Setelah lelah menangis, Navy akhirnya dapat tertidur dengan pulas. Jevas yang sejak tadi tak berhenti mengusap kepala Navy pun menghentikan gerakannya. "Tidur yang nyenyak, Nav, jangan lupa bangun."
Begitu selesai dengan kegiatannya, Jevas pun beranjak untuk menemui Jena dan keluarganya yang mungkin masih ada di depan ruang rawat Navy. Ia masih harus meminta penjelasan pada Jena bagaimana mungkin mereka bisa bersama Navy.
"Nat," panggil Jevas begitu membuka pintu ruang rawat Navy. Jevas mendapati seluruh anggota keluarga Jena masih ada di sana, membuat Jevas sedikit bingung. "Bisa ceritain gimana lo bisa ketemu Navy? Soalnya gue nyari dia ga ketemu."
Jevas menghela napas dalam, menatap Naya dan Raden bergantian, memberi kode agar ia ditinggalkan berdua dengan Jevas di depan ruang rawat Navy.
Menyadari tatapan yang diberi Jena, Raden pun berusaha memahami. "Abang, Adek, ayo kita ke kantin aja. Kalian laper, kan" ujarnya sembari merangkul bahu kedua anak tirinya. Archer dan Naka pun tak menolak, karena mereka tahu jika Jena mungkin butuh ruang bersama sahabatnya.
"Ayo, Jevas sama Nathan Mama tinggal dulu, ya?" ucap Naya yang menyusul langkah anak dan suaminya.
"Iya, Bun." Jevas memberi jawaban dengan sopan dan tersenyum manis, sedangkan Jena hanya diam dengan kepala tertunduk. Memikirkan kalimat apa yang harus ia ucapkan pertama kali agar amarah Jevas tidak langsung tersulut.
Jevas duduk di sebelah Jena, menunggu Jena untuk membuka topik pembicaraan. Namun, sepuluh menit akhirnya berlalu sia-sia dalam keheningan, membuat Jevas menghela napas kasar. "Sebenernya apa yang lo sembunyiin dari gue, Nat?" Bukan tanpa alasan Jevas menanyakan hal tersebut, karena Jevas sangat paham dengan Jena, ia tahu jika sahabatnya ini tengah menyemunyikan sesuatu.
"Jev, maaf, lo mungkin bakal marah banget ke gue. Tapi gue mohon buat dengerin gue dan jangan potong cerita gue, dengerin sampe selesai, bisa, kan, Jev?" ucap Jena dengan serius.
Jevas tentu saja menyetujui, ia menjawab dengan anggukan, lalu diam sembari menatap ke depan sama seperti apa yang Jena lakukan.
"Navy sebenernya adek gue." Jena melirik pada Jevas yang kini memberi tatapan tak percaya padanya.
"Maksud lo?" tanya Jevas dengan wajah suara pelan.
"Iya, Navy adek gue. Adek kandung gue, Mama Sesil itu nyokap kandung gue, Jev."
Jevas seketika terdiam, ia kembali mengingat bagaimana sulitnya kehidupan yang Navy dan Sesilia jalani selama ini, bagaimana putus asanya Navy saat tahu ia kehilangan mamanya. Saat Jevas turut membenci papa dan abang Navy karena mereka menelantarkan Navy.
Perasaan kecewa memenuhi hati Jevas, semua kemalangan yang Navy hadapi seolah berputar di kepala Jevas. Semua kesulitan yang Navy hadapi seorang diri padahal ia masih memiliki ayah dan kakak laki-laki yang bisa ia minta bantuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
RandomNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...