36. Gideon vs Maverick

541 25 5
                                    

Hari-hari berlalu sejak pertemuan Aleia dengan Gideon di koridor. Meski pertemuan itu menenangkan Aleia sejenak, masalah dengan Maverick dan drama yang berputar di sekitar Belicia, Celeste, dan Marsha tetap membuat hidupnya di sekolah semakin rumit.

Maverick masih sering muncul di hadapannya, seolah tak mau melepaskan keberadaannya dari lingkup Aleia, sementara Aleia berusaha keras untuk menjauh.

Suatu siang, di lapangan belakang SMA Antasena, saat Aleia sedang duduk sendiri di bawah pohon sambil membaca buku, Maverick tiba-tiba muncul. Pria itu berjalan mendekat dengan langkah pasti, raut wajahnya serius.

“Lo lagi ngindarin gue, ya?” suara Maverick memecah keheningan.

Aleia mendongak dari bukunya, merasa kesal dan lelah dengan pertanyaan yang sama. “Kenapa sih lo peduli banget? Gue nggak ada urusan sama lo.”

Maverick menghela napas, lalu duduk di sebelahnya tanpa meminta izin. “Gue cuma nggak ngerti kenapa lo selalu ngejauh. Gue pikir kita bisa ngobrol baik-baik, Leia.”

Aleia menatapnya tajam, matanya berkilat dengan amarah yang selama ini ia pendam. "Lo serius nanya kenapa? Setelah semua drama sama Belicia dan Marsha? Gue bener-bener nggak mau terjebak di situ lagi, Maverick. Lo tau sendiri, mereka nggak suka gue."

"Belicia? Dia urusan gue, bukan lo. Gue nggak peduli sama dramanya. Gue cuma peduli sama lo."

"Ya, tapi gue peduli! Gue nggak mau terus-terusan jadi bahan gosip dan dijadiin pusat perhatian cuma gara-gara lo!" Aleia berteriak, nadanya memuncak. "Lo mungkin nggak peduli sama drama yang mereka buat, tapi gue yang harus ngalamin semua itu. Setiap hari."

Maverick terdiam, ekspresinya berubah lebih serius. "Lo nggak ngerti. Gue nggak bermaksud nyeret lo ke semua ini. Tapi gue juga nggak bisa ngeliat lo menjauh kayak gini."

Aleia menatapnya tak percaya. “Lo nggak ngerti apa? Gue capek, Maverick. Gue capek ngurusin masalah lo sama cewek-cewek itu. Gue cuma pengen hidup tenang.”

Suasana tiba-tiba hening. Maverick menundukkan pandangannya sejenak, mencoba mencari kata-kata. Namun, sebelum dia sempat berkata lebih lanjut, sebuah suara lain memecah suasana.

“Gue rasa lo harus ngedengerin dia, Maverick.”

Mereka berdua mendongak dan melihat Gideon berdiri di dekat mereka, bersandar di pohon dengan lengan terlipat. Wajahnya tetap tenang, namun ada ketegasan dalam suaranya.

Maverick menatap Gideon dengan pandangan penuh tanya. “Ini bukan urusan lo, Gideon.”

“Bener, bukan urusan gue,” jawab Gideon santai, melangkah mendekat. “Tapi kayaknya lo udah bikin ini jadi masalah buat Aleia. Gue nggak suka liat temen gue terus-terusan ditekan kayak gini.”

Aleia memandang Gideon dengan campuran perasaan lega dan bingung. Di satu sisi, dia merasa bersyukur Gideon datang, tapi di sisi lain, kehadirannya justru menambah ketegangan.

“Lo lagi-lagi muncul di waktu yang pas,” ujar Maverick dengan nada sedikit sinis. “Kayaknya lo suka banget ikut campur dalam hidup gue.”

Gideon hanya mengangkat bahu, tetap tenang. “Bukan hidup lo yang gue peduliin, Maverick. Gue lebih peduli sama gimana lo memperlakukan orang lain.”

Maverick mendengus, berdiri dari tempatnya. “Lo ngerasa sok tau karena lo keponakan pemilik sekolah ini, ya? Lo kira lo bisa atur-atur gue?”

Aleia langsung merasa situasi semakin memanas. “Stop, Maverick. Jangan bawa-bawa hal itu.”

Namun Gideon tidak terpengaruh, tetap dengan sikap santainya. “Gue nggak perlu bawa nama sekolah atau siapa pun buat ngomong yang bener, Maverick. Gue cuma ngasih tau lo buat mundur, biarin Aleia tenang.”

The Silent InvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang