[peringatan! Bahasa kasar]
"Asem banget wajah lo."
Jembara tidak mengubris ejekan yang dilontarkan oleh Jendral itu. Saat ini, Jembara tengah mati-matian menahan emosinya agar tidak meledak begitu saja. Entahlah, emosinya saat ini terasa sedang berada dipuncaknya. Layaknya gunung berapi aktif; dapat memuntahkan laharnya kapan saja.
"Kenapa, sih?" Mahesa bertanya dengan sedikit kesal, mungkin karena Jembara sama sekali tidak membuka suaranya. "Kalo ada apa-apa, tuh, cerita."
"Gue kesel, Bang," ungkap Jembara. Pemuda itu nampak frustasi hingga mengusap wajahnya kasar. "Gue frustasi, gue cemburu, Bang. Gue cemburu karena Amira sama Haridra udah pelukan. Dia curi start dan gue kalah..."
Suara Jembara terdengar menggantung, lagi-lagi Jendral dapat menyimpulkan konklusinya. "Dan lo maunya Amira itu pelukannya sama lo doang? Gitu, kah"
"Katanya lo suka Audya, lo gimana, sih? Jangan plin-plan jadi cowok, Bar." Yudha menatap Jembara serius. "Lo kalo emang suka Amira, ya, tunggu sampe dia putus sama Haridra. Kalo lo mau yang ekstrim, ya rebut aja sekalian. Nggak usah nanggung. Tapi kalo lo maunya sama Audya ya perjuangin dan lupain Amira. Jangan mainin hati orang lain."
"Gue nggak tau.. gue suka Audya, tapi gue juga susah buat lupain dan lepasin Amira. Gue nggak ngerti sama perasaan gue, Bang..." Jembara menyuarakan isi hatinya dengan lirih. Pemuda itu benar-benar bingung dengan perasaannya.
"Lo nggak suka Audya." Kevin menyahuti. Pemuda itu mematikan rokoknya dan menatap pada Jembara. "Lo cuman jadiin dia pelarian aja. Lo cuman jadiin dia objek buat lo lupain Amira."
"Nggak. Gue---"
"Bener kata Kevin. Kalo lo emang suka sama Audya, lo bakalan lakuin apapun buat bikin hati lo hapus nama Amira di sana. Lo bakalan berusaha buat try to fall in love with Audya. Tapi gue nggak liat effort lo, Bar. Lo tadi bacot kalo lo ngajak Audya jalan, berusaha buat pendekatan. That's bullshit. Lo cuman pengen keliatan ada pergerakan fisik aja, tapi hati? Nol persen."
Jembara yang mendengarkan itu hanya diam. Diam dan membenarkan dalam hati. Mengajak Audya untuk menonton di bioskop adalah hal yang Amira perintahkan. Maka Jembara pikir, dengan begitu Amira tidak akan mengetahui bahwa ia mencintainya karena hubungannya dengan Audya terlihat ada sedikit pergerakan.
Jembara hanya ingin terlihat mematuhi perintah Amira saja. Tidak lebih.
Tidak pernah sekalipun jantung Jembara berdetak keras ketika bersama Audya. Jantungnya akan berdetak dua kali lipat lebih cepat saat bersama Amira. Jembara tidak merasakan adanya getaran aneh pada hatinya saat Audya memegang tangannya atau memeluk tubuhnya di atas motor. Tidak. Jembara tidak merasakan itu.
Tidak saat seperti Amira yang melakukannya dahulu.
"Bayangin kalo Audya tahu hal ini, Bar. Lo bayangin sesakit apa pas dia tahu kalo dia cuman lo jadiin objek move on aja."
**
"Eh, gue cabut duluan, ya. Ada urusan penting."
Jembara berujar pada Jerion, Davino, dan Wisnu yang kebetulan masih berada di posisi masing-masing dengan alat musik di tangan. Keempatnya tadi tengah pemanasan untuk latihan lagi sambil menunggu Amira yang tengah rapat OSIS dadakan.
"Mau ke mana lo? Latihannya juga belum, Bar," sahut Wisnu dengan tatapan malasnya.
Cengiran Jembara terlihat. "Sorry banget, gue mau ada urusan dulu sama Audya. Bentar, kok. Gue nanti balik lagi ke sini."
"Bener lo cuman bentar?" Davino menatap Jembara skeptis. "Gue nggak yakin, sih, tapi ya udah. Pergi aja nggak pa-pa."
"Oke, sip. Gue janji cuman bentaran doang."
KAMU SEDANG MEMBACA
When The World Stops [Segera Terbit]
Teen FictionAmira Candramaya tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi korban kekerasan seksual oleh teman karibnya sendiri, Jembara Abimanyu. Kehidupannya yang semula tersusun rapi dan apik, kini berantakan dan berceceran. Amira tidak tahu harus bagaiman...