"Bawa anak siapa lo?" tanya Navy heran saat membukakan pintu rumah untuk Archer yang datang bertamu. Bagaimana tidak heran? Archer datang dengan membawa seorang bocah sipit yang tingginya tak melebihi Archer.
Archer mendengkus kesal. "Adek gue, ngebet pengen ikut. Katanya bosen di rumah."
Mendengar jawaban tersebut, mau tak mau akhirnya Navy membuka pintu rumahnya lebih lebar dan mempersilakan Archer dan adiknya masuk. "Duduk aja dulu, gue ambil minum di dapur." Navy menunjuk sofa ruang keluarga agar mereka bisa duduk di sana.
Saat langkah Navy belum sepenuhnya meninggalkan ruang keluarga suara adik Archer terdengar sedikit berbisik, "Temen lo keknya galak, Bang."
Jika tak ingat orang sabar di sayang Tuhan, tangan Navy mungkin sekarang sudah melayangkan pukulan pada anak laki-laki tersebut.
Navy pun berusaha tak acuh dengan Archer dan adiknya. Ia lebih memilih berjalan ke dapur dengan cepat dan membawa nampan yang sudah ia siapkan sebelumnya ke ruang keluarga. Namun sebelum itu Navy kembali mengambil sebotol minuman bersoda untuk adik Archer.
Navy meletakkan nampan tersebut ke meja, lalu duduk di sebelah Archer. Kini posisi Archer di tengah-tengah dan berusaha mengabaikan tatapan tajam dari kedua sisinya.
"Nama lo siapa, Cil?" tanya Navy pada akhirnya setelah berdiam diri cukup lama.
Naka yang merasa mendapat panggilan tersebut merengut kesal. "Gue, Naka. Umur gue udah lima belas, jangan panggil gue Cil lagi!" serunya kesal.
Navy terkekeh, kini ia tahu kenapa Maxius dan Atharis suka sekali memanggil ia dan Archer dengan sebutan Cil, karena ternyata menyenangkan melihat wajah kesal tersebut. Rasanya pasti tidak akan kesepian jika di rumahnya ada satu sosok seperti Naka. Sayangnya Navy hanya tinggal berdua dengan mamanya.
"Oke-oke, jadi mau ngapain kita?" tanya Navy yang mengalah karena takut digigit oleh Naka. Archer sendiri sejak tadi sudah asyik memakan camilan yang Navy bawa. Ia selalu suka bertamu ke rumah Navy karena di sini banyak makanan enak.
"PS ada ga, Bang?" tanya Naka.
Navy sontak menggelengkan kepalanya. "Ga punya, gue ga suka main gituan."
Naka melongo saat tahu hal tersebut. "Pasti mama lo sayang banget, ya, sama lo. Gue, nih, tiap main PS pasti dimarahin mulu!"
"Itu karena lo mainnya ga kenal waktu!" seru Archer sembari melempar sendok plastik yang ia gunakan untuk makan puding.
"Jorok!" Naka membalasnya dengan melempar bantal sofa dan memukul tangan Archer. Perkelahian pun tak terelakkan. Navy sendiri hanya menyaksikan dan sesekali tertawa juga membantu mengulurkan bantal yang jatuh ke lantai pada Archer.
"Adek durhaka lo!" teriak Archer yang sudah bersiap kembali melempar bantal pada Naka.
"Udah, Ar," Navy yang sudah lelah tertawa pun menahan tangan Archer dan mngambil alih bantal tersebut. "Gue ga punya PS, tapi kalo mau main ular tangga gue punya," imbuh Navy.
Naka menggelengkan kepalanya. "Selain itu?" tanyanya lagi.
Navy terdiam sejenak, ia tidak terlalu suka bermain permainan lain. Jadi hanya ular tangga yang ia miliki di rumah. "Ga ada, sih." Pada akhirnya jawaban Navy membuat Naka kecewa berat.
"Jadi lo sama Bang Archer kalo ketemu di sini main apa?" tanya Naka.
"Nonton, sih, biasanya."
Setelah jawaban itu keluar dari mulut Navy mereka akhirnya setuju untuk menonton film untuk menghabiskan waktu sore mereka. Nyatanya mereka hanya menonton si kembar botak berbahasa melayu hingga waktu tak terasa sudah menunjukkan pukul lima sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [TERBIT]
AcakNavy hanya ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Bermain, belajar, dan menikmati hidup. Namun, takdir berkata lain, Navy hidup hanya untuk merasakan kehilangan dan kesepian. "Pa, tolong pulang sebentar saja. Demi Mama." - Navy Balveer Danendra Na...