"Tugas yang minggu lalu Ibu kasih sudah selesai?"
Navy terdiam di tempatnya karena ia tidak tahu jika guru fisika memberi tugas saat ia dalam masa berkabung minggu lalu.
"Sudah, Bu!"
Setelah seruan tersebut keluar dari sebagian murid di kelas Navy, satu per satu dari mereka pun maju ke depan untuk mengumpulkan tugas yang telah selesai di meja guru.
Saat merasa tak ada lagi murid yang beranjak dari duduknya untuk mengumpulkan tugas, guru yang mengampu mata pelajaran fisika tersebut mulai menghitung buku tugas yang ada di mejanya. Ia terdiam sejenak sesaat setelah menghitung jumlah buku yang ada di meja, kemudian beralih menghitung jumlah murid yang hadir hari ini.
"Hanya ada dua puluh tujuh buku, satu orang yang tidak mengumpulkan tugas maju ke depan!" ujarnya dengan tegas. Tidak mengerjakan tugas akan masuk dalam daftar pelanggaran sedang di sekolah ini dan akan mendapat hukuman.
Navy maju ke depan dengan rasa malu memenuhi hatinya. Ia tak menyangka jika hanya dia sendirian yang tidak mengerjakan tugas. Sebelumnya Navy pikir akan ada dua atau tiga siswa yang akan menjalani hukuman bersamanya.
Begitu ia sampai di depan kelas, Navy mengangkat pandangannya dan melihat ke arah Archer yang tampak merasa bersalah. Navy hanya tersenyum, lalu menggerakkan bibirnya seolah berkata jika ia baik-baik saja.
Archer sudah banyak membantu Navy, pemuda itu sudah mengirimkan catatan dan tugas yang Navy lewatkan selama ia izin, tetapi sepertinya Archer lupa dengan tugas yang satu ini.
"Ada alasan?" tanya wanita paruh baya yang menggunakan hijab bermotif tersebut.
"Maaf, Bu, saya ga masuk waktu Ibu ngasih tugas." Memang ini faktanya, jika guru lain mungkin Navy masih akan dimaafkan, tetapi guru fisika satu ini sangat tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil apa pun.
"Kamu pikir saya peduli? Keluar dari kelas saya, berdiri di lapangan selama tiga puluh menit. Setelah itu kerjakan tugas yang saya beri minggu lalu per soal kamu bikin tiga kali."
Perintah guru tersebut adalah mutlak dan tidak dapat ditawar. Jika menawar bisa saja Navy justru mendapat hukuman lebih berat. Navy membungkukkan badannya sebelum berbalik meninggalkan kelas.
Navy berjalan dengan kepala tertunduk menuju lapangan upacara. "Apes banget," gumamnya saat sudah sampai di tengah lapangan.
Cuaca terik siang ini membuat Navy menyipitkan matanya saat menengadah pada langit yang tampak bersih dengan awan putih tipis berjalan terbawa embusan angin.
Keringat mulai bercucuran di kening Navy, wajahnya tampak memerah karena kepanasan. Navy yang sejak beberapa hari lalu merasa tak enak badan pun kini merasa jika kepalanya mulai berdenyut sakit.
"Masih lima belas menit lagi." Tubuh Navy sudah terasa lemas saat ini.
Pada saat yang bersamaan, Atharis yang baru saja dari toilet tak sengaja melihat Navy berdiri di lapangan, Ia memicingkan matanya, berusaha agar ia tak salah lihat. Atharis saat ini berada di lantai dua karena toilet di lantai tiga penuh. "Kayak Navy ...," gumamnya, ia tak yakin karena merasa sangat mustahil anak serajin Navy dihukum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
RandomNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...