"Bang, Jevas." Navy mengetuk pintu rumah Jevas sebanyak tiga kali, hingga sahutan terdengar dari dalam yang membuat Navy membuka pintu rumah tetangganya tersebut.
Senyum cerah tampak merekah di wajah Navy yang tampak pucat, beberapa kali Jevas memerhatikan dan menanyakan mengenai kesehatan Navy karena ia tampak pucat dan kehilangan banyak berat badan belakangan ini. Namun, Navy yang pada dasarnya pandai menutupi sesuatu selalu menjawab jika ia baik-baik saja.
Jevas menyambut Navy dengan hangat saat Navy memasuki ruang keluarga rumahnya. Akan tetapi, langkah Navy terhenti dan ia tampak ragu untuk melanjutkan langkahnya. Navy tentu tidak menduga jika Jena ada di rumah Jevas karena tidak ada mobil sang kakak di halaman rumah Jevas.
"Ah, ada tamu, maaf, Bang, kirain Abang sendirian soalnya di depan ga ada kendaraan lain." Navy yang tak enak pun hanya berdiri di perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga dengan canggung.
"Santai, Nav, masuk aja. Ini si Nathan, temen gue alias kakaknya Archer yang sem[et kita omongin pas kapan itu." Jevas menepuk tempat kosong di sebelahnya, memberi isyarat agar Navy duduk di sana.
Meski canggung, Navy tetap melangkahkan kaki ke sofa karena tidak mungkin ia tiba-tiba pulang begitu saja dan membuat Jevas curiga tentang hubungannya dan Jena. "Udah pernah ketemu di rumah, kok, Bang." Navy berkata dengan gugup karena raut wajah Jena tampak murung saat ada Navy di sana.
Jevas menganggukkan kepalanya. "Dia juga kemarin yang bantuin gue bawa lo ke RS, untung aja si Nathan lagi bawa mobil, kalo enggak gue ga tau lagi bakal sepanik apa gue."
Wajah Navy tampak menunjukkan keterkejutan, tetapi ia berusaha menutupi raut wajahnya tersebut. "Makasih, ya, Bang Jena udah nolongin Navy," ucap Navy, sebisa mungkin ia bersikap biasa saja pada Jena.
Sayangnya, karena panggilan tersebut Jevas dan Jena justru menatap Navy terkejut.
"Lo dapet ide manggil dia dengan nama itu dari mana, Nav?" wanya Jevas, sedangkan Jena ia hanya diam enggan berbicara dengan Navy.
"Oh, maaf, soalnya nama depan dia, kan, Jena." Navy gugup bukan main. Masalahnya semua orang kini memanggil Jena dengan panggilan Nathan.
"Iya, sih, tapi aneh juga si Nathan ga marah. Dulu gue manggil dia gitu dia ga terima, njir, katanya itu panggilan dari mama sama adek kandungnya, jadi, ya ... spe-"
Kalimat Jevas terpotong oleh suara batuk Jena, Jevas menutup mulutnya saat sadar ia terlalu banyak berbicara mengenai keluarga Jena, sedangkan Jena tidak suka akan hal tersebut.
Jevas meringis, memasang wajah menyesal pada Jena. "Maaf, lupa gue."
"Santai, gue ke belakang dulu minta air." Jena bangkit dari duduknya, meninggalkan ruang keluarga dan menyisakan Navy juga Jevas di sana.
Navy sedikit bingung dengan tingkah dua orang yang lebih tua darinya itu, tetapi tidak bertahan lama karena kini Navy sudah bisa menutupi raut kebingungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
De TodoNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...