pantaskah

14 0 0
                                    

Assalamualaikum
Selamat malam guys

Sebelum baca, alangkah baiknya kalian follow dulu.

Jangan lupa juga follow
Fb: Tiara desi r
Ig: @tiara_desi477
Tt: tiaradesi15

Selamat membaca dan jangan lupa berikan dukungan kalian untuk author.

Happy reading


Di pesantren

Sesampainya ustadz Faiz di pesantren, dengan di susul kang Zaim di sampingnya. Depan rumah kyai nampak ramai dengan kericuhan para orang tua santri.

Kericuhan di pesantren, di picu oleh aduan mbak ruby. Mereka mengatakan berbagai macam hal buruk tentang kedua ustadz dan santri-nya itu. Banyak orang tua yang protes atas tindakan itu, mereka mengatakan jika ustadz Faiz dan kang Zaim bukanlah ustadz tauladan. Tanpa mereka ketahui bagaimana biduk masalah ini bisa terjadi.

Ustadz Faiz berusaha untuk melerai adu mulut yang terjadi, penyebabnya di picu karena masalah yang di picu karena kesalah pahaman.

"Assalamualaikum, ibu-ibu dan bapak-bapak seklian. Saya faiz al mumtadz memohon atas kerjasama kalian semua." Ustadz faiz mengawali pembicaraan.

"Jadi, sebenarnya saya dan kang Zaim melakukan hal tersebut karena keadaan darurat. Nia kakinya berdarah, dan aizhaa beliau pinsan setelah kejadian. Bapak ibuk sekalian, apakah anak kalian sudah berbicara. Apa yang menyebabkan kami berdua harus melakukan hal itu? Apakah kalian semua tidak tahu siapa Nia arwinda? "

Mereka semua menggeleng menggapai pertanyaan ustadz faiz, lau setelahnya kembali mendengarkan penjelasan. Karena suasana sudah agak kondusif.

"Nia arwinda adalah anak dari salah satu donatur terbesar pesantren kami pak, buk. Sebagian besar anak kalian yang mendapatkan beasiswa, itu dari ayah Nia. Termasuk beberapa santri aktif yang masuk ke beberapa universitas saat ini. Bapak, ibuk sekalian, ayah Nia bisa kapanpun mencabut donatur-nya. Dan siapa yang rugi? Anak-anak kalian bukan?"
Ustadz Faiz dengan lantang mengatakan begitu.

"Dan, untuk santri yang memfitnah saya. Saya selalu mendoakan agar kalian segera bertaubat."

"Dan perlu di ingat, semua santri dan satriwati yang berada di pesantren ini
I

tu merupakan tanggung jawab kami selaku pengurus. Apa pernah anak ibu dan bapak kami beda bedakan. Di sini? Pernah gak buk." Wajah ustadz faiz sudah memerah menahan amarah. Ustadz faiz merasa sangat kecewa terhadap santrinya sendiri.

"Buk, pak, anak bapak dan ibuk saya didik di sini dengan penuh kasih. Kami di sini selalu mengajari hal-hal baik pak, buk." Ucap ustadz faiz mulai melemah, amarahnya sudah berusaha di tahan. " Dan asalkan bapak serta ibuk tahu, kedua santri itu bisa seperti itu. Itu karena ulah santriwati buk." Ucapnya penuh penekanan.

"Ya, dan perlu bapak ibuk ketahui. Salah satu santri yang tadi saya tolong, ayahnya memiliki aset yang tidak main-main bapak ibuk sekalian." Ustadz Faiz meraup wajahnya frustasi. "Asalkan bapak ibuk tahu, sebagian santriwati yang mondok dengan fasilitas full. Dengn dana gratis, itu semua hasil dari ayah santriwati tadi."

Seketika itu juga, semua orang tua dan wali santri menunduk. Merasakan rasa bersalah yang mungkin sudah ada sejak tadi. Sebaliknya, ustadz Faiz yang semenjak tadi sudah geram. Akhirnya mengucapkan salam dan undur diri.

