CHAPTER 4

454 30 1
                                    

"Ada apa, Bunda?" Daffi memegang ponselnya di telinga dengan satu tangannya yang menganggur merenggangkan dasi yang terasa mencekik lehernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ada apa, Bunda?" Daffi memegang ponselnya di telinga dengan satu tangannya yang menganggur merenggangkan dasi yang terasa mencekik lehernya.

"Waalaikumsalam," Daffi sedikit meringis mendengar nada sindiran dari bundanya.

"Assalamualaikum, Bunda," sapa Daffi lembut.

"Waalaikumsalam. Kamu di mana?"

"Daffi di kantor. Ada apa Bunda nelpon Daffi?"

"Memangnya Bunda harus punya alasan dulu kalau mau nelpon anaknya?"

Daffi meringis karena lagi-lagi ia salah. "Bukan gitu maksud Daffi, Bunda," ujarnya lalu menghembuskan napas pelan. "Bunda apa kabar?"

"Alhamdulillah baik. Bunda sedang dalam perjalanan ke mansion kamu." Mendengar itu spontan Daffi bangkit dari kursinya. Pria itu membulatkan matanya kaget.

Ia berdehem mengurangi kepanikan. "Bunda ngapain ke mansion? Daffi lagi di kantor, Bun."

"Apa masalahnya? Bunda gak boleh ngunjungin rumah anaknya sendiri?"

Daffi memijit pelipisnya, berpikir keras memikirkan kata-kata yang pas. Jangan sampai ia salah bicara dan memperumit keadaan. "Bukan gitu, Bunda."

"Terus? Tunggu, kenapa Bunda denger suara kamu panik begitu? Kamu menyembunyikan sesuatu di mansion kamu dan Bunda gak boleh tahu?"

Sial! Insting sang bunda terlalu kuat. 

Daffi menggaruk hidungnya pertanda dirinya sedang panik sekarang. "Daffi gak panik, dan gak nyembunyiin apa-apa."

"Yakin?"

"Yakin Bunda," jawabnya tegas dan sedikit pasrah.

"Yasudah, berarti Bunda boleh ke mansion kamu, kan?"

Helaan napas gusar Daffi keluarkan. Mungkin kalau yang sedang berbicara dengannya sekarang adalah sang ayah, Daffi masih bisa mengelak atau melarang, tapi ia tidak akan berdaya jika sang bunda yang berbicara. "Yaudah, terserah Bunda. Tapi Daffi belum bisa pulang sekarang."

"Gak masalah. Bunda bisa nunggu, kok. Bunda juga mau masakin makan malam buat kamu, makanan kesukaan kamu."

Sudut bibir Daffi terangkat spontan. Kebetulan sekali dirinya sudah sangat merindukan masakan yang diracik oleh tangan hangat dan istimewa wanita yang sudah melahirkannya itu. Tidak salah lagi, insting seorang ibu terlalu kuat.

I'm With You || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang