Happy Reading
Reigava
Tangan mungil Gava memeluk erat tubuh kokoh besar yang menggendongnya dalam kehangatan. Hidung mungil kecilnya yang memerah akibat menangis, Gava gesekan pada bahu lebar Gavin saudara kembarnya yang belum lama datang, karena kemauan Gava.
"Hiks, hugk... mau abang Avin," cicit Gava, membuat tangan Gavin bergerak untuk mengelus punggung Gava yang gemetar.
"Ini abang." Gavin bisa merasakan tubuh Gava yang hangat.
"Kenapa bisa, sakit?" tanya Gama abang ketiganya. Yang kebetulan tadi datang bersama Gavin.
"Dari kemaren adek belom makan yupi... makanya langsung sakit. Hiks, mau yupi!" lirih Gava namun masih bisa didengar oleh semua orang yang ada disitu.
Gama yang mendengar penuturan dari Gava hanya bisa memutar bola matanya. Tidak tau saja seberapa khawatirnya Gama saat Gavin ditelpon oleh bundanya, mengabari jika Gava sedang demam tinggi. Gama kira Gava mendapatkan kekerasan di keluarga bundanya dan berakhir sakit. Eh taunya sakit cuman perkara gak makan yupi.
Gak makan nasi mah wajar sakit. Lah ini perkara gak makan yupi aja sakit, otak Gava kali yang sakit!
Tangan Gavin merogoh saku celananya, dan mengeluarkan satu bungkus yupi berwarna oranye. Memberikannya pada Gava. Dan langsung diterima baik oleh Gava.
"Ini yupi rasa mangga? Makasih Abang." Dengan antusias Gava membuka plastik pembungkus yupi berbentuk mangga kecil-kecil. Meneliti terlebih dahulu yupi ditangannya, baru kemudian Gava makan.
"Enak, aaa... udah kangen banget makan yupi. Makasih Abang Gavin." Dengan perasaan gembira Gava memeluk Gavin. Walaupun kepalanya masih pusing tapi tidak menjadi masalah, karena masalah terbesar hidup Gava adalah tidak bisa makan yupi.
Setelah menghabiskan satu bungkus yupi, Gava tertidur di gendongan Gavin. Dengan hati-hati Gavin meletakkan Gava ditempat tidur. Menepuk-nepuk pantat kenyal Gava dengan pelan, saat merasakan Gava yang tak nyaman dalam tidurnya.
Setelah dirasa Gava sudah tertidur pulas, Gavin berniat untuk menyusul Gama, abang ketiganya yang sedang berkumpul dengan keluarga bundanya atau lebih tepatnya keluarga tirinya. Namun pintu kamar Gava terbuka. Menampilkan sosok dewasa berwajah dingin. Yang langsung berjalan kearah ranjang, menggendong Gava dan berniat pergi.
"Biarkan adikku tidur!" ucap Gavin tenang.
"Aku akan membawanya!" Orang yang datang adalah Rasen. Rasen berhenti namun tidak berbalik untuk melihat lawan bicaranya.
"Jangan menyakitinya!" ucap Gavin sekali lagi.
"Jangankan menyakitinya, melihatnya sakit saja, hatiku rasanya sakit." Setelah mengatakan itu, Rasen pergi membawa Gava ke kamarnya sendiri. Meninggalkan Gavin yang tersenyum tipis.
Walaupun ada rasa tidak rela saat adik kembarannya menjadi kesayangan dari orang lain selain keluarganya sendiri. Tapi ada rasa senang saat akhirnya Gava tidak lagi diperlakukan buruk oleh keluarga tirinya.
Selama ini Gava selalu diperlakukan buruk oleh keluarga dari bundanya. Hanya karena Gava yang dulu adalah Gava yang lemah dan sangat pendiam. Membuat keluarga tirinya membenci Gava dan menganggap Gava pecundang.
Tidak hanya sering diperlakukan dengan buruk, terkadang Gava juga mendapatkan kekerasan dari papah serta kedua saudara tirinya. Padahal Gava tidak pernah membuat masalah.
Tapi ya namanya manusia, jika sudah membenci manusia lain, hal sebaik apapun yang kita perbuat, akan tetap buruk dimatanya.
Akhirnya Gavin memilih untuk menyusul abang ketiganya Gama. Saat sudah sampai diruang tamu, ternyata Gama sedang adu mulut dengan abang tirinya Rano.
"Kamu gila, pasti adikku sakit karena mulut pedas abangmu itukan, pasti kamu juga menyiksa adikku!" Tuduh Gama pada Rano. Membuat Rano melotot tak terima dengan tuduhan Gama.
Jika dilihat dari umur, Gama adalah adik, dan Rano adalah abang. Karena Rano umurnya seperantara dengan abang keduanya Alex. Dan umur Rasen seperantara dengan abang pertamanya, Lexsy.
"Kamu tau, menuduh seseorang tanpa bukti. Bisa dikenakan pidana!" kesal Rano karena dituduh yang tidak-tidak oleh Gama.
"Aku tidak menuduh, buktinya adikku bisa sampai sakit seperti ini pasti karena dirimu. Hanya masalah yupi seharga lima ratus rupiah apa kalian tidak sanggup membelikannya, miskin!" balas Gama membuat Rano diam.
Sebenarnya Rano juga tau jika sendari kemarin adik kesayangannya Gava terus saja meminta yupi padanya. Namun Rano abay, karena takut Gava akan sakit gigi jika Gava memakan yupi. Tapi sepertinya pilihannya salah, seharusnya Rano membelikan saja Gava yupi, daripada Gava harus sampai demam begini hanya perkara tidak makan yupi.
"Besok lagi kalau semisal om sama kamu gak mampu buat beli yupi, bicaralah padaku ataupun seluruh keluargaku, mereka pasti akan langsung membelikannya!" sindir Gama telak, sedangkan Gavin hanya diam berdiri, menyaksikan drama peperangan antar monyet yang semakin seru.
Sampai saat ini yang mengakui keluarga bundanya hanyalah Gava. Untuk anak-anak bundanya yang lain,mereka sama sekali tidak pernah menganggap keluarga bundanya sebagai keluarga. Membuat Gama, Alex, Lexsy dan Gavin tentunya. Memanggil Gilga suami bundanya, hanya dengan sebutan om. Karena bagi mereka, ayah mereka hanya satu. Dan tidak bisa digantikan oleh siapapun.
"Tidak usah bangga, aku bahkan sanggup jika harus membeli pabrik yupi, untuk Gava. Kamu kira kami miskin, begitu?" sungut Rano dengan wajah kesal.
"Memang," balas Gama santai.
"Hais sudahlah... kenapa kalian tidak pernah akur satu sama lain, kalian ini saudara loh," tegur sang bunda melerai keduanya yang terus saja berdebat.
"Cih, tidak akan pernah sudi aku memiliki saudara sepertinya, macam cocot monyet seperti itu. Mau menjadi saudaraku, jangan mimpi!" Hina Gama pada Rano.
Mulut Rano membulat dengan kedua mulutnya yang ikut membulat sempurna. Cocot monyet katanya? Sungguh terlalu kau Gama!
Gavin segera menarik Gama untuk berdiri, lalu berpamitan pada sang bunda. Tak lupa juga berpamitan pada Rano dan papahnya Rano.
"Kami pulang!" Setelah mengatakan itu, Gavin dan Gama pergi meninggalkan Sania yang tengah memijit pelipis nya.
"Sampai kapan mereka akan seperti ini?" batin Sania.
_____**_____
Dilain ruangan, ada Rasen yang tengah memeluk kuat Gava dalam pelukannya. Mulutnya diam, akan tetapi otaknya berisik. Penuh dengan pikiran mengenai bocah mungil dalam pelukan hangatnya.
Rasa sakit dihatinya masih ada, saat teringat Gava yang menangi dan terus mencari keberadaan kembarannya. Rasen tau jika ikatan batin antara saudara kandung itu pasti lebih kental daripada ikatan dengan saudari tiri, yang sudah jelas tidak sedarah.
Tapi apakah boleh, jika Gava hanya merasakan batin dengan dirinya saja, jangan dengan saudaranya yang lain. Hanya Rasen seorang abang untuk Gava.
"Bisakah Ava hanya milik abang Rasen seorang? Bisakah jika Ava tinggil disisi abang selamanya. Bolehkah abang seegois ini, ingin memilikimu sebagai adik, abang seutuhnya?" tanya Rasen pada Gava yang masih tertidur dengan pulas.
"Maafkan perlakuan abang padamu dulu, sekarang abang sangat menyesal karena pernah berbuat jahat padamu-"
"Maaf..."
Plis kalau suka bantu vote
Plus komen ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Reigava (Tersedia Dalam Bentuk Pdf)
Teen FictionDIJUAL DALAM BENTUK PDF Transmigrasi dari novel Rayanza. "Lo siapa?" "Adek lupa sama abang?" "Dih, manggil adek, sksd banget lo!" Mahen tidak menyangka jika dirinya terbangun diatas closed dan masih dalam keadaan buang air besar. Dirinya syok saat...