___Di rumah sakit___

Keluar dari pintu ruang rawat, Nia berniat untuk menuju ke arah musholla. Saat langkah sunyi membawanya pada musholla,yang menjanjikan ketenangan hati bagi siapapun yang datang pada penciptanya.

Langkahnya kian melambat, melihat seseorang di ujung koridor sana. Wajahnya panik dengan tangan yang terkepal erat, kenapa dia harus bertemu lagi. Kenapa harus bertemu dengan manusia itu lagi, masalalu yang tak ingin di ingatnya lagi.

"Assalamualaikum, " bagaimanapun keadaanya, dia harus tetap hormat. Guru tetaplah seorang guru. Tak akan ada yang namanya mantan guru.

"Wa Alaikum salam," jawabnya menoleh dengan wajah kembali tercengang, wajah yang tadinya putus asa. Sekarang berganti dengan ekspresi terheran. " Nia... Ad... Kok kamu di sini?" Tanya gus ikrom sedikit heran.

"Iya gus, ada teman saya sakit." Jawab Nia dengan tatapan masih menunduk, menatap ubin rumah sakit yang sedikit berdebu. "Gus sendiri ada apa di sini?" Ucapnya sedikit ragu.

"Umi sakit.. terserang stroke dan hampir semua bagian tubuhnya tidak bisa lagi di gerakkan." Ucapnya dengan pandangan mata ke bawah.

"Semoga cepat sembuh nggeh gus, saya harus segera ke musholla. Adzan dzuhur sudah berkumandang, assalamualaikum." Setelahnya Nia segera berlalu dari hadapan gus Ikrom, menyisakan lelaki itu diam membisu sendirian.

Sesampainya di mushola, dada Nia berdegup kencang. Ternyata rasa sakit itu tak juga kunjung menghilang, menyisakan trauma yang selalu ada dalam dirinya.

Di tunaikanya sholat wajib empat rakaat, lalu memohon perlindungan pada allah yang maha pengasih. Atas kelapangan hati dan keteguhan imanya.

Dia hanya tak ingin terbawa oleh suasana, menyisakan dendam yang tak ada putusnya. Karna biar bagaimanapun, keluarga gus Ikrom adalah orng pertama yang berhasil membawa-nya hijrah.

Lembar demi lembar Al-Qur'an telah dia buka, namun tak juga kunjung di baca. Pikiranya kalut, memikirkan bagaimana keadaan ustadz Faiz di pesantren. Apakah dia baik-baik saja setelah peristiwa kemarin, ataukah rumor tentang mereka berdua langsung menyebar.

Jujur saja, Nia tidak berharap terlalu tinggi pada Ustadz Faiz. Apalagi dia seorang ustadz, pewaris tunggal dan memiliki pendidikan yang tidak bisa di buat mainan.

Di kalangan pesantren, perjodohan antara seorang gus dengan seorang ning sudah menjadi hal biasa. Seorang anak kyai harus menikah dengan anak kyai juga, supaya kelak menghasilkan bibit, bebet, dan bobot yang sempurna. Namun, apakah dia yang hanya gadis biasa ini tak boleh berharap. Menjadi seorang istri gus yang selalu di idamkan banyak ning dan santri.

Tak terasa, air matanya menetes deras. Menyisakan isak tangis yang selama ini tertahan, mengingat kembali bagaimana pertemuan antara dia dan ustadz Faiz. Mengingat kembali semua yang pernah dia jalani. Ustadz Faiz pria baik-baik, apakah pantas Nia mengharapkanya jadi seorang suami. Wanita yang ternodai dengan dunia malam, dengan masalalu kelam yang akan menjadi aib masa depan. Apakah pantas.

"Assalamualaikum, Nia..." Di usapnya kasar airmata yang berhasil lolos tadi dengan mukena, menoleh ke belakang dengan wajah sedikit tercengang. Kenapa dia bisa ada di sini.

Seee you next time guys.
Eh gak terasa ya, sebentar lagi cerita ini tamat. Kira-kira happy ending atau sad ending ya??

Sampai jumpa di bab selanjutnya guys.
See you, and thanks sudah membaca.
Jangan lupa vote, follow, and comment.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ustadzku cinta pertama ku (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang