"Loh, tumben?" tanya Sesilia saat melihat Navy sudah berdiri di sebelahnya setelah selesai salat subuh. Hal yang tak biasa karena Navy terbiasa tidur lagi setelah salat, bukan malah ke dapur seperti saat ini.
"Mau bantuin Mama." Navy tersenyum lebar pada Sesilia.
Sesilia memerhatikan sejenak wajah Navy yang mirip dengannya. Mulai dari rambut cokelat, hingga lesung pipi semua menurun dari Sesilia. Navy hanya mewarisi rahang tegas papanya saja. Berbeda dengan anak pertamanya, Jena, yang mewarisi seratus persen wajah papanya.
"Kamu agak pucet, sakit?" ujar Sesilia setelah terdiam memerhatikan wajah Navy yang tak secerah biasanya.
"Engga, cuma pusing aja. Kemarin udah minum obat sama Bang Jevas." Navy tak bohong, meski ia anak yang cukup tertutup, Navy tak pandai berbohong.
"Ya, sudah. Jadi sekarang Navy mau apa?"
"Bantu Mama, kan, tadi Navy udah bilang, Ma," jawab Navy kesal saat harus kembali menjawab pertanyaan yang sama sebanyak dua kali.
Sesilia sengaja, ia suka melihat wajah kesal Navy, menurutnya Navy tampak menggemaskan. Meski kini anaknya sudah berusia lima belas tahun dan sudah duduk di bangku SMA, menurut Sesilia Navy masihlah anak kecil yang ia besarkan dengan sepenuh hati.
Sedikit rasa haru menyeruak di hati Sesilia saat sadar bahwa waktu berjalan sangat cepat. Sembari memberi arahan pada Navy untuk memotong sosis yang akan mereka jadikan topping nasi goreng, Sesilia mengingat kembali masa kecil Navy yang tak sebahagia anak-anak lain.
Saat usia Navy sembilan tahun, ia harus melihat kedua orang tuanya berpisah dengan cara yang tidak baik. Navy harus merasakan kehilangan dua orang sekaligus, papa dan abangnya. Meski begitu Navy tak pernah menunjukkan air matanya pada Sesilia. Navy selalu mengatakan, "Gapapa, selama ada Mama, Navy akan baik-baik saja." Bohong jika Sesilia tidak terharu dengan kalimat tersebut.
Sejak saat itu Sesilia memiliki tekat untuk membahagiakan Navy meski tanpa keluarga yang lengkap seperti temannya yang lain. Navy tidak pernah mengeluh, bahkan ketika ia menceritakan bagaimana temannya mengatakan Navy tidak punya ayah, ayah Navy dipenjara, Navy dibuang ayahnya, dan banyak lagi. Saat itu Sesilia tak tahan untuk tidak menangis, tetapi dengan tangan kecilnya Navy mengusap air mata mamanya dan berkata, "Navy engga papa, Ma, Navy masih punya Mama."
Dari banyaknya derita yang ia alami sepanjang hidupnya, ada satu derita yang sangat ia syukuri, membesarkan Navy seorang diri. Sesilia tak bohong jika ini sebuah derita, tetapi derita yang sangat manis dan akan ia jalani sepenuh hati hingga akhir hidupnya.
"Nav, Mama harap, Mama bisa lihat Navy menemukan pasangan yang bisa gantiin posisi Mama di hati Navy nanti." Kalimat itu keluar begitu saja tanpa sadar.
Navy yang masih memotong sosis dengan pelan pun menolehkan kepalanya pada Sesilia. "Ma, ga ada yang bisa gantiin posisi Mama. Mau Mama ataupun jodoh Navy nanti, kalian punya tempat spesial tersendiri di hati Navy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
RandomNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...