O9. Celeste lagi

1.6K 72 0
                                    

Keesokan paginya, SMA Antasena sudah mulai ramai dengan aktivitas pagi seperti biasa. Aleia melangkah pelan menuju kelas, merasa sedikit lelah setelah malam yang panjang, namun hatinya tenang setelah nongkrong seru di kafe bersama teman-temannya. Saat tiba di kelas, hanya ada beberapa siswa yang sudah datang lebih awal. Maureen, Lily, dan Emily duduk di tempat masing-masing, sibuk dengan obrolan ringan.

Aleia berjalan ke tempat duduknya tanpa banyak bicara. Bukan kebiasaannya untuk menyapa atau berbasa-basi, apalagi setelah malam yang cukup melelahkan. Dia lebih memilih duduk diam, menyiapkan diri untuk menghadapi pelajaran pertama.

"Eh, Aleia," panggil Maureen pelan, melirik ke arah Aleia yang tampak agak termenung. "Gimana semalam? Seru, kan?"

Aleia menoleh dan mengangguk. "Iya, lumayan. Gue seneng sih, meski capek juga," jawabnya singkat.

Lily yang duduk di sebelah Maureen langsung menambahkan, "Tapi ada aja ya, Celeste dan gengnya tuh. Nggak capek-capek bikin drama?"

Emily yang duduk di belakang mereka mendengus, "Gue sih nggak heran. Celeste nggak pernah bisa berhenti nyari masalah."

Aleia hanya tersenyum tipis, tapi tidak menanggapi lebih jauh. Dia masih mengingat kejadian di kafe, terutama ketika Celeste, Belicia, dan Lula datang membuat keributan saat Aleia dan teman-temannya sedang asyik mengobrol. Itu membuat suasana yang tadinya menyenangkan berubah jadi tegang.

"Lo denger nggak," bisik Lily sambil mencondongkan badan ke depan, "Katanya si Celeste bakal nyari masalah lagi hari ini."

Aleia mendengarkan tanpa memberikan reaksi berlebihan. "Serius? Masih ada aja dramanya?"

Maureen menggeleng pelan. "Ya begitulah. Gue cuma berharap nggak ada masalah besar."

Bel masuk kelas terdengar, menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai. Semua siswa mulai bersiap-siap. Aleia, yang sudah duduk diam sejak awal, merapikan bukunya dan menatap ke depan kelas, mencoba fokus pada pelajaran.

Namun, di sudut matanya, dia melihat Celeste, Belicia, dan Lula masuk kelas dengan langkah santai, seperti biasanya, tanpa memperhatikan siapa pun. Mereka langsung duduk di kursi mereka di bagian belakang kelas, berbicara keras dan tertawa-tawa seolah tidak ada yang salah.

Aleia menarik napas panjang, mencoba mengabaikan kehadiran mereka. Ia tidak suka terlibat drama, apalagi drama yang melibatkan Celeste dan gengnya. Meski begitu, ada rasa tegang di udara, seolah sesuatu bisa terjadi kapan saja.

Maureen, yang duduk di sampingnya, melirik ke arah Celeste dengan cemas. Lily dan Emily juga tampak sedikit waspada, tapi tetap berusaha untuk tetap tenang.

Aleia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia hanya berharap hari ini bisa berjalan tanpa ada masalah besar. Meski dia tahu, dengan kehadiran Celeste, kemungkinan itu sangat kecil.

...

Malam itu, di dalam kamar yang sunyi, Aleia terbaring di ranjang, menatap langit-langit dengan perasaan yang sulit ia ungkapkan. Kamar itu begitu nyaman, dengan sprei yang membalut tempat tidurnya dengan warna pastel lembut dan dekorasi minimalis yang mencerminkan kepribadian Aleia-atau lebih tepatnya, mencerminkan kepribadian yang seharusnya dimiliki Aleia Christella. Namun, di dalam tubuh ini, adalah dia, Everalda, yang terperangkap dalam dunia novel ini.

Aleia—atau Everalda—menghela napas panjang.

"Apa salah kalau gue menikmati hidup di sini?" bisiknya dalam hati, perasaan bimbang masih menggantung. "Gue punya teman-teman yang baik, dan akhirnya bisa membuka diri dari sikap pendiam gue. Gue nggak kesepian lagi, nggak kayak dulu..."

The Silent InvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang