Di kantin yang ramai, Kathrin dan Adelyie tampak kesal setengah mati. Mereka baru saja mendengar dari beberapa teman sekelas tentang kejadian pagi tadi, di mana Belicia, teman Celeste, menumpahkan air minumnya ke novel yang sedang dibaca Aleia. Wajah mereka memerah, jelas-jelas merasa marah dengan kelakuan geng Celeste.
"Gila ya, Celeste sama gengnya tuh emang nyebelin banget!" seru Kathrin, tangannya mengepal di atas meja. "Kemarin Celeste bikin drama sama Maureen, sekarang Belicia cari masalah sama lo, Aleia!"
Adelyie ikut mengangguk dengan tatapan tajam. "Iya, gue juga udah nggak tahan sama kelakuan mereka. Ini udah keterlaluan. Mau dong mereka dilabrak, kasian banget lo sampe gitu."
Aleia, yang sejak tadi duduk diam, hanya bisa menghela napas. Meski dia juga kesal, dia lebih memilih untuk menghindari konflik. "Gue nggak apa-apa, beneran. Nggak usah dibesar-besarin. Toh itu cuma air tumpah."
"Air tumpah apaan!" Kathrin makin emosi. "Jelas-jelas sengaja, Leia! Mana mungkin tumpahnya pas di buku lo, dan si Belicia langsung minta maaf dengan muka melas kayak gitu."
Suasana kantin yang awalnya riuh oleh obrolan dan tawa murid-murid lain mendadak jadi seperti latar belakang samar di telinga mereka. Kekesalan Kathrin dan Adelyie menguasai suasana di meja mereka.
Aleia berusaha untuk meredam emosi temannya. "Gue cuma nggak mau masalah ini makin panjang. Gue ngerti kok lo pada marah, tapi gue nggak mau jadi pusat perhatian. Udah cukup ribet hidup gue di sini."
Adelyie mendekatkan wajahnya ke arah Aleia, berbicara lebih pelan tapi tegas, "Gue tau lo nggak suka drama, Leia. Tapi yang mereka lakuin nggak bisa dibiarin. Lo harus belajar buat bela diri, nggak bisa terus-terusan diem."
Kathrin ikut menimpali, "Bener, apalagi mereka kemarin udah cari masalah sama Maureen. Ini nggak bakal berhenti kalo nggak ada yang kasih pelajaran."
Aleia menggeleng lemah, merasa serba salah. Dia hanya ingin hidup damai di dunia novel ini, tapi kehadiran tokoh-tokoh antagonis seperti Celeste dan Belicia sepertinya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Suasana hati Aleia makin kacau, apalagi setelah insiden tadi pagi.
Tiba-tiba, suara ramai di pintu masuk kantin menarik perhatian mereka. Celeste dan teman-temannya baru saja masuk, dengan langkah angkuh seperti biasa. Pandangan Aleia bertemu sebentar dengan Celeste, tapi segera dia buang muka, tidak ingin berurusan.
Kathrin dan Adelyie jelas melihat kedatangan Celeste. Kathrin mendesis, "Liat tuh, si Celeste dateng. Gue pengen banget langsung labrak dia sekarang."
Aleia menahan tangan Kathrin sebelum temannya itu benar-benar bangkit. "Please, Kathrin. Gue mohon, nggak usah bikin drama lagi."
Kathrin menatap Aleia dengan frustrasi. "Tapi lo nggak bisa diem aja, Leia. Mereka bakal terus ngeremehin lo kalo lo nggak bertindak."
Aleia terdiam, pikiran dan perasaannya bercampur aduk. Di satu sisi, dia merasa beruntung punya teman yang begitu peduli seperti Kathrin dan Adelyie, tapi di sisi lain, dia takut konflik ini hanya akan memperumit posisinya di dunia novel yang ingin dia hindari sejauh mungkin.
Aleia menghela napas panjang. Suasana kantin terasa semakin berat di pundaknya. Matanya melirik sekilas ke arah Celeste dan teman-temannya yang sedang berjalan melewati meja mereka, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa. Mereka terus melenggang dengan angkuh, sementara Aleia hanya bisa berdoa agar tidak ada lagi insiden yang menyeretnya lebih dalam ke konflik yang tidak diinginkan.
Kathrin masih menatap mereka dengan tatapan sengit. "Seriusan, Lei, lo nggak mau kita kasih pelajaran buat mereka?"
Aleia menggeleng. "Gue nggak mau masalah makin besar, Kath. Lo tau kan gue lebih suka damai. Lagian, percuma juga diladenin."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Invasion
Ficção AdolescenteKetika Everalda membuka mata dan menyadari dia berada di dunia fiksi ini, hatinya langsung panik. "Ini... di mana gue?" bisiknya sambil mengedarkan pandangan, bingung dengan lingkungan barunya. Suara riuh dari luar ruangan semakin membuatnya penasar...