Di kantin sekolah, suasana mulai kembali ceria setelah kejadian pagi tadi. Aleia, Maureen, Lily, Emily, Kathrin, dan Adelyie sudah duduk di meja yang biasa mereka tempati. Mereka tengah menikmati makan siang dan berbincang-bincang ringan untuk mengalihkan perhatian dari peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Tiba-tiba, Raphael, Jake, Ethan, dan Maverick memasuki kantin. Raphael dan Jake langsung menuju meja yang sama dengan Maureen, Aleia dan teman-temannya, sedangkan Ethan sedikit lebih lambat dan Maverick tetap berada di belakangnya, tampak tidak terlalu bersemangat untuk bergabung.
Raphael duduk dengan tenang, seperti biasa. Sikapnya yang kalem dan acuh tak acuh membuatnya jarang bicara, hanya menyimak percakapan di sekitarnya. Jake dan Ethan yang humoris, sebaliknya, langsung membuka obrolan, membawa suasana jadi lebih hidup. Maverick, di sisi lain, duduk di ujung meja dengan ekspresi dingin dan pendiam, sangat mirip dengan Raphael. Namun, kedua pria itu tampak nyaman dalam kesunyian mereka.
Jake dan Ethan, yang duduk tepat di tengah, saling bertukar pandang sejenak sebelum Ethan membuka percakapan. “Eh, liburan di puncak kemarin seru juga, ya! Gila, gue nggak nyangka bisa ketawa seharian di sana.”
Jake mengangguk sambil tertawa kecil. “Iya, bener banget! Lo liat pas Emily hampir jatuh dari perahu? Itu kayak scene film komedi, sumpah!”
Emily, yang mendengar namanya disebut, langsung memutar matanya sambil cemberut. “Jangan diinget-inget lagi, Jake. Gue udah malu banget waktu itu.”
“Kita semua udah nyangka lo bakal kecebur,” tambah Ethan sambil tertawa keras.
Lily ikut tertawa, mengenang kejadian tersebut. “Gue juga inget! Untung lo selamat, Em.”
Aleia yang duduk di seberang Ethan tersenyum kecil, meskipun pikirannya masih terpecah antara suasana ceria ini dan kejadian pagi tadi saat bertemu Marsha dan Maverick.
Raphael, yang dari tadi duduk diam, hanya tersenyum tipis mendengar percakapan mereka. Dia tetap tenang, sesekali mengangguk mendengarkan obrolan, namun tidak berkomentar banyak. Sifatnya yang selalu kalem dan acuh tak acuh memang membuat dia jarang terlibat dalam percakapan panjang.
Maverick, duduk di sisi lain, hanya melirik sekilas ke arah Jake dan Ethan, tapi tidak menanggapi apapun. Dia tampak lebih fokus pada makanannya, seperti biasa; dingin, pendiam, dan tak banyak bicara. Meskipun dia tampak tak tertarik dengan obrolan tentang liburan mereka di puncak, kehadirannya masih terasa di tengah-tengah kelompok.
Kathrin menatap Maverick sejenak sebelum beralih ke Aleia. “Eh, tapi Maverick nggak banyak ngomong waktu di puncak kemarin. Lo masih diem aja waktu kita main di perahu. Ada apa sih, Mav?” tanyanya mencoba mencairkan suasana.
Maverick hanya mengangkat bahunya sedikit. “Nggak ada. Cuma nggak mood aja.”
Jake tertawa lagi. “Nggak mood? Wah, lo bener-bener misterius, bro. Di puncak lo juga kayak ninja—hilang terus dari radar, sekalinya keliatan lagi sama Aleia.”
Adelyie, yang duduk di sebelah Kathrin, menimpali. “Iya, bener. Lo tuh kayak bayangan. Ada, tapi nggak keliatan!”
Semua orang tertawa kecil, kecuali Raphael dan Maverick yang tetap dengan wajah datar. Maverick hanya tersenyum tipis, sedangkan Raphael seperti biasa, hanya menanggapi dengan anggukan kecil tanpa kata.
Obrolan pun kembali ke liburan di puncak, mereka berbagi cerita tentang api unggun, makan malam bersama, dan bagaimana suasana malam di sana sangat indah. Tapi di tengah kegembiraan itu, Aleia merasa sedikit terganggu dengan kehadiran Marsha dalam pikirannya dan bagaimana Maverick bersikap saat mereka bertemu sebelumnya.
Namun, ia mencoba mengesampingkan perasaan itu dan menikmati momen bersama teman-temannya.
Di sudut kantin, bisik-bisik para murid mulai terdengar semakin ramai. Mereka memperhatikan geng Maureen yang sedang duduk bersama geng Raphael, sebuah pemandangan yang sering mereka lihat, tetapi tak pernah kehilangan daya tariknya untuk dibicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Invasion
Teen FictionKetika Everalda membuka mata dan menyadari dia berada di dunia fiksi ini, hatinya langsung panik. "Ini... di mana gue?" bisiknya sambil mengedarkan pandangan, bingung dengan lingkungan barunya. Suara riuh dari luar ruangan semakin membuatnya penasar...