Jangan Ya Pah, Ya !🆕

1.2K 17 0
                                    

Kupacu motorku dengan cepat agar sampai di rumah. Aku sudah tak tahan untuk menyalurkan hasratku kepada putra bungsuku. Entah sejak tadi siang aku terbayang-bayang akan tubuhnya, kedua buah pantatnya yang besar. Ugh dapat kurasakan kenyalnya saat kuremas seperti sedang meremas adonan roti, jeritan-jeritan kecilnya, pipinya yang memerah saat kutempelkan batangku kelubang silitnya. Aku ingin melakukannya lagi malam ini.

Saat sudah tiba di rumah, kubuka pintu depan, dan disitu aku langsung bertemu dengan putra bungsuku di ruang tamu, Rano namanya. Ia langsung terkejut dan menundukkan kepalanya.

"A..ayah sudah pulang?"

Kudekati telinganya dan berbisik, "Apa kabar...sa...yanghh..?" sambil tanganku meraih pinggangnya dan perlahan turun ke pantatnya seraya meremasnya.

Bongkahan pantatnya langsung menegang dan tubuhnya menjadi kaku, ia terlihat gelisah menoleh ke kiri dan ke kanan.

"Kamu pake CD warna apa hari ini?" dia diam saja.

"Jangan-jangan gak pake yah..." ucapku dengan nada menggoda dan hendak menjamah selangkangannya.

Sayangnya kudengar langkah orang datang mendekat.

"Ayah sudah pulang?"

Aku segera melepas pelukanku dari Rano dan bercipika-cipiki dengan istriku yang menyambut kedatanganku. Rano buru-buru pergi dari situ, melewati diriku sambil meninggalkan aroma wangi shampoo yang menggairahkan. Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku.



Pada jam 6 sore, istriku memanggil diriku dan Rano untuk keluar makan malam. Aku dan istriku telah duduk di meja makan, menanti kedatangan Rano.

"Ranoo! cepet kemari, nanti masakannya jadi dingin." panggilku.

Tak lama kemudian Rano datang dengan langkah enggan seolah ia tidak ingin hadir disana.

"Rano, ayo duduk disini di sebelah ayah..." panggilku lembut.

Putraku berjalan tertunduk, menarik kursi di sebelahku dan duduk mengambil posisi agak menjauh dariku. Sementara itu istriku berada disisi lain berseberangan dengan kami.

"Ayo kita makan.... Rano bagikan nasinya untuk ayah dan ibu." pintaku.

Rano tak berkata apa-apa seraya berdiri mengambil bakul berisi nasi putih mengepul dan membagikannya untuk kami berdua dan terakhir dirinya. Saat ia berdiri kuperhatikan kedua bongkah pantatnya yang tertutup celana bola hitam putih.

"Luar biasa," pikirku.

Kulihat garis tipis membentuk segitiga tercetak di celananya. "Aku akan bersenang-senang malam ini..."

Setelah setiap piring kami terisi nasi putih, aku mengambilkan sepotong ayam untuk istriku dan Rano serta diriku.

"Terima kasih sayang," ucap istriku.

Aku menjawab dengna senyuman.

"Rano, kamu gak bilang terima kasih ke ayah?"

"Terima kasih, ayah," ucapnya pelan.

"Kamu sakit, No?" tanya istriku.

"Gak apa-apa, bu. Ayo makan yuk." jawabnya sambil menyendok sayur asam dari mangkok putih besar untuk mengalihkan perhatian.

Pada saat kami mulai bersantap dan istriku bercerita tentang tetangga sebelah yang baru saja membeli mobil. Tangan kiriku bergerak merayapi paha putraku dan mengelusnya perlahan. Baru sebentar ia kujamah, Rano berdiri dan berjalan menjauh pura-pura mengambil botol air dingin yang ada di kulkas di belakang istriku. Saat ia sedang tidak ditempat, kutarik bangkunya agar duduknya semakin dekat denganku. Ketika ia kembali ke bangkunya, ia berdiri diam sesaat melihat bangkunya sudah berada tepat di sebelahku. Mau tak mau ia pun terpaksa duduk tepat di sampingku. Kami kembali melanjutkan menyantap makanan.

Bapak MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang