2. Latihan Band

36 16 7
                                    

"Besok ada latihan, loh. Jangan lupa, ya."

Keduanya sama-sama termasuk ke dalam anggota band yang bernama The Uncalled Five Mates. Band ini merupakan band unggulan SMAN 12. Band ini sudah ada sejak 10 tahun lalu, tetapi baru kembali aktif sekitar 2 atau 3 tahun terakhir. Amira dan Jembara memutuskan untuk mengikuti band ini karena keduanya merasa tidak tau harus masuk ke ekstrakulikuler yang mana, karena di SMANSA banyak sekali kegiatan ekstrakulikuler yang dapat diikuti.

Di The Uncalled Five Mates, Jembara menempati posisi vokalis sekaligus gitaris, sedangkan Amira menempati vokalis utama. Keduanya ditemani oleh 3 orang lainnya, yaitu Wisnu Adinugroho, yang berperan sebagai Drummer, Jerion Bintang Samu sebagai Gitaris, dan Davino Aligra Nakamura sebagai pianis.

Kelimanya sangat cocok bersama dalam The Uncalled Five Mates. Mungkin Tuhan memang berniat menyatukan mereka.

Kembali pada keadaan saat ini, Amira berdecak malas. Peringatan dari Jembara yang sudah masuk ke telinga Amira untuk kesekian kalinya itu membuatnya bosan. Apa tidak ada hal lain yang mampu Jembara sampaikan sampai-sampai peringatan itu yang selalu disampaikannya?

"Iya, Bara. Kamu bawel banget. Aku nggak lupa, kok."

Giliran Jembara yang berdecak malas. Sambil mengunyah keripik kentang yang Amira sediakan, netra serigalanya menatap Amira yang kini melupakan tayangan series yang sedang terputar di televisi karena asyik bermain ponsel hingga terkekeh-kekeh sendiri layaknya orang tidak waras.

"Ya, kamu, kan, emang pelupa. Aku nggak mau sampe besok kamu malah pergi jalan sama pacarmu dan ngelupain schedule latihan kita."

Terdengar nada kesal dalam ungkapan itu. Amira menangkapnya, tetapi tidak begitu menghiraukannya. Jembara memang seperti itu. Nampak terlihat kesal jika membahas kekasih Amira yang memiliki nama lengkap Haridra Kalingga itu.

Amira menutup ponselnya dan menyimpannya ke meja. Kemudian tatapannya ia pusatkan pada sosok jembara yang kini masih menatapnya tajam.

"Nggak akan, Bara. Nggak usah khawatir. Lagian, lebih enak pacaran abis latihan, kok, soalnya nggak akan di terror kamu terus."

"Emang besok mau pacaran lagi?"

Mendengarnya, Amira terkekeh-kekeh. Jembara nampak tidak percaya jika agenda sepasang kekasih pasti tidak jauh dari yang namanya pacaran alias kencan. "Ya, mau, lah. Aku mau library-date sama Haridra."

"Dih, gaya banget library-date."

"Emang kenapa, sih? Kamu pasti iri, kan, soalnya nggak ada yang bisa kamu ajak kencan? Audya gimana? Kayaknya dia udah males, sih, pedekate sama kamu soalnya kamu kayak nggak ada pergerakan."

Tidak terdengar tanggapan apapun dari lawan bicara, Amira mengangkat alisnya heran. Dilihatnya Jembara yang hanya terdiam sambil menatap lurus ke arah televisi yang menyala. Raut wajah pemuda itu nampak murung saat Amira membahas tentang Audya, gebetan Jembara yang berada di sekolah yang sama dengan Haridra.

"Bar?" panggil Amira.

Hanya gumaman singkat yang Amira dapatkan sebagai jawaban. Mendengarnya, Amira merasa sedikit bersalah. Sejujurnya, ia juga tidak begitu tahu, sih, bagaimana kondisi hubungan Jembara-Audya saat ini. Terakhir kali Amira tahu mengenai persoalan tersebut itu sekitar beberapa minggu ke belakang.

"Aku minta maaf kalo sekiranya perkataanku ada salah. Kamu kenapa, sih? Aku bahas Audya, kok, murung?"

Kepala pemuda itu menoleh dan netra tajam itu kembali menatap Amira. "Kenapa minta maaf?"

"Ya, kamu jadi murung gitu. Aku takut kamu kesinggung sama kata-kata aku."

