Saat malam semakin larut, suasana rumah Aleia tetap riuh oleh canda tawa teman-temannya yang sibuk merencanakan berbagai hal tentang promnight. Mereka semua tampak bersemangat, seolah-olah itu adalah malam paling penting dalam hidup mereka.
Aleia tersenyum sambil mendengarkan, tapi pikirannya masih berkelana ke hal-hal yang lebih serius.
"Ntar kita barengan, ya, nyiapin hairdo sama makeup di rumah gue!" usul Maureen lagi, terlihat sangat antusias. "Biar semuanya matching!"
"Setuju banget!" sahut Lily. "Kita harus keliatan kece abis malam itu, guys."
Aleia mengangguk, meski dalam hatinya dia merasa agak canggung. Bukan karena dia tidak peduli tentang promnight, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa sepenuhnya ikut larut dalam kegembiraan itu. Perasaan bahwa ada sesuatu yang salah, atau mungkin sesuatu yang akan segera terjadi, masih terus menghantui pikirannya.
"Leia, lo kenapa sih? Dari tadi diem aja," kata Kathrin tiba-tiba, menatap Aleia dengan penasaran.
Aleia tersadar dari lamunannya dan mencoba tersenyum. "Nggak apa-apa, gue cuma... ya, mikirin acara aja. Biasa."
"Jangan-jangan lo nungguin Gideon, ya?" tanya Emily dengan nada menggoda, membuat yang lain tertawa kecil.
Aleia menggeleng sambil tersenyum tipis. "Apaan sih lo, Em? Nggak ada hubungannya sama Gideon."
"Tapi, serius deh, Lei. Kalo lo ada apa-apa, lo cerita aja sama kita," kata Adelyie dengan nada lebih serius. "Kita kan selalu di sini buat lo."
Aleia terdiam sejenak, merasakan kehangatan dari dukungan teman-temannya. Mereka memang selalu ada di sisinya, apapun yang terjadi.
Tapi ada sesuatu yang Aleia belum siap untuk bagikan kepada mereka, sesuatu tentang perasaan aneh dan firasat buruk yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir.
"Thanks, guys," kata Aleia akhirnya. "Gue janji kalo ada apa-apa, gue pasti cerita."
Malam itu, meski tawa masih memenuhi ruang tamu, ada sesuatu di hati Aleia yang tetap tidak bisa dia singkirkan. Mungkin promnight nanti akan memberikan jawabannya—atau mungkin malah membuka pintu ke misteri yang lebih besar dari yang bisa dia bayangkan.
...
Keesokan harinya, setelah sekolah usai, Aleia memutuskan untuk pergi ke taman kecil di dekat sekolah, tempat dia sering menghabiskan waktu sendiri. Angin sore yang sejuk dan suara gemerisik dedaunan membuat suasana menjadi tenang.
Aleia duduk di bangku kayu sambil memandangi langit yang mulai berwarna jingga. Namun, lamunannya terganggu oleh suara langkah kaki mendekat.
Ketika Aleia menoleh, dia melihat sosok yang sudah tak asing lagi—Gideon. Dengan langkah santai namun penuh percaya diri, Gideon berjalan ke arahnya. Wajahnya terlihat serius, seperti biasa, tapi ada kehangatan tersirat dalam pandangannya.
"Gue tahu bakal ketemu lo di sini," katanya sambil duduk di sebelah Aleia tanpa menunggu undangan.
Aleia menatapnya, sedikit terkejut. "Oh, Gideon. Lo dari mana aja? Lo jarang banget keliatan akhir-akhir ini."
Gideon tersenyum tipis. "Gue cuma sibuk aja. Ada beberapa urusan yang harus gue selesain."
Aleia merasa ada sesuatu yang aneh dalam jawaban Gideon, tapi dia tidak mau menekannya. Pria ini memang selalu penuh misteri. "Kayaknya lo sering ngilang, deh. Kadang lo nggak di sekolah, terus tiba-tiba muncul lagi seolah-olah nggak ada apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Invasion
Teen FictionKetika Everalda membuka mata dan menyadari dia berada di dunia fiksi ini, hatinya langsung panik. "Ini... di mana gue?" bisiknya sambil mengedarkan pandangan, bingung dengan lingkungan barunya. Suara riuh dari luar ruangan semakin membuatnya penasar...