Beberapa hari kemudian, sampailah pada hari di mana proses persidangan dilakukan. Amira tentu datang ke pengadilan karena bagaimanapun ia merupakan korban dan ia merasa bahwa ia sudah cukup mampu untuk datang ke sana, dan mungkin bertemu dengan Jembara. Tadinya, ia tidak akan datang, mengingat ia masih belum yakin apakah dengan melihat Jembara akan membangunkan traumanya atau tidak, tetapi rasanya saat Amira pikirkan lagi, lebih baik ia datang.
Ditemani oleh keluarga termasuk Haridra, Amira datang ke Pengadilan Negeri dengan berbagai pikiran-pikirannya yang berkecamuk di kepala. Amira sendiri masih ada rasa takut jika ia di salahkan, disudutkan, atau orang-orang mungkin akan membela Jembara dibanding dirinya. Namun, berkat dukungan Mama, Papa, Januar, dan Haridra, bahkan jugaa Chandra dan Wenda serta pengacara Amira, ia merasa bahwa ia akan baik-baik saja selama proses persidangan.
"Aku dge-degan," gumam Amira kepada Haridra yang berada di sebelahnya.
Haridra tersenyum. "It's okay, it's fine. Semuanya bakalan baik-baik aja hari ini, Sayang."
Amira dan yang lain sudah duduk di belakang ruang sidang, agak jauh dari meja pengacara. Pun begitu dengan pendukung dari pihak Jembara. Terlihat Chandra dan Wenda duduk di sebelah kanan barisan. Dapat Amira lihat bagaimana wajah keduanya yang nampak berusaha tegar tetapi Amira tahu ada perasaan takut, kecewa, dan marah yang mungkin keduanya pendam.
Persidangan akan segera dimulai. Amira diminta untuk beralih duduk di kursi dekat meja saksi dengan ditutupi oleh pembatas yang tidak memungkinkan siapapun untuk memberikan penekanan kepada Amira. Tidak lama, Jembara juga masuk ke ruangan dan duduk tepat di hadapan meja hakim. Kemudian masuklah para pimpinan sidang dengan setelan jas rapinya yang siap untuk memimpin persidangan hari ini. Amira sangat gugup, jantungnya berdegup kencang sekali. Namun, ia mencoba untuk merilekskan dirinya dengan mengepalkan tangannya, seraya ia bisikkan kata-kata penenang pada dirinya sendiri.
Pemimpin Sidang nampak memeriksa selembar kertas yang isinya adalah agenda sidang pada hari itu. Pemimpi Sidang itu kemudian mengetukkan palunya sebanyak 3 kali pertanda sidang akan dimulai. Situasi di ruangan itu cukup hening. Yang terdengar hanyalah suara pendingin ruangan sebelum Pemimpin Sidang membuka suaranya. Orang dengan jas hitam rapi itu menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan sidang itu; proses, menetapkan aturan, memeriksa kehadiran, dan sebagainya.
Tibalah saatnya bagi pengacara pihak korban menyampaikan pernyataan awalnya. Hakim mempersilakan perempuan muda bernama Andini---Amira kerap memanggilnya Kak Andin---untuk membuka suaranya.
"Baik. Terima kasih kepada Yang Mulia Hakim telah memberikan saya kesempatan untuk menyatakan pernyataan awal saya untuk mewakili korban.
Yang Mulia Hakim, dan semua yang hadir di sini, saya Andini Saphira, dan saya mewakili Amira Candramaya dalam perkara ini. Kami berada di sini untuk mencari keadilan atas tindakan pelecehan seksual yang dialami klien saya, Amira Candramaya, yang terjadi pada 16 Februari 2024.
Kasus ini bermula ketika pada malam itu, korban yang berusia 18 tahun sedang berada di rumah korban tanpa ditemani siapapun ketika pelaku, Jembara Abimanyu, datang dan melakukan tindakan yang sangat tidak pantas.
Kami akan menunjukkan bukti yang jelas, termasuk kesaksian korban yang dapat memberikan keterangan terkait kejadian tersebut. Bukti-bukti ini akan menggambarkan bagaimana pelaku melakukan aksinya dan dampak fisik serta emosional yang dialami oleh korban akibat tindakan tersebut.
Kami meminta kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan dengan serius bukti-bukti yang akan disampaikan, dan kami berharap keadilan dapat ditegakkan untuk korban yang telah menderita akibat tindakan pelaku. Terima kasih."
Andiri mengakhiri penyataannya kemudian kembali duduk di kursinya. Hakim nampak menganggukkan kepalanya mendengar pernyataan dari Andini sebagai wakil dari Amira. Selanjutnya, hakim mempersilakan pengacara Jembara untuk menyampaikan pernyataan awalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The World Stops [Segera Terbit]
Teen FictionAmira Candramaya tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi korban kekerasan seksual oleh teman karibnya sendiri, Jembara Abimanyu. Kehidupannya yang semula tersusun rapi dan apik, kini berantakan dan berceceran. Amira tidak tahu harus bagaiman...