"Tolong beri saya waktu satu bulan untuk melunasi hutang ayah saya."
Pria dengan kemeja putih yang terlihat sudah lusuh akibat perkelahiannya dengan beberapa pria berbadan besar yang kini mengunci pergerakannya berucap lirih, menatap seorang pria dengan setelan jas hitam, kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung juga menatapnya angkuh.
"Ini adalah bulan kesekian kalinya kamu bicara begitu, Adnan! Dan kali ini tidak ada penawaran lagi!" ucap pria itu tegas.
Pria bernama Adnan itu menunduk pasrah.
Hutang yang ditinggalkan oleh almarhum ayahnya tidak lah sedikit. Sebanyak 50 juta yang harus Adnan bayarkan pada pengusaha muda yang menjadi bos besar di tempatnya bekerja saat ini.
Adnan putus asa, bahkan gajinya selama setahun pun tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang almarhum ayahnya.
"Mas!"
Spontan mereka yang berada di sana menoleh pada si pemilik suara yang terdengar sangat lembut.
Seorang gadis berjilbab hitam duduk di atas kursi roda menatap khawatir Adnan. Ia terus mendorong kursi rodanya mendekati Adnan.
"Mas, ada apa ini? Siapa orang-orang ini, Mas? Mas gak apa-apa?"
"Jangan ke sini Vya! Balik ke kamar kamu!" titah Adnan terlihat gelisah.
Ia tidak mau gadis itu mengetahui perihal hutang-hutang yang ayah mereka tinggalkan. Ia juga khawatir, Navya akan terlibat nantinya.
"Navya! Kamu gak denger Mas ngomong apa?! Balik ke kamar kamu! Jangan keluar sebelum Mas kembali!"
Gadis yang bernama Navya itu sedikit terkejut mendengar bentakan Adnan padanya untuk pertama kalinya.
"Tapi-"
"Sekarang Navya!"
Navya menatap nanar Adnan kemudian berbalik namun sebuah suara berat menyapa indera pendengarannya.
"Gadis itu siapa?"
Pergerakan Navya terhenti, dengan penasaran ia menoleh ke sumber suara. Seorang pria yang kira-kira seusia Adnan berdiri dengan angkuh menatap ke arahnya.
"Dia-"
"Kamu siapa?" tanya Navya bingung. Ia baru sadar jika ada pria yang sangat asing di rumahnya.
Pria itu menyeringai kecil. Sekilas ia melirik Adnan yang menatap Navya cemas. Sepertinya gadis ini adalah kelemahan Adnan.
Lantas pria itu mengode anak buahnya untuk mendekati Navya. "Bawa dia ke mobil!" perintahnya mutlak.
Salah seorang pria berbadan besar itu pun mendekati Navya lalu mendorong kursi roda Navya ke luar rumah.
"Eh! Kamu mau bawa saya ke mana?" Navya panik. Ia menatap Adnan meminta pertolongan.
"Tuan. Tolong jangan bawa adik saya. Dia gak perlu terlibat dalam hal ini! Saya mohon... Jangan bawa adik saya." Adnan memberontak ingin menyelamatkan adiknya namun tubuhnya dikunci oleh dua orang pengawal atasannya.
"Mas Adnan, tolong Vya. Vya gak mau ikut mereka."
Adnan semakin panik kala siluet Navya tidak lagi terlihat, juga suaranya yang mulai menjauh.
Ia menatap penuh harap pria di hadapannya. "Tuan, saya mohon lepasin adik saya. Jangan libatin Navya. Saya mohon jangan sakiti Navya."
"Adik kamu saya jadikan jaminan sampai kamu bisa melunasi hutang-hutang kamu. Dia aman selama kamu tidak macam-macam!"
"Ingat Adnan! Apapun bisa saya lakukan terhadap adik kamu kalau kamu berontak atau pun melakukan tindakan yang mengusik saya!" Pria itu berjongkok menepuk pundak Adnan, menatapnya sangat datar. "Nyawa adik kamu bergantung sama sikap kamu!"
Setelahnya pria itu bangkit lalu pergi diikuti anak buahnya.
Adnan mengepalkan tangannya menatap penuh benci punggung pria yang mulai menjauh itu.
"Dasar manusia gak punya hati! Gue gak akan tinggal diam kalau lo berani nyakitin Navya!" desisnya, namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah sendu. "Vya, maafin Mas. Mas janji akan bawa kamu balik ke rumah ini lagi," lirihnya dengan kepala tertunduk.
Holaaa!
Aku kembali dengan cerita baruu, hehehe
Gimana sama prolognya?
Spam next di sini kalau kalian penasaran sama part selanjutnya😁
Semoga kalian suka yaaa
Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You || On Going
RomanceFollow dulu sebelum dibaca, ya😊 *** Daffi memiliki prinsip yang tidak akan mengizinkan sembarang orang untuk menginjakkan kaki di mansionnya. Namun prinsip itu seolah terlupakan sebab pengusaha tampan tersebut justru membawa paksa seorang Navya mas...