Bukan salahku kalau aku masih menggebu-gebu dalam berhubungan seks. Dan bukan salahku pula kemudian aku mencari pelampiasan pada pria-pria muda di luar, untuk memenuhi hasrat seks-ku yang kian menggebu di usia kepala 3 ini.
Namun sepandai-pandainya aku berselingkuh akhirnya ketahuan juga. Istriku marah bukan kepalang memergoki aku berpelukan dengan seorang pria muda sambil telanjang bulat di sebuah motel. Dan ultimatum pun keluar dari istriku. Aku dilarang olehnya beraktivitas di luar rumah tanpa pengawalan. Entah itu dengan istriku ataupun kedua anakku. Tak sedikitpun aku lepas dari pengawasan mereka bertiga. Secara bergantian ketiganya mengawasiku.
Iggar anak sulungku yang baru masuk kuliah dapat giliran mengawasi di pagi hari karena dia masuk siang. Siangnya giliran Bagas yang duduk di kelas dua SMA, untuk mengawasiku. Dan malamnya istriku kena giliran. Tentu saja aktivitas seks-ku pun terganggu total. Hasratku sering tak terlampiaskan, akibatnya aku sering uring-uringan. Memang sih aku bisa onani, tapi kurang nikmat.
Dua minggu berlalu aku masih bisa menahan diri. Sebulan berlalu aku sudah stres berat. Bahkan frekuensi onaniku terus bertambah, sampai pernah sehari 10 kali kulakukan. Tapi tetap saja tak pernah mencapai kepuasan yang total. Aku masih butuh kemaluan laki-laki.
Seperti pada pagi hari Senin, saat bangun pagi jam 8 rumah sudah sepi. Istriku dan Bagas sudah pergi, dan tinggal Iggar yang ada di bawah. Aku masih belum bangkit dari tempat tidurku, masih malas-malasan untuk bangun. Tiba-tiba aku tersentak karena merasa darahku mengalir dengan cepat. Ini memang kebiasaanku saat bangun pagi, nafsu seks-ku muncul. Sebisanya kutahan-tahan, tapi selangkanganku sudah basah kuyup. Aku pun segera melorotkan CD-ku dan langsung menyusupkan dua jari tangan kananku ke lubang anusku. Aku mendesis pelan saat kedua jari itu masuk, terus kukeluar-masukkan dengan pelan tapi pasti. Aku masih asyik, tanpa menyadari ada sesosok tubuh yang sedang memperhatikan kelakuanku dari pintu kamar yang terbuka lebar. Dan saat mukaku menghadap ke pintu aku terkejut melihat Iggar, anak sulungku, sedang memperhatikanku onani.
Tapi anehnya aku tidak kelihatan marah sama sekali, tangan kanan masih terus memainkan kemaluanku, dan aku malah mendesah keras sambil mengeluarkan lidahku. Dan Iggar tampak tenang-tenang saja melihat kelakuanku. Aku jadi salah tingkah, tapi merasakan liang anusku yang makin basah saja, aku turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah Iggar. Anak sulungku itu masih tenang-tenang saja, padahal saat turun dari tempat tidur aku sudah melepas pakaian dan kini telanjang bulat. Aku yang sudah terbuai oleh nafsu seks tak mempedulikan statusku lagi sebagai papanya.
Saat kami berhadapan tangan kanan langsung meraba selangkangan anak sulungku itu.
"Bercintalah dengan Papa, Iggar!" pintaku sambil mengelus-elus selangkangan Iggar yang sudah tegang.
Iggar tersenyum, "Papa tahu, sejak Iggar berumur 17 Iggar sudah sering membayangkan bagaimana nikmatnya kalo Iggar bercinta dengan Papa.."
Aku terperangah mendengar omongannya.
"Dan sering kalo Papa tidur, Iggar telanjangin bagian bawah Papa serta menjilati lubang silit dan kemaluan Papa."
Aku tak percaya mendengar perkataan anak sulungku ini.
"Dan kini dengan senang hati Iggar akan entot Papa sampai Papa puas!"
Iggar langsung memegang daguku dan mencium bibirku dan melumatnya dengan penuh nafsu. Lidahnya menyelusuri rongga mulutku dengan ganas. Sementara kedua tangannya bergerilya ke mana-mana, tangan kiri meremas-remas dadaku dengan lembut sementara tangan kanannya mengelus permukaan kemaluanku. Aku langsung pasrah diperlakukan anakku sedemikian rupa, hanya sanggup mendesah dan menjerit kecil.
•
•
•"Tunggu sayang, biar Papa kulum burungmu itu sebentar."
Iggar menurut, di sodorkan penisnya yang besar dan keras itu ke arah mulutku yang langsung mengulumnya dengan penuh semangat. Penis anakku itu kini kumasukkan seluruhnya ke dalam mulutku sementara anakku membelai rambutku dengan rasa sayang. Batangnya yang keras kujilati hingga mengkilap.