34. Timbangan Adalah Musuh

306 48 10
                                    

"Parahsih..."

Entah untuk keberapa kalinya Booby dan Dino mengatakan ini saat semuanya sedang menyidang kasus pengkhianatan yang dilakukan oleh Malik dan Ochi.

"CUMA KARENA MANCING CHI? LIK?" ujar Johan tak percaya. Sementara kedua terdakwa ini hanya bisa tertunduk lemah. Mereka tidak menyangka bahwa perolehan suaranya akan seketat tadi. Kalau sudah begini kan susah mau berkelit lagi.

"maaf ya Bang Syahrez... gue sama bang Ochi kebawa emosi karena lu nggak mau jadiin mancing sebagai program di RT kita." Ucap Malik akhirnya buka suara meski tetap sambil tertunduk. Ia tidak berani menatap kedua mata Syahrez yang daritadi menatapnya dengan tatapan penuh kekecewaan.

Syahrez sebenarnya tak begitu ambil pusing dengan kekalahannya dari Pak Defri, ia bahkan terkejut dengan perolehan suara mereka yang sangat tipis sekali bedanya. Tapi yang membuat si Babeh kecewa adalah pengkhianatan kedua tim suksesnya ini. Masalahnya mereka berdua yang setiap hari membantu Syahrez dalam mengkampanyekan programnya.

"emang mancing lebih penting ya daripada 100 tahun persahabatan kita?" komentar Juna lebay.

Malik dan Ochi kompak mengangkat kepala mereka dan menatap Juna sinis, bisa-bisanya malah berusaha ngelawak.

"yaudah deh, Lik. Gue bisa ngomong apa lagi? Udah kejadian kan?" Syahrez lalu beranjak dari tempat duduknya. Ia menghela napas sejenak.

"selamat mancing tiap minggu ya. " tutup si Babeh dan berlalu begitu saja meninggalkan Aula. Gurat kekecewaan tak bisa ia sembunyikan dari wajahnya saat ini, siapa yang tidak kecewa kalau begini keadaannya?

Melihat kepergian Syahrez dari Aula semuanya hanya bisa menghela napas panjang. sama seperti si Babeh, mereka juga ikut kecewa dengan pengakuan dua timses pembelot ini.

"lo beneran nggak dapet duit kan?" tuduh Joshua curiga

Kepala Malik terangkat, "ya Allah Bang, nggak ada. Nggak ada yang begituan. Ini pure karena kita kebujuk soal program mancing itu..." sahutnya dengan tatapan mengiba.

"ya sebenarnya semua orang punya pilihan sih, Lik. Gue juga nggak bisa nyalahin pilihan lo juga karena ada hal yang lo suka di programnya pak Defri. Tapi kenapa harus tolol sih pake ngaku segala? Harusnya lu sama Ochi keep aja sendiri kalo lo berdua berkhianat" ujar Wisnu kesal melihat tingkah kedua temannya tersebut.

"gue nggak nyangka Bang suaranya bisa setipis itu bedanya. Makanya gue ngaku, beneran nggak enak sama Bang Syahrez"

"makan dah tu mancing tiap minggu. Lebih penting kan dari temen lo sendiri?" Johan terlihat masih begitu kesal dengan Malik dan Ochi. Dan keduanya juga tidak berniat untuk membela diri. mereka tahu apa yang sudah mereka lakukan itu menyakiti perasaan Syahrez.

"gue bakal dimaafin nggak ya Bang sama Bang Syahrez?" tanya Malik khawatir. Ia takut sekali jika musuh pertamanya di hidup ini adalah Syahrez. Salah satu orang yang paling ia hormati di dunia ini.

"kok baru mikir gitu sekarang? Tadi pas lo ngaku lo mikir nggak dia bakal marah? mikir nggak perasaannya gimana? lo taukan si Syahrez tipikal orang yang kalo marah nyerecos kayak emak-emak? Tapi tadi lo liat sendiri kan dia Cuma diem? Gue nggak tau lo masih bisa dimaafin apa enggak sama dia!" tukas Johan lalu ikut keluar dari tongkrongan ini. Karena emosinya masih bergejolak, ia memilih untuk pulang saja ke rumah.

Suasana di Aula kembali sepi, tidak ada yang berani buka suara lagi. Siapa sangka kejadian ini akan terjadi di komplek yang tak pernah berhenti bergejolak ini? huh.

****

"Han, kamu kalo nggak sanggup nggak usah ikutan. Nanti biar Syanin sama aku" ujar Soraya sedikit khawatir melihat kondisi tubuh Johan yang sudah begitu berkeringat meskipun baru berlari 1 putaran lapangan basket SMP Avery.

Komplek AkindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang