18. Sesuatu yang Baru

766 37 0
                                    

Ketika mereka semua masih tertawa dan bercanda di meja kantin, tiba-tiba seorang sosok masuk ke dalam pandangan Aleia. Seorang perempuan yang tampak tenang, dengan wajah yang tidak terlalu menonjol di antara kerumunan, tetapi cukup membuat Aleia teralihkan perhatiannya.

Gadis itu mengenakan seragam yang sama dengan mereka, dengan rambut panjang yang diikat sederhana. Dia tampak sibuk membawa nampan makanannya sendiri sambil celingukan mencari tempat duduk. Wajahnya menunjukkan sedikit keraguan dan kebingungan, mungkin karena kantin yang penuh sesak.

Maureen, yang selalu peka terhadap situasi sekitar, langsung menyadari kehadiran gadis itu. "Eh, lo lihat itu?" bisiknya ke Aleia sambil mengangguk ke arah gadis tersebut. "Itu Marsha, anak baru di kelas sebelah. Kasihan, kayaknya dia nggak nemu tempat duduk."

Aleia menoleh lagi, memperhatikan gadis itu yang tampak kikuk berdiri di tengah kantin. "Kenapa dia nggak duduk bareng temen-temen sekelasnya?" Aleia bertanya.

"Kayaknya dia belum punya banyak temen di sini," jawab Lily, yang juga ikut memperhatikan. "Gue pernah lihat dia beberapa kali di lorong sekolah, tapi dia selalu sendirian."

Emily, yang duduk di sebelah Lily, ikut menambahkan, "Mungkin karena dia masih baru. Gue denger dia pindahan dari luar kota."

Melihat situasi itu, Aleia merasakan sesuatu yang familiar. Dia tahu rasanya menjadi orang baru, merasa terasing dan tidak punya teman. Itu adalah perasaan yang Eve, dalam tubuh Aleia, sangat mengerti.

"Nih, biar gue panggil dia," Maureen berinisiatif, lalu melambaikan tangan ke arah Marsha. "Hei, Marsha! Sini aja duduk bareng kita!"

Marsha terlihat sedikit terkejut ketika mendengar panggilan itu, tapi kemudian senyum tipis muncul di wajahnya. Dia melangkah pelan mendekati meja mereka, masih tampak sedikit canggung.

"Eh, makasih ya," katanya pelan, suaranya terdengar lembut dan agak malu-malu. "Gue nggak nemu tempat duduk tadi."

"Nggak masalah, sini duduk," ajak Maureen sambil memberi sedikit ruang di meja. "Kenalin, gue Maureen. Ini Aleia, Lily, Emily, terus itu Adelyie, Kathrin, Jake, Ethan, dan Raphael. Kita semua teman di sini."

Marsha duduk dengan hati-hati dan tersenyum canggung ke semua orang. "Hai, gue Marsha. Anak baru," ucapnya singkat, merasa sedikit gugup dengan banyaknya orang baru di sekelilingnya.

Jake, seperti biasa, langsung mencoba mencairkan suasana. "Tenang aja, Marsha. Lo sekarang resmi jadi bagian dari temen kita, dan lo beruntung karena di sini ada dua pelawak profesional," katanya sambil menunjuk dirinya sendiri dan Ethan.

Ethan tertawa, "Iya, pelawak kelas bawah maksud lo!"

Semua orang tertawa lagi, dan Marsha ikut tersenyum lebih lebar kali ini. Meski masih terlihat canggung, dia mulai merasa lebih nyaman di tengah-tengah percakapan hangat dan candaan dari Jake dan Ethan. Raphael yang duduk di ujung meja hanya memberikan senyum tipis, seperti biasa, tapi cukup untuk membuat Marsha tahu kalau dia diterima di sini.

Aleia memperhatikan interaksi ini dengan rasa lega. Meski ia sendiri masih menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang baru sebagai Aleia, setidaknya ia bisa melihat seseorang yang mengalami situasi serupa, dan itu mengingatkan bahwa tak peduli seberapa asing sebuah tempat, selama ada orang-orang baik di sekitar, semuanya akan terasa lebih mudah.

...

Aleia, Kathrin, dan Adelyie berjalan santai menuju gerbang sekolah setelah bel pulang berbunyi. Mereka bertiga asyik bercanda ringan sambil menikmati angin sore yang menerpa wajah mereka. Ketiganya sama-sama dijemput hari itu, jadi mereka tidak terburu-buru dan berjalan dengan santai.

The Silent InvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang