, aku tidak percaya dengan ucapannya.

"Hh.. Kau tidak percaya bukan?" Sambung gadis itu, kedua mata Dev berkaca-kaca.

Ia mendorong tubuh gadis itu menjauh, gadis itu mengambil pistolnya, tapi Dev lebih dulu menahan tangannya, mengambil pistol itu dan mengeluarkan seluruh isi pelurunya. Kedua matanya telah memerah, gadis itu menatap sorot amarah dan kesedihan di kedua matanya.

Dev yang berlinang air mata, menjatuhkan pistol itu ke lantai sebelum pergi begitu saja meninggalkan gadis itu di sana. Gadis itu menatap kepergiannya dan menghela nafasnya.

"I'm sorry, but this is my job"

••

Angin kencang menerpa wajahnya, suara gemericik air dan burung-burung bersahutan menjadi penyejuk hatinya saat ini. Dev duduk termenung didalam kawasan hutan seorang diri. Air matanya tak berhenti mengalir dari kedua matanya, ia tidak pernah serapuh ini sebelumnya. Siapapun tidak akan tahu sosoknya saat ini, karena ia tidak pernah tersenyum bahkan menangis didepan orang lain. Bahkan didepan ibunya sekalipun. Orang yang sangat ia cintai, satu-satunya yang ia percaya di dunia ini.

Dev dibesarkan seorang diri, ia tidak ingin menjadi pria yang rapuh didepan sang ibu, ia sudah berjanji akan selalu menjaga dan melindunginya. Ia tidak ingin menunjukkan sisi yang ini didepannya.

Ia terisak, menghapus air matanya, "kenapa?? Kenapa harus kau, kakek.."

••

Wanita itu tidak berhenti menghubungi nomor telepon dari ponselnya, sudah puluhan kali ia mencoba menghubungi putranya itu tapi tak satupun panggilan darinya diangkatnya.

Ia benar-benar cemas, "Ya ampun Dev.. Kau dimana? Jangan membuatku cemas" Ucapnya sembari terus berjalan kesana kemari dengan telepon genggam di telinganya.

Ia menghela nafasnya, jam sudah menunjukkan pukul satu malam dan ia tidak bisa tidur karena putra semata wayangnya itu belum pulang juga semenjak tadi pagi.

"Nyonya sebaiknya tidur saja, hari sudah larut. Biar saya yang menunggu tuan pulang" Ucap amy pembantu rumah mereka sekaligus perawatnya.

Meera menggeleng, "Tidak.. Aku tidak bisa tidur sebelum dia pulang" Ucapnya keras kepala.

Amy hanya bisa menghela nafas pasrah dan menemaninya di ruang tamu. Setelah cukup lama menunggu dengan segala pikiran negatif di kepalanya, suara mobil memasuki pekarangan rumahnya. Mereka yang mendengar itu segera melihat dari jendela dan Dev keluar dari mobilnya.

Ia segera keluar dan membuka pintu rumahnya, bersamaan dengan Dev yang hendak membuka pintu. Melihat sang ibu yang masih terbangun membuat Dev terkejut, "Ya ampun bu, kenapa masih bangun? Ini sudah larut malam" Tanyanya khawatir.

Ia malah mendapat pukulan dari ibunya, "Itulah sebabnya aku menunggumu. Dari mana saja kau jam segini baru pulang? Dasar anak nakal, kau sudah besar bukan berarti ibu akan membiarkanmu berkeliaran dari pagi sampai pagi seperti ini" Ucap meera yang membuat Dev menggaruk tengkuknya.

"Maaf.." Ucapnya yang membuat meera hanya bisa menggeleng dan menghela nafas panjang.

"Sudahlah, cepat masuk dan tidur"

Dev mengangguk dan segera masuk kedalam rumahnya.

"Amy, tutup semua pintu dan jendela. Pastikan semuanya sudah terkunci" Ucap Meera yang membuat Amy segera melakukan perintahnya.

Sementara ia menyusul Dev menuju kamarnya. "Ibu masih disini?" Ucap dev saat hendak menutup pintu kamarnya.

"Hmm.. Ibu boleh masuk?" Tanyanya yang membuat Dev mengangguk.

"Tentu, kenapa ibu harus minta ijin?" Ucapnya yang membuat Meera tersenyum.

Mereka duduk bersebelahan diatas tempat tidur. Meera menatapnya, "Dev.."

"Hmm??" Ucap Dev menoleh menatapnya.

Meera mengulum bibirnya, "Maafkan aku" Ucapnya yang membuat Dev terkejut.

"Untuk apa?" Sambungnya.

Meera hanya tersenyum, ia mengusap wajah putranya itu dan mengecup keningnya.

"Untuk semuanya.."

Terjadi keheningan diantara mereka, atmosfer malam itu terasa menyengat hatinya. Ada perasaan aneh yang tidak dapat ia jelaskan.

"Selamat malam, tidurlah.." Ucap Meera sembari beranjak dari duduknya.

Dev menahan tangannya, Meera menoleh menatapnya, "Boleh aku tidur di pangkuanmu malam ini, bu?" Ucapnya yang membuat Meera menatap Dev dan perlahan kembali duduk diatas tempat tidur.

"Semuanya baik-baik saja kan?" Tanya ibunya yang membuat Dev terdiam.

Ibunya benar-benar peka dengan apa yang terjadi pada dirinya. Ia mengangguk cepat, "aku hanya ingin bersamamu" Ucapnya yang membuat Meera tersenyum.

Malam itu, Dev tertidur di pangkuan Meera. Ia mati-matian menahan isak tangisnya, ia tak sanggup jika harus mengatakan kenyataan pahit yang pasti akan membuat ibunya sakit hati juga. Ia tidak mau hubungan keluarga ini semakin parah setelah sang ibu mendengar perbuatan sang kakek kepadanya.

Setidaknya ia bisa tertidur lelap malam itu, meskipun jiwa dan raganya benar-benar hancur. Hanya satu pertanyaan yang tidak bisa berhenti ia pikirkan malam itu.

"Kenapa kau melakukan ini?
Apa salahku?"

To Be Continue..

Dreamer's | SrKajol X AryaNysaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang