Setelah Alana memutuskan untuk menjaga jarak, Arga merasa dunianya sedikit berubah. Hari-harinya kembali ke rutinitas biasa di kantor, tetapi ada kekosongan yang tak bisa diabaikan. Alana, yang biasanya hadir dalam setiap percakapan dan momen-momen kecil di hari kerja mereka, kini jarang terlihat. Arga merasa terjebak dalam rasa rindu dan kekhawatiran, tetapi ia menghormati keputusan Alana
Selama minggu-minggu berikutnya, Alana semakin menarik diri. Ia lebih banyak bekerja sendiri, bahkan menghindari interaksi sosial dengan teman-teman kantor. Orang-orang mulai memperhatikan perubahan pada dirinya, tetapi tidak ada yang berani bertanya langsung. Gosip yang disebarkan oleh Chandra semakin meresahkan, menciptakan ketegangan di sekitar mereka
Arga, meskipun berat, berusaha untuk fokus pada pekerjaannya. Namun, pikirannya selalu kembali kepada Alana, memikirkan apakah ia baik-baik saja. Brian, yang biasanya menjadi tempat Arga berbagi cerita, mendukung keputusannya untuk memberi ruang bagi Alana
"Kadang, jarak adalah yang terbaik," kata Brian suatu hari sambil mereka merokok bersama
Namun, di balik keheningan itu, Arga tetap tidak bisa menahan rasa cemas. Setiap kali ia melihat Alana dari kejauhan, ada sesuatu yang tampak berbeda. Senyumnya tidak pernah terlihat, dan matanya sering tampak kosong. Arga mulai curiga bahwa mungkin Chandra masih terus mengganggu hidupnya, meski mereka telah putus. Tapi tanpa bukti, ia hanya bisa berspekulasi
Hingga suatu hari, Arga menerima kabar mengejutkan. Alana mengambil cuti mendadak dari kantor tanpa penjelasan. Tidak ada yang tahu kemana dia pergi, dan bahkan Brian terlihat khawatir. Ketiadaan Alana membuat Arga semakin gelisah. Ia merasa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar masalah pribadi antara Alana dan Chandra
Perasaan tak berdaya mulai menghantui Arga, tetapi ia tahu ia harus tetap tenang. Satu hal yang pasti, ia tidak akan menyerah begitu saja. Jika Alana benar-benar dalam masalah, Arga siap melakukan apa pun untuk membantunya, meskipun harus menunggu hingga Alana siap membuka diri kembali
Brian mulai menunjukkan kecemasannya ketika Alana tiba-tiba mengambil cuti tanpa penjelasan. Biasanya, Alana akan memberi tahu setidaknya dirinya, sahabat lamanya sejak kuliah, jika ada sesuatu yang penting atau mendesak. Namun kali ini, dia pergi tanpa kata.
Brian mendatangi meja Arga saat istirahat siang. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya, tanpa senyum jahil yang kerap menghiasi percakapan mereka.
"Alana nggak bilang apa-apa sama lo, kan?" tanya Brian dengan nada cemas.
Arga menggeleng. "Nggak. Gue juga nggak tahu dia cuti mendadak. Lo juga nggak tahu?"
"Dia biasanya cerita kalau ada masalah, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Tapi sekarang, nggak ada kabar sama sekali," jawab Brian sambil menarik napas panjang. "Gue khawatir, Arga. Ada yang nggak beres."
Arga bisa merasakan ketegangan yang sama. Selama ini, Alana selalu bersikap profesional dan bertanggung jawab, jadi tiba-tiba menghilang seperti ini bukanlah hal yang biasa. Dia kembali teringat gosip tentang Chandra dan segala masalah yang mungkin membayangi kehidupan pribadi Alana
"Menurut lo ini ada hubungannya sama Chandra?" Arga bertanya, mencoba mengumpulkan segala kemungkinan
Brian tampak berpikir sejenak. "Mungkin. Gue tahu mereka udah putus, tapi Chandra nggak pernah benar-benar lepas. Selalu ada cara dia buat mengganggu hidup Alana."
Arga merasakan detak jantungnya bertambah cepat. Pikirannya melayang ke semua kejadian terakhir—memar yang pernah dilihatnya, gosip yang menyebar, dan kini Alana yang hilang tanpa kabar. Mungkin Chandra kembali mencoba mendominasi hidup Alana dengan cara yang lebih buruk
"Kita harus cari tahu di mana dia sekarang," kata Arga akhirnya, tekad muncul dalam suaranya
Brian mengangguk. "Iya, gue setuju. Gue nggak akan tenang sampai tahu dia baik-baik aja."
Dengan kegelisahan yang sama, mereka berdua setuju untuk mulai mencari informasi, berharap menemukan petunjuk di mana Alana berada atau apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik kepergiannya yang tiba-tiba
Setelah seminggu cuti, Alana akhirnya kembali ke kantor. Penampilannya tak banyak berubah, kecuali satu hal yang langsung mencuri perhatian Arga dan Brian—syal yang melilit lehernya, sama seperti sebelum ia cuti. Arga yang sedang mengerjakan kasusnya di meja, diam-diam memperhatikan Alana saat ia berjalan masuk ke ruangannya. Langkah Alana tampak lebih hati-hati, dan senyumnya yang dulu ramah kini terasa pudar
Brian, yang juga melihat Alana kembali dengan syal itu, berjalan mendekati Arga. "Dia masih pakai syal itu," gumamnya dengan nada khawatir
Arga mengangguk pelan, matanya tetap tertuju pada Alana. Rasa gelisah yang sempat mereda selama seminggu kini kembali menyeruak. Dia tahu ada sesuatu yang masih salah, tetapi seperti biasa, Alana menutup diri dengan rapat, tidak membiarkan siapa pun mengetahui apa yang sebenarnya terjadi
Ketika waktu istirahat tiba, Arga memberanikan diri menghampiri meja Alana. "Hei, Alana," sapanya lembut, berusaha untuk tidak menunjukkan kekhawatirannya secara terang-terangan. "Gimana kabarnya? Sudah lebih baik?"
Alana menoleh, memberikan senyum tipis yang tidak sampai ke matanya. "Iya, sudah lebih baik. Terima kasih, Arga," jawabnya singkat, lalu melanjutkan pekerjaan seolah tak ada yang aneh
Namun, Arga tidak bisa berpaling begitu saja. "Kalau ada yang bisa aku bantu, kamu tahu aku selalu ada, kan?" tambahnya, mencoba menawarkan dukungan tanpa memaksa
Alana hanya mengangguk, mengalihkan pandangannya kembali ke layar komputernya, seperti tidak ingin melanjutkan percakapan. Arga merasa buntu, tidak tahu bagaimana lagi ia bisa mendekati Alana tanpa membuatnya merasa tertekan
Setelah kembali ke mejanya, Arga menatap Brian dari kejauhan. Brian, yang sepertinya juga tidak tahu harus berbuat apa, hanya mengangkat bahunya. Keduanya tahu bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan Alana, tapi hingga ia sendiri siap untuk berbicara, mereka hanya bisa menunggu—dan berharap ia akan baik-baik saja
Alana masih menjaga jarak dari Arga dan rekan-rekannya setelah kembali dari cuti. Ia tetap bersikap profesional, tetapi ada batas yang jelas ia ciptakan, seolah tidak ingin ada yang terlalu dekat. Bahkan dengan Brian, sahabat lamanya, Alana tidak banyak berbicara
Suatu hari, saat Arga dan Brian sedang merokok di smoking area, Brian memulai pembicaraan. "Gue dapet kabar kalau Alana pindah rumah waktu dia cuti kemarin."
Arga menoleh cepat, merasa terkejut. "Pindah rumah? Ke mana?"
Brian menghela napas pelan sambil menghembuskan asap rokoknya. "Nggak tahu pasti. Gue coba nanya, tapi dia bilang nggak penting. Padahal kita udah temenan lama, tapi dia masih merahasiain hal-hal kayak gitu."
Arga termenung. Alana pindah rumah tanpa memberitahukan siapa pun, bahkan Brian. Ini semakin memperjelas bahwa ada sesuatu yang besar sedang terjadi dalam hidupnya—sesuatu yang membuatnya merasa perlu melindungi dirinya lebih jauh lagi, bahkan dari orang-orang yang peduli padanya
"Lu pikir ini ada hubungannya sama Chandra?" tanya Arga akhirnya, memecah keheningan
Brian mengangguk, tampak serius. "Kayaknya iya. Gue nggak mau menduga-duga, tapi sejak mereka putus, Chandra terus-terusan ganggu dia. Apalagi gosip yang tersebar di kantor makin bikin dia nggak nyaman."
Arga merasa amarahnya mulai muncul. Chandra jelas masih menjadi bayangan gelap di hidup Alana, dan kini ia mulai paham mengapa Alana memilih menjaga jarak. Rasa frustrasinya semakin besar—ingin membantu, tapi tidak tahu bagaimana
"Gue nggak ngerti kenapa dia nggak cerita apa-apa. Gue cuma pengen dia aman," kata Arga pelan
Brian menepuk pundak Arga. "Gue juga, bro. Tapi Alana keras kepala. Dia bakal cerita kalau dia udah siap. Yang penting sekarang, kita tetap di sisinya, biar dia tahu dia nggak sendirian."
Meskipun percakapan itu tidak memberi banyak jawaban, Arga merasa tekadnya semakin kuat. Dia tidak akan membiarkan Chandra atau siapa pun terus menyakiti Alana. Meskipun Alana menjauh, ia akan tetap ada di sana untuknya—menunggu saat Alana siap membuka diri
KAMU SEDANG MEMBACA
Wijayakusuma
Любовные романыAlana menyimpan sisi gelap yang tersembunyi jauh di dalam dirinya, sebuah rahasia yang tak ingin dibagikan kepada siapapun, bahkan Arga. Setiap malam, saat lampu kamar padam dan kesunyian menyelimuti, kenangan pahit dari hubungannya dengan Chandra m...