BAB 26: Semuanya Akan Baik-baik Saja

1K 97 26
                                    

Jevas baru berjalan dengan santai menuju rumahnya membawa tiga kantong plastik berisi makanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevas baru berjalan dengan santai menuju rumahnya membawa tiga kantong plastik berisi makanan. Ia membeli dua bungkus nasi goreng untuk ia dan temannya, satu bungkus sate pesanan Navy, dan gorengan yang akan ia jadikan camilan dengan temannya yang sedang bermain ke rumah. Jevas melangkah masuk ke dalam rumahnya, halaman rumah Jevas tak begitu luas, biasanya hanya diisi oleh sebuah motor pemilik rumah, tetapi kini ada sebuah mobil fortuner hitam yang ikut terparkir rapi di sana.

"Oi, Nat, ni siapin. Gue mau ke tetangga depan dulu nganterin pesenan dia." 

Pemuda yang tak lain adalah Jena itu kini tengah bermain ponsel di ruang keluarga rumah Jevas. Ia menjawab dengan sedikit berteriak karena Jevas mengganggunya bermain ponsel. "Tetangga lo lumpuh apa gimana sampe nyuruh-nyuruh lo gitu?" tanya Jena saat yang membuat langkah Jevas terhenti.

"Bukan, anjir. Kesian kalo ga dibantuin, dia lagi sakit katanya."

Jena menghela napas. "Kek ga ada keluarga yang bisa bantuin aja, kenapa malah ngerepotin orang lain?"

"Bacot, lo kalo ga bantuin mending diem, dah. Julid amat."

Jena hanya terkekeh setelahnya, ia sangat tahu Jevas dekat tetangganya karena pemuda itu sering menceritakan pada Jena. Jevas sering mengatakan jika ia menganggap tetangganya itu seperti seorang adik, terkadang Jena juga iba saat mendengar cerita Jevas tentang tetangganya yang hidup sebatang kara sejak kematian ibunya.

Jena tak lagi menyahuti ucapan Jevas, begitu pula dengan Jevas yang langsung berlalu pergi menuju rumah tetangganya.

Jevas melangkah dengan cepat karena takut tetangganya terlalu lama menunggu. Saat tiba di rumah yang ia tuju, Jevas langsung masuk ke rumah tersebut tanpa mengetuk pintunya.

"Nav?" panggil Jevas saat mendapati ruang tamu, ruang keluarga, dapur, bahkan kamar Navy tak menunjukkan keberadaan tetangganya itu.

"Ga mungkin keluar, sih, dia tadi bilang lagi ga enak badan makanya minta tolong beliin sate."

Meski ragu, Jevas tetap membawa langkahnya menuju satu ruangan yang ia ketahui sebagai kamar Sesilia. Benar saja, saat pintu kamar yang tidak terkunci itu berhasil ia buka tanpa kesulitan, Jevas mendapati Navy tengah meringkuk di bawah selimut tebal dengan tubuh penuh keringat, wajah yang pucat, dan deru napas yang terdengar memburu. 

"Nav, bangun makan dulu terus minum obat," ucap Jevas sembari menurunkan selimut yang menutupi tubuh Navy. Betapa terkejutnya Jevas saat menyentuh kulit tangan Navy yang terasa sangat panas. "Nav? Lo denger suara gue?"

Tak ada sahutan yang terdengar dari Navy kecuali suara pemuda itu yang terus menggumamkan kalimat yang tak terdengar begitu jelas oleh Jevas.

"Ma ...."

Hanya itu gumaman yang Jevas dengar dengan jelas. "Nav, bangun." Pemuda itu kembali mengguncang tubuh Navy, berusaha membuat Navy agar menyahutinya. Namun, semua tampak percuma karena Navy hanya terus menggumamkan kata-kata yang sama.

Hiraeth [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang