Bab 32 : Cerita

254 20 0
                                    

Selamat membaca.

**********

Malam hari yang dingin, keduanya berjalan di trotoar, sesekali beberapa orang yang melewati mereka menatap kagum pada Andreas.

"Keren banget, padahal aku cuman iseng nuker 10 koin emas, tapi malah dapet 20 juta," ungkapnya dengan girang melompat-lompat kecil.

"Aku bahkan tidak menyangka itu akan menghasilkan uang." Andreas tersenyum menatap Maera begitu menggemaskan.

Maera menatap Andreas dengan senyuman manisnya, ia berujar, "kita harus beli baju untuk kamu yuk!"

"Ah itu tidak perlu--"

"Udah gak usah nolak, ayo kita jalan-jalan berdua."

"Baiklah, ayo kita jalan berdua," ujarnya dengan cepat ketika mendengar kata terakhir yang Maera ucapkan.

Maera menyimpan uang serta koinnya di dalam tas yang digendong oleh Andreas yang tidak ingin Maera membawa beban di pundaknya.

"Wah Ivory!" Maera berseru ketika melihat sebuah poster wajah penulis favoritnya tertera di sebuah papan promosi.

"Siapa dia?" tanya Andreas penasaran.

"Dia penulis novel kesukaan aku! Nah dia tuh buat cerita di web, aku sering baca cerita buatannya, terus novel terbaru yang dirilis banyak yang gak suka." Maera berceloteh membuat Andreas begitu senang mendengarnya.

"Kenapa tidak suka? Apa dia melakukan kesalahan?"

Maera menggelengkan kepalanya, "ngga, itu karena villain di cerita dia terlalu kuat sampe pemeran utamanya selalu kalah, tapi menurut aku ya bagus aja, karena secara kan villain tuh udah berusaha keras sampe punya kekuatan hebat, ya kali kalah lawan sama kroco yang pake embel pemeran utama."

Andreas terkekeh gemas mendengarnya lalu mengusak rambut Maera, "kau sangat adil ya."

"Harus! Kamu tahu gak? Kan karena kesel banget sama komentar jahat yang bilang villain terlalu kuat, aku langsung komen positif tentang villain itu dan alhasil mereka yang awalnya gak terima jadi paham kenapa villain harus kuat."

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"

"Authornya ngasih uang ke aku, katanya ini bentuk rasa terimakasih udah komentar positif."

Andreas tersenyum bangga mengusap kepala Maera, "kau memang selalu menarik."

Maera mendengar itu tersenyum senang, ia lalu menunjukkan layar ponsel yang tertera komentarnya telah di-like oleh ribuan orang.

Merasa asing akan bendara persegi panjang, Andreas mencoba membaca apa yang komentar itu tertera, "Siapa yang bilang Schumacher terlalu kuat? Aku akan mematahkan lehermu, supaya kamu tahu kuat itu seperti apa." Andreas tertawa ketika membaca kalimat akhir membawa Maera malu.

"Ahk j-jangan dilanjutin, aku malu." Ia segera menyembunyikan ponselnya dengan kedua bibir dipajukan.

"Aku tidak meledekmu, biarkan aku membacanya sampai selesai," ungkapnya mengusap lembut.

Usapan lembut dari Andreas membuat Maera lunak sehingga dirinya memperlihatkan lagi dengan wajah memerah malu.

"Ivory, aku mendukungmu, jangan merubah karakter antagonismu, aku menyukainya. Salam manis, Maera." Andreas tersenyum, "kau memang sangat manis."

"Jangan gombal terus!" Maera berjalan lebih dulu sembari mengipas wajahnya.

"Gombal? Apa artinya?" Andreas berlari kecil menghampiri Maera.

***

Sudah tujuh hari berlalu, Andreas telah menyelesaikan novelnya dengan cepat. Novel yang berjudul pemberontakan dengan tokoh utama bernama Cyra dan lelakinya Oliver.

Maera menggoyangkan kaki ketika sedang berbaring membaca novel yang Andreas buat. Sedikit kagum karena itu semua hasil tulisannya yang begitu rapih.

"Keren. Kamu buat satu cerita dalam seminggu, tangannya gak pegel?" Maera segera bangkit menarik tangan Andreas yang tiga kali lebih besar darinya.

"Pegel?"

"Maksud aku pegal."

"Aku terbiasa menulis banyak di dokumen," ungkapnya tersenyum senang melihat perbandingan tangan miliknya dengan Maera.

"Kalau gitu aku baca ya." Maera kembali berbaring membaca lembaran demi lembaran.

"Berapa lama kau bisa menyelesaikan bacaan itu?" Andreas masih setia duduk di samping Maera yang tengah berbaring nyaman di kasurnya. Yap, mereka berdua berada di kamar Andreas dengan pintu terbuka lebar.

"Karna sekarang aku pengangguran, jadi ya semaleman bisa selesai."

Andreas menatap ke arah jendela, langit terik dengan suasana berbeda. Tinggal sedikit lagi, jika sudah beres, dirinya akan menarik jiwa Althea yang berada di dalam tubuh Maera.

Mendengar celotehan dari Maera membuat Andreas terkekeh. Ia menatap si empu yang sedang memanyunkan bibir tanda kesal.

"Aku keluar dulu ya," pamit Andreas segera ditahan oleh Maera.

"Mau ke mana?"

Andreas terkejut lalu setelahnya ia tersenyum hangat, "aku hanya ingin menyirami tanamanmu saja."

"Ouh ya udah." Maera kembali berbaring dan melanjutkan bacaannya.

Andreas berjalan menuju taman belakang rumah Maera, menatap bunga-bunga yang tumbuh begitu indah. "Ini mirip dengannya," gumam Andreas menatap bunga berwarna kuning begitu indah.

"Kau pantas abadi," ungkapnya segera memberikan sihir pada bunga tersebut. "Suatu saat nanti kita akan bertemu lagi, aku harap kau tidak layu."

Andreas segera berdiri, mengambil selang dan menyirami beberapa bunga serta tanaman di sekitarnya. Aktivitasnya selama di dunia modern cukup beragam, tetapi ia lebih sering menghabiskan waktu menulis novel. Apalagi saat malam tiba ketika semua orang tertidur sedangkan dirinya tidak.

Mendengar panggilan Maera menyebut namanya membuat Andreas segera masuk ke dalam. Ia melihat Maera yang seperti anak kecil sedang mencari mamanya.

"Aku di sini."

Maera tersenyum tipis lalu bertanya, "ini kok Andreasnya ditulis ngeselin ya?"

"Apa menurutmu begitu?"

Maera kembali menatap bukunya yang berada di halaman tengah, "dia maksa Athena nikah …." Ucapan Maera terhenti ketika beberapa tetes darah mengalir dari hidungnya.

"Dongakkan kepalamu!" Andreas segera memegang kedua pipi Maera agar melihat ke atas. "Tunggu sebentar, biar aku ambilkan tisu."

Maera mengangguk, tidak begitu panik berbeda dengan Andreas yang khawatir. Dia kembali membawa tisu dan membantu Maera membersihkan darahnya.

"Apa kepalamu sakit?"

Athena menganggukkan kepalanya, tidak mengeluarkan suara membuat Andreas takut. "Pejamkan matamu." Ketika Maera telah memejamkan matanya, Andreas segera memberika sihir penyembuhan sehingga darah serta rasa sakit pada kepala Maera menghilang sepenuhnya.

"Jika saat kau membaca kembali terasa aneh, katakan padaku, mengerti?"

"Iyaa, aku ngerti. Aku mau lanjut baca lagi."

"Satu lagi, jika membaca novel itu, kau harus bersamaku."

"Kenapa?"

"Kau masih tanya setelah kejadian tadi?"

"Hehe, ya kali aja ada alasan lain."

"Tidak ada, aku hanya ingin kau aman bersamaku."

**********

Terimakasih telah membaca.

Am I the Reincarnation of a Goddess? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang