Tiga hari setelah kepergian mamanya, Navy memutuskan untuk mulai kembali bersekolah. Rasanya jika hanya berdiam diri di rumah pun Navy hanya akan semakin merindukan mamanya.
Kini Navy sedang memasak telur dan menanakkan nasi sebisanya. Navy sering membantu Sesilia, jadi masalah dapur dan pekerjaan rumah lainnya masih bisa Navy tangani sendirian. Hanya satu hal yang tidak bisa Navy tangani, rasa rindunya pada Sesilia yang setiap malam membuat Navy menangis.
"Biasanya sarapan sama Mama," gumamnya sembari mengaduh-aduk nasi di dalam piring. "Navy ikhlas, Ma, tapi gapapa, kan kalo sesekali masih nangisin Mama?"
Setelah sepuluh menit akhirnya nasi dan telur goreng di piringnya habis, bertepatan dengan suara klakson motor yang terdengar dari luar rumahnya yang Navy tebak adalah Maxius. Ya, Navy sudah mengatakan pada Maxius jika ia akan mulai bersekolah hari ini, ia juga meminta agar pemuda itu menjemputnya.
"Maaf lama, Bang." Navy menerima helm yang Maxius berikan padanya.
"Santai, masih pagi juga. Itu si Jevas udah berangkat?" tanya Maxius saat melihat rumah Jevas tampak kosong.
"Udah, dia emang berangkat pagi, sekolahnya, kan, agak jauh."
Maxius dan Atharis sudah cukup akrab dengan Jevas, pada dasarnya mereka bertiga memang mudah akrab dengan orang lain.
Setelah obrolan singkat tersebut motor Maxius melaju pelan menuju sekolah Navy. Ini kali pertama Navy ke sekolah setelah sepuluh hari absen. Tak banyak yang berubah, hanya saja hati Navy kembali berdenyut sakit saat melewati jalan tempat terjadinya kecelakaan Sesilia.
Kejadian itu membuat Navy terpuruk hingga wajahnya kian tirus, kantung matanya pun tampak menyeramkan, dan jangan lewatkan bibir pucat Navy. Navy rasa ia mungkin saja mengalami anemia seperti kata Jevas.
Motor merah Maxius mulai memasuki area sekolah, membuat atensi beberapa orang teralihkan karena suara besar motor tersebut.
Begitu Maxius memarkirkan motornya, Navy pun turun dan melepas helm yang melindungi kepalanya. "Makasih, ya, Bang."
Maxius yang tengah membenarkan tatanan rambutnya di kaca spion pun menjawab, "Sama-sama, entar pulang bareng gue aja. Besok berangkat bareng lagi juga gapapa."
"Tapi nanti gue mau ke tempat Mama dulu." Sejak mamanya pergi Navy memang rutin mengunjungi makam Sesilia, bahkan Navy sering kali menghabiskan waktu hingga sore. Jika tak mengingat ia harus melakukan kegiatan lain, mungkin Navy akan bertahan di makam mamanya hingga malam hari.
"Santai, Nav, kayak sama siapa aja. Ya, udah, ayo!"
Navy tersenyum tipis, lalu menyusul Maxius meninggalkan parkiran. Navy tak melihat motor Atharis, mungkin pemuda itu belum datang, maklum, Atharis memang lebih suka datang saat mendekati jam masuk sekolah.
Navy dan Maxius terpisah di pertigaan, Navy yang tetap berjalan lurus ke depan, dan Maxius yang berbelok ke kiri menuju tangga yang akan mengantarnya ke lantai tiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
RandomNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...