Kecelakaan yang menimpa Sesilia beberapa hari lalu benar-benar mengubah hidup Navy sepenuhnya. Operasi malam itu berhasil menyelamatkan Sesilia, tetapi sayang wanita itu dinyatakan koma. Navy hancur, ia butuh sandaran, tetapi hanya Jevas yang mau menemaninya.
Teman-teman Navy di sekolah sama sekali tidak tahu ke mana perginya Navy, karena anak itu hilang tanpa kabar. Ponselnya aktif, tetapi Navy hanya menggunakan benda pipih itu sebagai alat komunikasi dengan Hanum yang bertugas mengurus segala hal yang menyangkut kecelakaan beberapa hari lalu.
Navy masih sering menghubungi Raden dan Jena, berharap keduanya mau menemui Navy dan memberi pelukan hangat agar ia dapat sedikit tenang. Navy takut sekali, saat jam besuk habis ia tak bergerak sedikit pun dari kursi yang ada di koridor, kecuali saat ia pergi makan, salat, dan kepentingan lainnya. Begitu tak ada yang harus dilakukan, Navy hanya akan memejamkan mata di kursi berharap semua ini adalah mimpi.
"Ma, Mama cape banget, ya? Ga kangen sama Navy? Navy kangen banget, loh, sama Mama."
Air mata jatuh tanpa henti dari mata Navy. Wajah mamanya yang cantik kini tampak sangat pucat dengan beberapa luka di pipinya. Rambut bergelombang sang mama telah dipangkas habis demi kelancaran operasi tempo hari. Masih ada harapan Sesilia akan bangun, meski sangat sedikit mengingat betapa parahnya kecelakaan tersebut.
"Navy ga sanggup hidup tanpa Mama, Ma. Mama ga akan tinggalin Navy, kan?" Navy menggenggam tangan dingin Sesilia berharap tangan hangatnya dapat membuat Sesilia sadar, paling tidak kondisinya menunjukkan kemajuan.
Mobil hitam yang biasa Sesilia kendarai untuk mengantar Navy sekolah dan berangkat ke toko ringsek hingga tak berbentuk. Hati Navy kian hancur saat tahu malam itu mamanya tak hanya mengalami pendarahan otak, tetapi juga mengalami patah tulang pada beberapa bagian. Patah tulang paling fatal berada pada tulang rusuk mamanya yang menyebabkan kerusakan pada paru-parunya.
"Papa jahat, Ma, cuma Mama yang mau nerima Navy, tolong bangun, Ma ...."
Hari itu dokter mengatakan banyak hal tetapi Navy hanya mengingat beberapa. Ia sama sekali tak menyimak perkataan dokter dan fokus pada rasa takut yang membuat tubuhnya gemetar. Beruntungnya Hanum merupakan orang yang sangat bertanggung jawab akan pekerjaannya, sehingga wanita itu yang mendengarkan dengan baik perkataan dokter dan mengurus segala hal yang Navy bahkan tak tahu.
Harus Navy akui, Raden sangat baik karena mau mengirim orang kepercayaannya. Namun, perasaan kecewa tetap ada karena yang Navy harapkan adalah kehadiran pria yang berstatus sebagai ayah kadungnya tersebut.
Navy melirik jam tangan yang ia kenakan, jam besuk sudah hampir habis, Navy harus segera meninggalkan ruang ICU dan membiarkan mamanya beristirahat.
"Ma, Navy keluar dulu, ya? Navy ga ke mana-mana, Navy selalu ada untuk Mama. Jadi, Mama jangan takut, Mama harus kuat dan bangun lagi, ya? Demi Navy, Ma, Navy masih butuh Mama," Ia mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya, lalu dengan cepat mengecup kening Sesilia. "Navy sayang Mama, cepet bangun, ya, mama cantiknya Navy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
De TodoNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...