Epilog

72 18 3
                                    

Julian tersenyum bangga menatap deretan foto di dinding. Semua ini adalah hartanya.

Dari foto jaman dia masih SD, SMP, SMA. Foto saat dia lulus kuliah.

Foto pernikahan, foto bersama keluarganya, keluarga besar, maternity shoot, lalu foto-fotonya bersama si kecil Rafael yang kini melengkapi hidupnya bersama Lovely.

Hanya melihatnya di dinding saja Julian rasanya bisa melihat perjalanan hidupnya.

Dia mulai bersama Lovely saat berumur sepuluh tahun. Fotonya bersama Lovely ada saat mereka lulus SMA.

Tenang saja. Ada banyak foto lain di album foto kok. Yang ini hanya untuk pajangan saja.

Menatapnya beberapa menit sepulang dari kerja membuat Julian mendapatkan energinya kembali.

Nah, sekarang saatnya mencari istri dan anaknya.

Lima langkah dari rumah Julian tiba di rumah mertuanya yang juga rumah Lovely.

Di sinilah Julian pertama bertemu dengan Lovely. Tepat di depan rumah ini.

Julian sebenarnya menyimpan kekesalan saat pindah ke Jakarta. Dia harus menata ulang kamar dan buku-bukunya.

Itu menyebalkan.

Sebelum dia bertemu dengan Haikal dan juga Lovely.

Lovely dan Haikal adalah temannya yang berharga. Julian bahkan ingin sekali mengkui Lovely sebagai adiknya.

Iya sih adik. Adik orang yang dia cintai sampai segila ini.

"Julian Hestamma."

Julian ingat dia berkenalan dengan Lovely yang pemalu.

Padahal Julian sudah memberinya senyuman, tapi Lovely hanya menatapnya sebentar.

"Lovely Mirabela."

Lucu sekali, mereka berjabat tangan tapi Lovely masih saja menundukan wajahnya.

"Love?"

Lovely yang mengangguk dengan cepat lalu menatapnya dengan bingung.

Bukankah itu panggilan yang bagus?

Lovely... itu nama yang bagus. Dan Love adalah panggilan yang indah. Begitu menurut Julian.

Julian tidak tau kalau Lovely berdebar karena panggilan itu. Iya, dia udah tau kok dari Lovely.

Katanya Julian adalah orang pertama yang memanggil Lovely dengan Love. Dulu Julian tidak tau. Dia pikir memang panggilan Lovely adalah Love.

"Love..."

Dulu saat memanggil nama itu Julian berdebar karena merasa senang.

Waktu yang membuat debaran di jantungnya mulai semakin gila.

Sekarang bukannya berdebar lagi malah mau loncat saking deg-degannya dia setiap melihat Lovely.

Lovely yang menggendong anak mereka.

Julian juga tidak tau dia bisa mencintai seseorang sampai di titik ini.

"Waa papa udah pulang." ucap Lovely kepada Rafael. "Papanya Fayel udah pulang. Yeyyy."

"Tinggal nunggu papanya Hazel yaa," Gigi menimpali.

"Haikal belum balik ya?"

"Sebentar lagi katanya."

Julian mengangguk. "Mau gendong Fayel, boleh?"

Tentu saja boleh. Apalagi anaknya sadar banget kalau papanya udah balik. Ngelihatin Julian terus. Rafael tidak rewel digendongan Julian.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 12 hours ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LOVEIANWhere stories live. Discover now