Sakura merasakan seolah jantungnya bisa meledak kapan saja di tengah semua teror ini. Jiwon dan Kazuha yang ada di sampingnya pun merasakan hal yang sama. Mereka yang awalnya cukup asing karena baru bertemu beberapa jam lalu kini mendadak terlihat seperti saudari yang tak bisa dipisahkan. Tangan mereka saling menggenggam dengan erat, tak mau saling melepaskan.
Mereka masih bisa mendengar suara zombie yang mengerang sambil bergerak liar mencari mereka. Namun para zombie itu sudah menjauh dari tempat mereka sekarang bersembunyi di semak belukar.
Kulit mereka yang tidak tertutup oleh pakaian terasa perih dan gatal karena ditusuk ranting-ranting tajam semak. Ketiga gadis itu berusaha menahan diri untuk tidak menggaruk atau sekedar menyentuh kulit mereka yang sakit supaya tidak memancing zombie. Mereka bahkan menahan napas supaya tidak terlalu kencang meski dada mereka memberontak hebat.
Beberapa saat kemudian mereka mendengar zombie-zombie itu bergerak. Langkah kaki mereka yang menginjak dahan dan daun kering, mereka sedang bergerak untuk menjauh. Tak lama setelah itu mereka bertiga sudah tidak lagi mendengar suara zombie di sekitar mereka. Mereka tak tahu kenapa tetapi nampaknya para zombie itu seperti memilih untuk menyerah setelah tidak berhasil menemukan apapun.
Akhirnya Sakura, Jiwon, dan Kazuha bisa menghela napas lega meski rasa takut itu masih ada di dalam hati mereka. Sakura memutuskan untuk mengintip dari balik semak untuk memastikannya. Setelah itu dia kembali ke posisinya tadi dengan ekspresi lega.
"Mereka sudah pergi," kata Sakura diiringi helaan napas.
Kazuha dan Jiwon pun langsung merosot di tempat mereka, merasakan ketegangan dan ketakutan yang membekukan sejak tadi itu menguap.
"Kau yakin?" tanya Jiwon.
Sakura menggigit bibir, lalu menggeleng. Tentu saja dia tidak yakin. Tapi Jiwon dan Kazuha pun mengerti akan hal itu. Setidaknya sekarang keberadaan zombie di dekat mereka sudah berkurang.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Kazuha bertanya dengan raut panik.
Jiwon tidak tahu harus menjawab apa. Biasanya di saat seperti ini Yujin lah yang membuat keputusan tentang apa yang harus mereka lakukan. Tapi sekarang dia tak ada disini. Jiwon jadi merasa kehilangan arah.
"Aku... tidak tahu," kata Jiwon.
Sakura pun tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan cepat. Dia sama seperti mereka berdua yang tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Zombie-zombie itu pasti belum pergi dan masih terus mencari. Mereka tidak tahu apapun tentang hutan ini sehingga mencari tempat bersembunyi yang lebih baik hampir tidak mungkin kecuali mereka ingin tersesat.
Suara gemuruh petir di atas terdengar, membuat mereka tak punya pilihan selain pergi dari sini. Tapi, kemana mereka harus pergi?
Sakura, sebagai seseorang yang paling tua di antara mereka merasa kalau dialah yang harus melindungi Kazuha dan Jiwon. Dia harus memimpin mereka yang sekarang sedang ketakutan.
Sakura mengambil belati dari ranselnya. Semoga saja, dia bisa menggunakan belati ini dengan. baik.
"Kita harus mencari jalan tempat berlindung yang lebih baik," kata Sakura sambil menatap Jiwon dan Kazuha.
"Tapi... zombienya..." Kazuha menatap Sakura dengan bibir dan mata bergetar.
"Tidak apa-apa. Kalau kita tidak berisik dan terus hati-hati tidak akan ada yang terjadi." Sakura berusaha tersenyum, melawan perasaan yang sebenarnya supaya bisa menguatkan mereka.
Kazuha dan Jiwon tentu saja masih belum yakin. Tapi, rintik hujan yang mulai jatuh membuat mereka tidak punya pilihan.
Jadi, mereka pun bergerak mengikuti arahan Sakura. Sambil memegang belati dengan tangan yang bergetar, mereka meninggalkan semak belukar itu.
~~~
Di sisi lain Gaeul, Chaewon, dan Yunjin pun merasakan ketakutan yang sama seperti yang lain. Mereka sudah menutup pintu gua - yang untungnya kecil - dengan dedaunan untuk menutupi jejak. Walaupun mereka bertiga tidak tahu apakah cara itu akan berhasil tapi setidaknya mereka sudah berusaha.
Setelah itu, mereka meringkuk berdempetan di ujung terjauh gua. Hanya ada sedikit titik cahaya yang bisa masuk ke dalam dan tak banyak berpengaruh untuk menerangi kegelapan gua.
Mereka mendengar suara zombie di luar semakin berkurang. Ketiganya saling bertukar pandangan. Apakah para zombie itu sudah pergi?
Tetapi, Yunjin segera menggeleng untuk menjawab pertanyaan itu. Dia yakin para zombie itu belum pergi. Gaeul dan Chaewon yang juga merasa begitu pun diam.
Tapi pada akhirnya mereka merasakan kegelapan, suara hujan yang mulai turun di luar, dan ketidaktahuan ini sangat menyiksa.
"Sebaiknya kita periksa," kata Chaewon dengan berbisik sepelan mungkin. "Aku sudah tidak mendengar suara zombie di luar."
"Jangan, mungkin mereka masih menunggu kita," balas Gaeul.
"Tapi kita tidak bisa terus berada di sini!" Chaewon mendesis kesal.
Gaeul sebenarnya setuju dengan ucapan Chaewon. Tetapi resiko yang harus mereka hadapi terlalu berbahaya jika keluar.
"Aku setuju dengan Chaewon," Yunjin menyahut. "Kita bisa melakukannya dengan hati-hati. Hujan di luar pasti akan menyamarkan suara kita."
Gaeul berpikir selama beberapa saat. Pada akhirnya, ia harus setuju dengan mereka.
"Baiklah. Kita harus menyiapkan senjata untuk berjaga-jaga. Lebih baik gunakan senjata tajam supaya kita tidak menarik perhatian zombie-zombie itu."
Chaewon dan Yunjin mengangguk setuju. Setelah menyiapkan belati-belati mereka, ketiganya berjalan ke arah pintu gua.
Gaeul adalah yang pertama membuka tumpukan semak itu lalu mengintip keluar. Dia memberikan isyarat kalau di luar aman dan tak ada zombie terlihat. Jadi, mereka mulai berjalan keluar gua itu.
Namun, itu adalah keputusan yang salah. Sebuah tangan datang dari atas dan menggenggam erat leher Chaewon lalu menariknya dengan sekuat tenaga ke udara.
"Chaewon!" teriak Yunjin. Tapi teriakannya tak berarti apa-apa.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
(IVE) Rebirth In Apocalypse
FanficAhn Yujin kembali ke lima tahun setelah kematiannya yang menyakitkan. Pada saat itu, bencana zombie itu baru saja dimulai. Yujin tidak hanya kembali sendirian. Tapi dia juga kembali membawa sebuah kekuatan misterius yang membuat perubahan besar dal...