Hari ini, kehamilan Sabila sudah genap memasuki usia lima bulan. Bayi yang belum lahir ini seperti sangat mengerti keadaan ibunya. Sabila tidak pernah mual, capek berlebihan, atau ngidam macam-macam. Kehamilannya bisa dibilang sangat lancar, sangat mudah. Ia juga masih menjalankan PPDS-nya, hanya jam jaganya diubah untuk menyesuaikan waktu tidurnya.
Sabila malah seperti punya tenaga ekstra. Karena terbiasa terjaga di jam kalong, sekarang ia seperti kelebihan energi di waktu istirahatnya. Akhir-akhir ini ia jadi sering menyalurkan hobi bermusiknya lagi. Gitar Renner yang biasanya hanya tersandar di pojokan ruang kerjanya, sering ia mainkan sebelum tidur.
"Caa. Tidur ini udah malem." sahut Renner ketika keluar dari kamar mandi, menemukan istrinya masih asik memetik gitarnya di sofa.
"Baru jam 11, Mas, belom ngantuk." balas Sabila sambil terus memainkan gitar, medley lagu-lagu Dewa 19 ia lantunkan.
"Udah jam 11 ya, Ca. Kasian adek mau tidur." ucap Renner sambil duduk di sebelah Sabila.
"Enggak, orang dia menikmati banget nih.." sahut Sabila, "Kayaknya dia mau jadi musisi deh entar."
Renner terkekeh, "Yang menikmati kamu atau dia? Lagian siapa yang nggak suka lagu-lagu Dewa? Nanti keluar-keluar, dia udah jadi Baladewa."
Sabila tak menggubris suaminya, melanjutkan permainannya. Renner hanya menghela nafas. Keinginan istrinya sudah hampir tak bisa ia tolak. Karena Sabila tak pernah merepotkan dirinya, jadi keinginan-keinginan kecil seperti ini, Renner harus mengalah.
"Yaudah, main deh. Sampe 11.15 yaa." tawar Renner, lantas merebahkan diri, menaruh kepalanya di paha Sabila meski rebutan tempat dengan gitarnya.
"He-emm. Ini kamu ngapain sih? Bukannya nggak enak posisi nya?" tanya Sabila. Perutnya memang belum terlalu besar, tapi bukan berarti ia tak punya baby bump.
"Biariiiin. Mau kayak gini. Deket sama kamu, deket sama adek." jawab Renner, menolehkan kepalanya lalu mencium perut Sabila di hadapannya. Kemudian ia lanjut membuka ponsel, scrolling medsos tanpa tujuan.
Jika Sabila sangat santai dengan kehamilannya, Renner justru sebaliknya. Tak hanya overprepared—membawa ini itu di mobil ketika mereka pergi, Renner juga sedikit over posesif. Entah mengapa, di mata Renner, Sabila yang berbadan dua jadi jauh lebih cantik, lebih mempesona, lebih segalanya. Dan ia yakin kalau laki-laki lain melihat hal yang sama.
Alhasil, Sabila ia tempel kemana-mana. Kecuali di Rumah Sakit pada saat ia bekerja, Renner pasti selalu menunjukkan afeksi fisik yang berlebihan. Istrinya selalu ia gandeng, rangkul, peluk, apapun, yang penting ada anggota tubuhnya yang bersentuhan dengannya. Seperti malam ini, ia memaksa tiduran di paha Sabila, padahal juga tak ada orang lain. Renner ingin Sabila tahu bahwa istrinya itu hanya miliknya seorang (as if, Sabila belum tahu).
Sabila menyudahi permainan gitarnya. Lalu ikut bersantai, bermain ponsel seperti suaminya.
Tak lama memandang ponselnya, tiba-tiba, "Eh, Mas..! Ada Playland Festival ini, Dewa manggung. Nonton yuk?!" seru Sabila setelah melihat iklan salah satu konser di Jakarta.
"Hah? Caca, kamu gila? Ya enggak lah!" tolak Renner.
"Iiih.... beli yang tribun aja... aku mau nonton konser, Maaaas." ucap Sabila merajuk.
Renner menoleh ke atas, melihat mata Sabila yang penuh harap.
"Si adek mau nonton ini..." pinta Sabila sambil mengambil tangan Renner dan ia taruh di perutnya. Sialnya, si calon bayi bereaksi setuju.
"Ah...elah. Tapi kamu selama di sana, nurut ya sama aku? Aku suruh duduk kamu duduk?" tanya Renner.
"Iyaaa...tapi nggak selalu duduk kan? Masa nonton Dewa duduk terus??" tawar Sabila.
![](https://img.wattpad.com/cover/365893227-288-k993433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
Ficción GeneralOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.