CHAPTER 24

292 30 17
                                    

Navya sedang merapikan tempat tidur ketika Daffi masuk ke dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Navya sedang merapikan tempat tidur ketika Daffi masuk ke dalam. Pria itu baru kembali dari kamar sang bunda dan meminta izin untuk berangkat ke Jepang besok pagi. Sekarang ia duduk di sofa dan mengeluarkan macbook dari tas kantor kemudian meletakkan di atas meja. Tangannya dengan lincah bergerilya di atas keyboard dan kedua matanya fokus menatap layar di depannya.

Navya melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh menit lalu memandang suaminya. Raut wajah Daffi tampak lelah tertutupi okeh raut seriusnya. "Tuan, mau saya bikinin kopi?" tawar Navya dari atas tempat tidur.

"Gak usah. Saya cuma ngelanjutin kerjaan tadi, bentar lagi selesai," jawab pria itu tanpa memindahkan tatapannya dari layar macbook miliknya.

Navya menatap lekat wajah suaminya itu seraya tersenyum. Suaminya benar-benar tampan, Navya akui itu, bahkan sepertinya seluruh dunia juga tahu setampan apa seorang Daffian Adrian Haryatama. Tidak hanya tampan, pria itu juga sangat berwibawa dan cerdas dan berwawasan luas dan... hampir sempurna.

Navya tidak pernah menduga jika ia akan menjadi istri dari seorang pengusaha tampan ini. Navya pernah berdoa ingin memiliki suami yang baik, bertanggungjawab, pintar, tampan dan paham agama, atau setidaknya mau belajar bersama-sama untuk mendalami ilmu agama. Dan takdirnya sekarang adalah memiliki suami yang seperti kriterianya. Hanya saja, satu hal yang tidak bisa Daffi berikan kepadanya.

Cinta.

Daffi tidak bisa memberikan cinta kepada Navya, atau mungkin tidak mau? Navya tidak tahu. Namun untuk saat ini, ia sudah sangat bersyukur karena Daffi menghargainya. Pria itu tidak seperti suami-suami di novel yang menganggap istrinya hanyalah pajangan.

"Sudah puas ngelihatin saya?"

Suara berat Daffi serta tatapan pria itu yang tertuju padanya membuat Navya terbelalak kaget. Perempuan itu menunduk dengan pipi merona. Ia malu ketahuan menatapi Daffi sambil melamun.

"Kenapa lihatin saya sambil ngelamun begitu?" tanya Daffi yang ternyata sudah selesai dengan pekerjannya dan sekarang menghampiri istrinya duduk di tepian ranjang. "Takut kesepian saya tinggal?"

Navya sontak menggeleng. "Saya minta maaf--"

"Jangan selalu minta maaf, Navya." Ucapan Naya terpotong oleh suara Daffi yang terdengar tegas. Tatapan keduanya bertemu. "Saya gak suka kamu terlalu gampang ngucapin kata maaf untuk hal-hal yang sebenarnya gak perlu kamu mintai maafnya."

Navya terdiam terus menatapi suaminya yang sangat tegas kali ini menegurnya.

"Saya minta maaf, Tuan."

Mendengar itu Daffi mendesah kasar. Ia kesal sekali mendengar kata maaf yang terus keluar dari bibir istrinya ini. Sungguh. "Minta maaf sekali lagi, saya jahit mulut kamu," ancam pria itu dengan tatapan datarnya.

Hal itu sontak membuat Navya melototkan matanya. Spontan ia menjauh dari Daffi sambil menutup mulut dengan tangannya. Tindakan Navya ini tanpa diduga membuat Daffi menahan tawa gelinya. Reaksi yang perempuan itu berikan terlihat menggemaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm With You || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang