"Kak, udah siap?"
Amira yang tengah merapikan rambutnya menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Januar, adiknya, tengah melongokkan kepalanya di pintu kamar Amira.
"Udah. Nanti Kakak nyusul ke bawah, ya."
Januar hanya membalasnya dengan anggukan. Setelah itu, pintu kamar kembali ditutup meninggalkan Amira yang masih menghadapkan wajahnya ke cermin. Tidak. Amira tidk sedang berkaca untuk bersolek. Ia hanya sedang memikirkan apa yang akan terjadi hari ini?
Hari ini adalah hari di mana Jembara akan bebas dari penjara. Ya, lima tahun sudah berlalu pasca kejadian yang sangat-sangat kelam bagi sejarah hidup Amira. Tidak mudah Amira melewati semuanya, walaupun ada banyak orang yang mendukungnya. Butuh waktu lama bagi Amira untuk benar-benar memaafkan semuanya, termasuk Jembara, dan butuh waktu yang lama juga baginya untuk bertemu dengan Jembara.
Rencananya, hari ini ia dan keluarganya akan pergi ke rumah Jembara untuk menyambut kepulangan pemuda itu. Amira sudah pernah bertemu dengan Jembara sebelumnya, kalau Amira tidak salah ingat, ia berani untuk menemui Jembara di tahun ke-2 sahabatnya itu dikurung di balik jeruji besi. Tidak sering Amira berkunjung ke sana, terakhir kali ia mengunjungi Jembara adalah enam bulan lalu.
Amira menghela napas. Ia menyemangati dirinya sendiri dan berusaha untuk berpikir positif bahwa apapun yang terjadi hari ini pasti hal-hal baik. Tubuhnya berdiri, beranjak dari duduknya. Langkah kakinya ia bawa untuk keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Dilihatnya semua orang sudah bersiap, termasuk Haridra juga ada di sini. Oh, jangan lupakan Abirru, bayi laki-laki yang telah Amira lahirkan ke dunia dan kini sudah bersama dengan keluarga barunya.
Abirru Sadina Abra, nama lengkapnya. Amira memutuskan untuk menyerahkan bayi tersebut untuk diadopsi oleh sepasang suami istri yang memang sedang menantikan buah hati. Dengan persetujuan Jembara, Abirru yang kini telah berusia 5 tahun itu nampak aktif dan lincah tengah bermain bersama Januar. Amira menyungginkan senyuman melihatnya. Hatinya menghangat.
"Yuk, kita ke rumah Mama Wenda. Katanya, Papa Chandra dan Jembara udah mau sampai."
Tanpa menunggu lama, segera mereka pergi ke kediaman Jembara. Dilihatnya Wenda sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan penuh antusias.
"Makasih, ya, udah mau dateng nyambut Jembara," ujar Wenda kepada Amira.
Amira tersenyum. "Dengan senang hati, Mama Wenda. Aku sama Jembara kan udah baikan," candanya.
Mendengar hal itu, semua orang yang ada di sana tersenyum. Tidak lama, terdengar suara klakson mobil yang menandakan seseorang sudah hadir. Buru-buru mereka membawa kue juga confetti ke luar rumah. Saat Jembara dan Chandra baru saja keluar, keduanya dihadiahi ledakan confetti diiringi dengan ucapan, "Selamat datang kembali di rumah, Jembara!"
Di antara semua yang kini menyunggingkan senyuman lebarnya, Amira yang berdiri paling belakang hanya tersenyum simpul. Ia senang Jembara sudah kembali. Sahabatnya sudah kembali ke rumahnya. Amira juga senang sekali melihat orang-orang di sini berbahagia, apalagi Mama Wenda. Perempuan itu menangis haru sambil memeluk Jembara erat. Pada posisi itu, entah sengaja atau tidak, Amira dan Jembara bertatapan mata.
"Gimana keadaan kamu, Mira?"
Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan Jembara saat keduanya duduk di sebuah bangku sambil melihat orang-orang bercengkrama dan saling melemparkan kelakar.
"Aku.. baik. Kamu gimana? Seneng, ya, udah balik lagi ke sini?"
Anggukan kecil Jembara berikan. "Aku seneng bisa balik lagi ke sini. Ke rumah. Juga, aku seneng kamu keliatan baik sekarang. Aku juga seneng bisa liat Abirru yang ternyata dia dijaga dengan baik, Mira."
Keduanya menatap Abirru yang kini tengah berada dalam gendongan Chandra. Balita itu nampak belepotan karena kue coklat yang tengah dikunyahnya dengan lahap.
"Aku juga seneng Abirru punya kehidupan yang layak. Tante Putri dan Om Dimas beneran sayang banget sama dia."
Amira tidak menyangka bahwa semuanya bisa kembali membaik seperti semua. Hal-hal yang telah dilaluinya benar-benar telah membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi sosok Amira yang lebih baik. Kehidupannya yang semula Amira anggap sudah berhenti total, ternyata tidak. Amira bisa melanjutkan penataan hidupnya walaupun sempat terhenti beberapa saat.
Pun dengan sosok di sampingnya, Jembara. Laki-laki yang telah Amira kenal sejak sekolah dasar itu juga nampak tumbuh dan berkembang dengan baik. Amira senang melihat Jembara sudah sangat dewasa dan tetap baik seperti Jembara yang dulu dikenalnya. Walaupun Amira tidak bisa memungkiri bahwa kejadian kelam itu masih menghantuinya, tetapi setidaknya ia sudah memiliki kontrol yang baik terhadap hal itu.
"Ke sana, yuk? Kita main sama Abirru. Mau nggak?"
Amira mengangguk. "Boleh, Bara."
Tidak pernah ada yang mudah dalam hidup Amira, tetapi rasanya saat-saat seperti ini membuat Amira jauh lebih tenang dan merasa mudah dalam menghadapi kehidupannya; untuk kejadian-kejadian yang masih dirahasiakan semesta untuknya. Apapun itu.
Selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The World Stops [Segera Terbit]
Teen FictionAmira Candramaya tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi korban kekerasan seksual oleh teman karibnya sendiri, Jembara Abimanyu. Kehidupannya yang semula tersusun rapi dan apik, kini berantakan dan berceceran. Amira tidak tahu harus bagaiman...