27. Tampak Berbeda

481 22 0
                                    

Setelah beres-beres selesai, kelompok itu mulai bersiap untuk perjalanan pulang. Barang-barang sudah dirapikan, tenda dilipat, dan semua peralatan dimasukkan ke dalam tas masing-masing. Udara sore di puncak semakin dingin, namun semuanya merasa hangat setelah hari penuh petualangan dan kebersamaan.

Aleia, yang masih sedikit gelisah dengan kejadian ulat tadi, mulai membereskan tasnya dengan diam-diam. Maverick, yang tidak jauh darinya, terlihat sedang memastikan semua anggota grup siap untuk turun gunung. Dia tetap tenang seperti biasa, tetapi sesekali tatapan matanya tertuju pada Aleia, seolah memastikan dirinya baik-baik saja.

Setelah semuanya siap, mereka mulai berjalan menuruni bukit dengan perlahan. Jalan setapak yang mereka lalui diselimuti oleh dedaunan kering, memberikan suara gemerisik setiap kali kaki mereka melangkah. Suasana hening, hanya suara angin yang berhembus dan obrolan ringan yang memecah kesunyian. Kathrin, Elion, Maureen, dan Raphael memimpin di depan, sambil sesekali melempar canda.

Jake dan Ethan, yang seperti biasa penuh energi, berjalan di bagian belakang sambil bercanda tawa, bahkan sesekali menirukan gaya berjalan teman-teman mereka. Suasana terasa ringan, membuat perjalanan pulang tidak terasa membosankan meski lelah mulai menghampiri.

Aleia berjalan di tengah, menikmati pemandangan hijau yang masih menyelimuti sekelilingnya. Udara yang sejuk, langit biru yang mulai memudar dengan semburat oranye di ujung horizon, dan suara-suara alam yang menenangkan membuatnya tenggelam dalam pikiran. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Maverick, yang berada tidak jauh di sampingnya.

Maverick, meski tetap dengan sikapnya yang cuek, selalu memastikan jalur yang mereka lewati aman. Bahkan, ketika mereka melewati jalan yang lebih curam, Maverick secara naluriah menoleh ke arah Aleia. Tanpa banyak bicara, ia melambatkan langkah, memberikan sedikit jarak agar jika Aleia butuh bantuan, ia bisa meraihnya dengan cepat.

Ada momen kecil ketika Aleia terpeleset karena tanah yang licin. Refleks, Maverick segera meraih lengannya dan menstabilkan tubuhnya. Tanpa berkata apa-apa, ia hanya melepaskan tangannya setelah memastikan Aleia bisa berdiri dengan baik.

"Lo nggak apa-apa?" tanyanya singkat dengan nada yang nyaris datar.

Aleia, yang masih sedikit terkejut, hanya mengangguk. "I-iya, nggak apa-apa. Makasih," jawabnya sambil tersenyum kecil, meskipun di dalam hatinya, perasaan aneh kembali menyelimutinya. Setiap kali Maverick melakukan tindakan kecil seperti itu, hatinya selalu berdebar lebih cepat. Mungkin ini karena love language-nya memang tindakan, atau mungkin ada sesuatu yang lebih dalam dari itu.

Perjalanan mereka terus berlanjut, dengan sesekali bercanda dan bercakap-cakap ringan. Lily dan Emily, yang sebelumnya lebih banyak diam, kini mulai tertawa-tawa bersama Maureen. Kathrin dan Elion juga tampak semakin mesra, tangan mereka bergandengan sepanjang jalan, membuat Adelyie dan Mauro tidak bisa menahan godaan kecil mereka.

Di belakang, Jake dan Ethan tetap menjadi penghibur utama. "Kayaknya kita perlu sering-sering camping deh. Semua orang pada lengket gini, entar pas pulang, jangan-jangan kita malah bikin film romantis!" ledek Jake sambil tertawa keras.

Ethan menimpali, "Ya, kalau lo sama gue, Jake, udah pasti komedi romantis. Cinta kita kan cinta abadi, bro."

Semua orang tertawa mendengar lelucon mereka. Aleia, yang awalnya diam, tidak bisa menahan senyum. Suasana ringan dan hangat itu membuat perjalanan turun terasa jauh lebih menyenangkan.

Namun, di satu sisi, Aleia merasa semakin terikat dengan kehidupan di dunia novel ini. Semua teman-temannya, termasuk Maverick, sudah menjadi bagian dari kehidupannya sekarang. Kebersamaan mereka selama perjalanan ini membuat Aleia—atau Everalda—merasa betah, bahkan terlupakan sejenak dari kenyataan bahwa ia hanya seorang “pengunjung” di dunia ini.

The Silent InvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang