Seperti biasa, saya telah melolosi semua pakaianku dan berbaring telanjang bulat dengan nyaman. Bahkan saya tak ingin sehelai selimut pun menutupi tubuhku. Rasanya nyaman sekali dapat bebas dari belenggu pakaian yang harus kukenakan dari pagi sampai malam.
Dengan cepat, saya terlelap tak menyadari bahwa sesosok bayangan pelan-pelan memasuki kamarku dan berdiri di sisi ranjangku. Tubuh telanjangku menjadi menu utama matanya. Saya baru tersadar ketika dia menepuk-nepuk pipiku dan membangunkanku. Begitu kedua matau terbuka, kulihat Ayahku berdiri menatap ketelanjanganku. Meskipun keadaan di kamarku remang-remang, namun cukup jelas untuk melihat segala sesuatu. Malu sekali, cepat-cepat kututupi kontolku yang setengah ngaceng dengan tanganku.
'Astaga, sudah berapa lama dia melihat tubuh telanjangku?' pikirku, wajahku memerah seperti kepiting rebus.
"Tak perlu malu, anakku." katanya, duduk di sisi ranjang.
Satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhnya hanya celana dalamnya yang agak terlihat usang. Bercak kekuningan nampak di bagian depan celana dalamnya di mana kontolnya mulai mendesak ingin keluar. Astaga, Ayahku ereksi melihat tubuhku!
"Kamu cakep sekali, anakku." katanya lagi, tangannya mulai membelai-belai bahuku.
"Ayolah, jangan kau tutupi kemaluanmu. Biarkan Ayah melihatnya. Ayo."
Dengan lembut, dia berusaha menyingkirkan tanganku agar kontolku terekspos. Saya tak tahu harus berbuat apa selain membiarkannya.
"Anak Ayah sudah besar, yah." komentarnya saat melihat kontolku mulai ngaceng.
"Bulu-bulunya lebat sekali." tambahnya lagi saat melihat bahwa dasar kontolku ditutupi bulu jembut yang rindang seperti hutan Amazon.
Saya tahu apa yang sedang Ayahku lakukan. Dia ingin merayuku. Dia ingin mengajakku untuk tidur dengannya. Dia ingin bersetubuh denganku. Agak ragu, saya berkata.
"Jangan,Yah." Kurasakan tangannya yang kasar membelai-belai kontolku.
"Kumohon,Yah. Jangan." mohonku lagi.
Sebagian diriku memang ingin sekali bercinta dengannya, tapi sebagian lagi melarang. Incest itu salah dan dosa, apalagi incest yang satu ini melibatkan hubungan sesama jenis. Insting moralku memaksaku untuk menolak rayuan Ayahku.
"Jangan takut, anakku. Ayah takkan menyakitimu. Ayah hanya ingin bersamamu. Andai saja kau tahu betapa sendirinya Ayah selama bertahun-tahun." Sahutnya dengan nada sedih yang mendalam.
"Alasan Ayah tak menikahi wanita lain karena Ayah sayang padamu. Ayah sengaja menunggu,sampai kamu cukup umur. Sekarang kamu sudah berumur 17 tahun, anakku."
Kulihat jam weker di meja kecil yang terletak tepat di samping ranjangku. Jam itu menunjukkan pukul 12 lewat 55. Itu berarti, sudah 55 menit lamanya saya berumur 17 tahun.
"Ayah punya sebuah hadiah ulang tahun untukmu, anakku."
Dengan itu, dia berdiri. Kemudian tanpa malu, Ayahku mulai melepaskan celana dalamnya. Saya hanya dapat menatap kontolnya dengan pandangan tak berkedip, takjub sekali. Kontol Ayahku indah sekali, panjangnya nyaris 20 cm, keras seperti baja, dan ukuran kepala kontolnya besar sekali. Bulu jembutnya tak selebat punyaku, mungkin kebanyakkan rontok.
"Kenapa Ayah menunjukkan batang Ayah padaku?" tanyaku keheranan.
Seharusnya saya memalingkan mukaku, namun tak kulakukan. Mataku terpaku pada kontolnya yang menjulang tinggi di depanku. Saya ingin melihat kontol Ayahku! Entah kenapa, kurasakan gairah yang bergelora di dalam diriku. Tanpa sadar, tanganku meraih ke depan dan menggenggam kontolnya. Aaahh.. Rasanya hangat dan keras. Kontol itu terasa amat hidup, berdenyut-denyut dengan nafsu birahi.