Ada Ayah, Ada Kakek🆕

686 9 0
                                    

Ada pesan dari almarhum ibu sebelum beliau wafat, satu pesan singkat yang sudah lebih dari 2 minggu ini mengganggu pikiranku. Ternyata Ayahku belum wafat, seperti yang ibu katakan semenjak aku kecil setiap kali menanyakan beliau. Berarti aku masih punya Ayah, tapi bagaimana aku mesti mencari dan kemana.

Aku pulang kantor jam 9, disambut Bi Yarti pembantuku.

"Ada tamu mas, dari sore udah nunggu di ruang tamu. "

Kuserahkan kedua tasku, tas laptop dan tas fitness. Aku segera ke ruang tamu, seorang pria setangah baya yang sudah sangat kukenal, kami saling berpelukan.

"Pa kabar Om, wah seneng banget om mau datang jauh-jauh, lagi ga sibuk nih?" tanyaku sambil menggandengnya duduk.

"Kabar baik Gas, kamu sendiri gimana? Om khawatir sama kamu sejak ibumu ninggalin kamu." aku tersenyum kecil.

"Makanya buruan kawin Gas, nunggu apa lagi?"

Yah, kalau melihat keadaanku sekarang di usiaku yang udah ke 30, aku sudah cukup mapan, jabatanku sebagai wakil direktur di sebuah kontraktor cukup bagiku, kurangnya adalah aku Gay.

"Kamu sudah mapan, apa kamu ga ingin berkeluarga?" pertanyaan om Davin membuyarkan pikiranku.

"Ada angin apa nih Om jauh-jauh dari sana ke sini buat menemuiku?" kualihkan pembicaraan.

Tak lama dia mengeluarkan sesuatu dari tas kulit disampingnya.

"Om mau menyampaikan ini, ibumu minta hanya kamu yang buka."

Kuterima amplop putih darinya. Malam itu Om Davin tidak bisa menginap, beliau langsung pamit pulang karena ada rapat besok pagi, aku tidak bisa mencegah sama sekali. Selesai mandi, kubuka amplop yang ternyata berisi selembar surat.

'Bagas sayang, maafin ibu ya ga sempet lihat kamu nikah, ga sempet gendong anak-anakmu.' aku menarik nafas panjang.

'Tapi saat kamu baca surat ini, Ibu hanya bisa tersenyum dari sana memandangmu, tapi dimanapun Ibu, Ibu selalu sayang sama kamu, mungkin sekarang tugas ayahmu menemanimu, ada seorang teman, tanyakan padanya dimana Ayahmu.' tertulis sebuah nama dan alamat, ah syukurlah.

Pagi-pagi segera kutancap gas ke alamat itu, hari ini semua tugas ku kuasakan ke Rima, sekretarisku. Di tangannya semua kerjaan tidak ada masalah, bahkan aku merasa Rima lebih pandai dari aku, masukan darinya sangat membantuku menyelesaikan beberapa hal. Rima sangat cantik, elegan dan smart, tapi sayang aku tidak bisa mencintai dia, meskipun Rima terang-terangan pernah nembak aku.

Beberapa kali bertanya pada orang-orang di jalan, akhirnya aku menemukan alamat rumah itu. Sebuah rumah dinas pemerintah, setelah proses dengan petugas jaga akhirnya aku di ijinkan bertemu pemilik rumah. Ternyata ayahku mantan polisi militer, tapi beliau dikeluarkan karena suatu masalah. Pak Danar, teman ayahku itu tidak cerita masalah apa yang dimaksud.

Oh ya sekilas tentang Pak Danar, di usianya yang sudah kepala 5, masih tampak bugar bahkan otot lengan dan dadanya masih nampak kokoh, walaupun tidak sekekar badanku tapi cukup menggairahkan. Ah, naluri homoku terusik, hanya uban di kepalanya yang jujur tentang usianya. Pak Danar sudah punya jabatan tinggi di pemerintahan, kami cukup lama ngobrol, ternyata orangnya sangat ramah.

Setelah diberi alamat Ayah, aku pamit pulang. Pak Danar sempet memelukku erat dan cukup lama, ah cukup membuatku bingung, aku tidak tau kenapa. Setelah mendapat ijin dari bosku, aku segera terbang ke rumah Ayah. Ternyata Ayah lebih memilih Kalimantan dari pada kembali ke Sumatra. Kenapa ya, apa yang membuat Ayah tidak mau pulang ke Sumatera.

Setelah terbang dan tiba di kalimantan, aku langsung disambut dengan udara panas khas Kalimantan. Dengan taxi aku menuju alamat, cukup mudah dicari. Sebuah rumah yang cukup mewah, tapi apa benar ini tempatnya. Apa Ayahku telah jadi orang sukses disini.

Bapak MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang