Di Malam hari, Aleia tidak bisa tidur. Pikirannya terus dipenuhi oleh percakapan dengan Gideon. Kata-kata pria itu terngiang di kepalanya—tentang bahaya, tentang teman-temannya yang tidak bisa dipercaya, tentang perasaan aneh yang tumbuh di antara mereka. Semuanya terasa seperti teka-teki besar yang Aleia tidak tahu bagaimana cara menyusunnya.
Dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela. Udara malam yang sejuk menerpa wajahnya saat dia membuka jendela. Pandangannya menyapu pekarangan yang gelap di luar, kosong dan sunyi, tetapi anehnya dia merasa diawasi.
Aleia menarik napas dalam-dalam. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa semua hal aneh ini mulai terjadi begitu mendekati acara prom? Dan kenapa Gideon selalu muncul di saat yang tepat, seolah-olah dia tahu kapan Aleia membutuhkan perlindungan?
Saat dia memikirkan itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk. Aleia meraih ponsel di atas meja, dan melihat nomor tak dikenal mengirim pesan singkat:
“You’re not safe. Watch your back.”
Aleia merasakan darahnya membeku. Pesan itu terasa seperti ancaman, tapi juga sebuah peringatan. Siapa yang mengirimnya? Apakah itu Leon lagi? Tangan Aleia gemetar saat dia mencoba menelusuri nomor tersebut, tapi seperti yang diduga, tidak ada petunjuk siapa pengirimnya.
Dia langsung berpikir tentang Gideon. Haruskah dia memberitahunya? Mungkin pria misterius itu punya jawaban, tapi Aleia ragu. Gideon sendiri penuh rahasia. Seberapa jauh dia bisa mempercayai pria itu?
Sebelum dia sempat membuat keputusan, ada ketukan pelan di jendela kamarnya. Aleia terlonjak, jantungnya berdegup kencang. Siapa yang mengetuk jendela di lantai dua rumahnya?
Dengan langkah hati-hati, Aleia mendekat ke jendela dan mengintip ke luar. Sosok Gideon berdiri di sana, di bawah bayang-bayang malam. Seolah mengetahui bahwa dia sedang diawasi, Gideon mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis.
Aleia membuka jendela sedikit lebih lebar. "Gideon? Apa yang lo lakuin di sini malam-malam?"
"Gue cuma mau pastiin lo aman," jawabnya dengan tenang, meski ada ketegangan di matanya. "Gue punya firasat buruk."
Aleia menatapnya penuh tanda tanya. "Lo kayaknya tahu lebih dari yang lo kasih tau ke gue. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Gideon menatapnya sejenak sebelum akhirnya berkata, "Lo dapet pesan aneh barusan, kan? Dari nomor tak dikenal."
Aleia terkejut, tapi mencoba menyembunyikannya. "Gimana lo bisa tahu?Apa ini ada hubungannya sama promnight?"
Gideon menarik napas dalam-dalam, seolah mempertimbangkan apakah dia harus menjelaskan semuanya sekarang. "Karena gue udah lama mantau orang-orang di sekitar lo, Aleia. Ada yang ngebidik lo. Ini lebih serius dari sekedar promnight atau acara sekolah."
Aleia merasa seolah lantai di bawahnya runtuh. "Apa maksud lo? Siapa yang terus ngejar gue? Dan kenapa?"
“Gue belum tau pasti siapa, tapi gue tahu mereka nggak main-main. Mereka bisa jadi ada di mana-mana, bahkan di antara teman-teman lo.”
Perasaan dingin menjalar di punggung Aleia. "Maksud lo Adelyie atau yang lain bisa jadi salah satu dari mereka?"
Gideon tidak menjawab langsung. Sebaliknya, dia menatap Aleia dengan intens, lalu mengulurkan tangannya ke arah jendela, memberi isyarat agar Aleia keluar menemuinya.
"Lo harus keluar dari sini. Kita nggak bisa bicara di sini. Gue bakal jelasin semuanya kalau kita udah di tempat aman."
Aleia ragu, tapi firasatnya mengatakan bahwa Gideon mungkin satu-satunya orang yang benar-benar tahu apa yang sedang terjadi. Dia mengambil jaketnya dan menyelinap keluar melalui pintu samping, mengikuti Gideon yang bergerak cepat melewati taman belakang rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Invasion
أدب المراهقينKetika Everalda membuka mata dan menyadari dia berada di dunia fiksi ini, hatinya langsung panik. "Ini... di mana gue?" bisiknya sambil mengedarkan pandangan, bingung dengan lingkungan barunya. Suara riuh dari luar ruangan semakin membuatnya penasar...