pemuda itu sekarang sedang menemani anak dari pemilik rumah besar ini di taman.bukan main taman belakang rumah ini, halamannya sangat luas dan banyak bunga warna warni yang sangat cantik.
naren anak itu sedang memetik bunga, sebenarnya gevano sudah melarangnya tapi namanya juga anak anak jadi gevano hanya mengiyakan saja dan melihat tingkah naren yang sangat aktif.
"petik yang tidak ada durinya saja" peringat gevano yang hanya di balas anggukan kepala.
"buna bunga ini canti taya buna" ujar naren sambil mengambil bunga tulip yang berwarna unggu.
"haha iya cantik sekali bunganya"
naren tersenyum mendengarnya lalu kembali pada kegiatan memetiknya, tanpa sadar dirinya memegang bunga mawar yang berduri itu.
"Seno! astaga kan buna sudah bilang jangan ambil yang berduri sayang" ucapnya sambil mengendong tubuh naren ke gendongannya.
"hiks.. cakit buna hiks.. tanan ceno beldalah"
"sudah jangan menangis ya? buna obatin Seno, sekarang jangan nangis, okey" ucapnya sambil mengecup pipih anak itu, mengelap keringat di dahi naren.
dia membawa tubuh naren kedalam untuk mengobati luka ditangannya.
"tuan naren kenapa?" tanya maid yang sudah berumur sekitaran 50 tahunan. dia bernama bi sarah.
"ah dia terkena duri karena memetik bunga mawar bibi, tadi aku sudah memperingatinya tapi dia tetap memetiknya" ucapnya sambil tersenyum, bi Sarah tersenyum lembut lalu mengangguk.
"ya sudah obatin ya gevano"
"tentu, kalau begitu aku obatin dulu ya" ucapnya lalu berlalu meninggalkan bi sarah menuju ke kamar untuk mengobati luka tangan naren.
ceklek!
gevano mendudukkan tubuh naren di kasur lalu dirinya mengambil kotak obat yang terdapat di laci nakas. dia mengambil obat merah dan hansaplast yang bergambar beruang itu.
dia mengobati naren dengan terus diam tanpa berbicara sepatah katapun, membuat naren berpikir kalau bunanya sedang marah.
sampai selesai dia menaruh kembali kontak obat itu ke dalam laci nakas lalu kembali menghampiri naren yang sedang menatanya dengan bibir yang melengkung bawah dengan mata yang sudah berkaca kaca.
"kenapa? apa masih sakit?" ucapnya, naren menggeleng lalu kembali menangis.
"huwaa.. buna janan malah cama ceno hiks.. ceno nda akan nakal lagi hiks.."
"utututu sayang sini peluk" ucapnya sambil merentangkan kedua tangannya, naren langsung menubruk tubuh gevano dan menenggelamkan kepalanya pada dadanya.
dia mengelus rambut naren yang sedang menangis, padahal dirinya tidak marah sama sekali dia malah tidak enak karena tidak bisa menjaga naren dengan benar.
"buna janan malah lagi" ucapnya dengan suara pelan tapi masih bisa di dengar oleh gevano.
dia terkekeh lalu mengangkat tubuh naren ke dalam pangkuannya, "buna tidak marah sayang, sudah berhenti menangis ya?" ucap gevano, naren mengangguk patuh lalu menghapus air matanya.
"seno mau buna bikinin susu?"
"mawu buna"
"senyum dulu coba buna mau lihat"
naren yang mendengar penuturan bunanya tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya yang putih dan rapih.
gevano tersenyum gemas, "mau ikut apa disini saja?" ucapnya naren mengangguk, gevano berjalan keluar dari kamar sambil menggendong tubuh naren.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐌 𝐃𝐔𝐃𝐀 𝐀𝐍𝐀𝐊 𝐒𝐀𝐓𝐔 (ʙʟ) ||End
Romancegevano Sagara anggarta pemuda manis yang hidup sebatang kara, karena ditinggal oleh kedua orang tuanya dia harus mencari pekerjaan untuk kebutuhan sehari-hari. • • • "hiks... cakit" anak kecil yang menabrak pemuda itu menangis membuatnya panik. "hei...