Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Gideon di kafe, Aleia semakin merasakan jarak yang kian melebar antara dirinya dan Maverick. Setiap kali mereka berpapasan di sekolah, Maverick tampak semakin dingin, seperti ada tembok tak terlihat yang membatasi mereka. Aleia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini semua hanya perasaannya saja, tapi semakin hari, perasaan itu semakin kuat.
Di kantin, saat Aleia duduk bersama teman-temannya—Maureen, Lily, Emily, Kathrin, dan Adelyie—matanya tak bisa tidak melirik ke arah meja di mana Maverick duduk, seperti biasa, sendirian.
Kali ini, yang membuat hatinya semakin berat adalah kehadiran Marsha yang duduk tak jauh dari Maverick, terus mencoba mengajaknya bicara. Maverick, meskipun tetap terlihat acuh, sesekali menjawab pertanyaan Marsha dengan singkat.
Aleia merasakan dadanya sesak. Selalu ada bisik-bisik di sekitarnya setiap kali Maverick dan Marsha terlihat bersama. Seakan semua orang di sekolah mulai menyadari ada yang berubah, dan bisik-bisik itu semakin menegaskan perasaan terasing yang Aleia rasakan. Jarak antara dirinya dan Maverick kini tak hanya terasa secara fisik, tapi juga emosional.
"Lo kenapa, Aleia?" tanya Maureen, memperhatikan sahabatnya yang terlihat lebih banyak diam hari ini.
Aleia tersentak dari lamunannya dan tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Cuma lagi banyak mikir aja."
Maureen mendekatkan wajahnya, lalu berbisik. "Lo kepikiran Maverick, ya?"
Aleia terdiam, tidak menjawab, tapi tatapannya jelas. Maureen bisa membaca sahabatnya lebih baik dari siapa pun. "Kayaknya lo harus mulai move on, deh. Gue tau, Maverick itu orangnya susah dideketin, tapi... lo liat sendiri, kan? Dia makin deket sama Marsha."
Kata-kata Maureen menyentak Aleia. Ia tahu Maureen tidak bermaksud menyakiti perasaannya, tapi kenyataan itu terlalu sulit untuk diabaikan. Maverick semakin sering terlihat bersama Marsha, dan Aleia merasa dirinya semakin jauh dari pria yang dulu sempat mengisi pikirannya.
"Ya, gue tau," jawab Aleia pelan. "Gue juga lagi coba buat nggak terlalu mikirin itu. Tapi, lo tau kan, nggak segampang itu."
Maureen tersenyum simpati, lalu menggenggam tangan Aleia. "Lo bisa, Aleia. Dan inget, lo punya kita semua. Kalo Maverick nggak bisa ngeliat itu, dia yang rugi."
Aleia hanya bisa mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya, perasaan kosong itu tetap ada. Setelah percakapan itu, Aleia memutuskan untuk fokus pada dirinya sendiri, meskipun di sudut hatinya, ia masih merasakan luka akibat jarak yang semakin lebar antara dirinya dan Maverick.
Dan sekarang, bayangan Gideon semakin sering muncul di benaknya. Sikapnya yang tenang, namun misterius, perlahan mulai menarik perhatiannya. Aleia tidak tahu mengapa, tapi setelah pertemuan mereka di kafe, Gideon seolah menyusup ke dalam pikirannya, menawarkan sebuah pelarian dari perasaan yang terjebak dalam hubungan yang tak pasti dengan Maverick.
...
Siang itu di kantin, di waktu yang sama. Suasana mulai ramai dengan murid-murid yang makan siang dan berbincang. Namun, tiba-tiba suasana di kantin menjadi tegang ketika Belicia, Celeste, dan Lula mendekati meja mereka.
Belicia, yang sudah lama tidak menyukai siapa pun yang mendekati Maverick, terutama setelah melihat Marsha duduk dengan pria yang selalu diincarnya, tampak semakin kesal.
"Lo ngapain di sini, Marsha?" suara Belicia terdengar sinis. "Lo pikir lo bisa deketin Maverick kayak gitu?"
Marsha, yang tadinya sedang berbicara dengan Maverick, langsung menatap Belicia dengan tatapan bingung. "Gue cuma ngobrol, kok. Biasa aja, kan?"
Belicia tertawa kecil, tapi jelas tidak ada kehangatan di balik tawanya. "Ngobrol? Lo cuma numpang eksis. Sama aja kayak Aleia, nggak tahu malu!"
Semua orang di kantin terdiam. Nama Aleia yang tiba-tiba disebut membuat perhatian beralih ke meja itu. Aleia, yang duduk tak jauh dari sana bersama Maureen, Lily, Emily, Kathrin, dan Adelyie, mendengar namanya disebut dan langsung merasa risih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Invasion
Teen FictionKetika Everalda membuka mata dan menyadari dia berada di dunia fiksi ini, hatinya langsung panik. "Ini... di mana gue?" bisiknya sambil mengedarkan pandangan, bingung dengan lingkungan barunya. Suara riuh dari luar ruangan semakin membuatnya penasar...