Hari ini tanggal merah, di mana artinya Navy bisa bersantai di rumah seharian. Meski begitu, Sesilia sang Ibu tetap saja pergi mengurus toko kuenya. Wanita itu memiliki toko kue yang cukup terkenal karena rasanya yang enak dan harga yang murah.
Begitu mobil Sesilia meninggalkan pekarangan rumah, Navy pun segera mencuci piring dan merapikan dapur yang sedikit berantakan. Seriap hari libur, Navy memang terkadang sedikit membantu mamanya agar tak terlalu lelah begitu pulang bekerja.
Setelah selesai dengan semua pekerjaannya, Navy pun bergegas menggunakan sepatu. Ia berniat olahraga ringan pagi ini agar tidak terlalu bosan. Kakinya yang sudah terbalut sepatu berwarna putih itu melangkah riang dan sesekali berlari kecil hingga keringat membuat rambutnya sedikit basah dan tampak lepek.
Begitu memasuki area taman kompleks, Navy melihat sosok tak asing tengah duduk di atas trotoar sembari meneguk air mineral dingin. "Bang Jevas!" serunya untuk menyapa pemuda tersebut.
Jevas yang dipanggil pun menoleh dan melambaikan tangannya pada Navy. Kaki Navy dengan cepat berayun menuju tempat Jevas duduk. "Sendiri aja, Bang?" tanya Navy saat sudah duduk di sebelah Jevas dengan napas yang masih terengah.
"Napas dulu, Nav," Jevas terkekeh, "iya, nih, ga ada temen. Temen gue pada jauh rumahnya." Jevas kembali berkata sembari menutup botol air mineral yang isinya tinggal setengah.
"Lagian Bang Jevas sekolahnya jauh amat. Deket sini, kan, ada jadi bisa temenan sama Navy." Rasanya selama tiga tahun ini Navy sudah mengatakan kalimat itu ratusan kali.
Jevas adalah tetangganya yang pindah ke Jakarta tiga tahun lalu. Tepatnya pada tahun pertama Jevas masuk SMA. Pemuda itu tinggal di seberang rumah Navy seorang diri dan akan pulang ke Surabaya sebulan sekali. Jevas mengatakan jika ia memiliki teman yang juga datang dari Surabaya yang pindah bersama keluarganya ke Jakarta.
Bisa dibilang, Jevas ikut pindah ke Jakarta karena temannya, selain itu Jevas juga mengatakan ia ingin mandiri dan kebetulan orang tuanya memiliki rumah di Jakarta. Navy juga cukup akrab dengan pemuda itu karena Jevas merupakan sosok yang sangat baik.
"Mau sarapan ga, Nav?" tanya Jevas setelah beberapa saat hanya terdengar suara napas Navy yang terengah-engah.
"Boleh, lagi pengen bubur, nin." Navy pun berdiri dan berjalan mendahului Jevas ke tukang bubur yang tak jauh dari tempat keduanya duduk.
Jevas menyusul Navy dan berjalan di sebelah pemuda itu, sesekali mereka akan membahas beberapa hal tentang sekolah, atau tugas-tugas Jevas yang menumpuk.
"Namanya juga kelas akhir, Nav, abis ini aja Abang mau ke rumah temen buat kerkom." Jevas menghela napas lelah, lalu duduk di kursi yang tersedia.
Navy sendiri lebih memilih untuk memesan bubur terlebih dahulu baru lanjut berbincang dengan tetangganya itu. "Mang, dua, ya! Satu ga pake kacang, satu lagi ga pake bawang goreng," Setelah itu Navy ikut duduk di sebelah Jevas. "Masa gitu, Bang? Hari libur juga tetep nugas? Apa ga cape?" tanyanya pada Jevas untuk menganggapi pernyataannya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
De TodoNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...