"Nggak, lah," tukas Jembara cepat. "Aku cuman lagi merenung aja. Aku juga jadi ngerasa bersalah sama Audya soalnya beberapa minggu terakhir aku nggak ada pergerakan lagi buat deketin dia."

"Ya udah, besok aja dia kencan aja. Dia pasti seneng." Amira memberi saran. Sebagai sesama perempuan, Amira memgerti bagaimana perasaan Audya. Amira juga pernah di posisi Audya, mendapat ketidakjelasan dari sosok Haridra Kalingga, ya, walau pada akhirnya pemuda jangkung itu meresmikan hubungan keduanya juga.

"Ada saran aku harus ajak dia ke mana?"

Amira terdiam, memikirkan saran yang cocok untuk Jembara. Sampai akhirnya satu ide terlintas di benak Amira yang menurutnya sangat cocok dengan keduanya.

"Kamu ajak dia movie-date aja. Kalian berdua, kan, sama-sama suka nonton. Kamu ajak dia ke bioskop, abis itu jajanin dia sepuasnya. Jangan lupa beliin hadiah juga, pasti Audya seneng banget, tuh. Kamu, kan, banyak uang."

Mendengar kalimat terakhir, Jembara terkekeh dibuatnya. Raut wajah pemuda itu nampak kembali cerah. "Oke. Aku approve saran kamu. Makasih, Amira."

"No problem, Jembara."

**

Studio band milik SMAN 12 kini tengah digunakan oleh Jembara, Amira, dan kawan-kawan. Sudah satu jam lamanya mereka berlatih, tetapi nampaknya kelima orang di ruangan ini belum memiliki keinginan untuk menghentikan proses latihannya. Namun, tidak heran juga karena mereka berlatih untuk perlombaan yang akan mereka itu satu setengah bulan lagi. Dan perlombaan ini merupakan perlombaan terakhir mereka karena setelahnya mereka dituntut fokus belajar untuk menghadapi ujian-ujian sekolah yang menanti, serta ujian masuk ke perguruan tinggi.

Ketika jarum pendek jam menunjuk pada angka sepuluh, Amira menghentikan aksi menyanyinya karena si Guitarist band alias Jembara menghentikan kegiatan memetik senar-senar pada gitarnya. Pemuda itu terlihat menyimpan gitarnya ke tempat asal lalu menghela napasnya panjang. Melihat itu, sontak Amira (diikuti yang lain) menatap Jembara.

"Istirahat dulu gimana? Nanti pulang sekolah kita lanjut latihan," ujarnya sambil menatap satu persatu teman-temannya, termasuk Amira.

"Oke, Bar. Lagian kita juga udah lumayan perfect, kok." Si Pianist menimpali, Davino namanya.

Jembara menganggukkan kepalanya. Lelah nampak begitu melekat di wajah pemuda itu. Jembara nampak tertekan sekaligus kelelahan akibat sibuk mengurusi banyak hal yang berkaitan dengan band yang ia hidupkan ini.

Mereka membereskan alat-alatnya dan menyimpannya dengan rapi di tempat semula. Amira dan Jembara menjadi yang paling terakhir keluar ruangan karena keduanya memilih untuk mengobrol dahulu.

"Nggak bisa besok aja?" celetuk Amira, bertanya perihal latihan band yang Jembara putuskan untuk dilanjut sepulang sekolah.

"Hm?" Jembara menoleh sejenak dari kegiatan mencatat sesuatu di kertas A4 itu. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa, sih."

Seakan peka, Jembara terkekeh-kekeh kecil. Kini Amira menjadi pusat perhatiannya. "Karena kencan kamu bakalan batal pulang sekolah nanti?"

Amira menatap Jembara. Kepalanya menggeleng pelan. "Nggak, kok."

"Jujur aja, Amira. Aku tahu kalo kamu pengen banget kencan itu. Maaf, tapi pulang sekolah nanti kita harus latihan soalnya lomba kita, kan, juga udah deket."

"That's fine. Aku bisa batalin ke Haridra, kok."

Setelah itu, Amira berpamitan untuk kembali ke kelas terlebih dahulu. Sejujurnya, Amira agak kesal mengingat kencan yang sudah ia idam-idamkan gagal begitu saja sebab latihan band yang tak bisa ia hindari. Namun, mau bagaimana lagi. Amira juga tidak sampai hati memaksa Jembara untuk mengubah schedule latihan pulang sekolah nanti hanya karena agenda kencannya bersama Haridra.

When The World Stops [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang