Blooming

52 8 0
                                    

Setelah sidang yang cukup melelahkan, Arga, Brian, dan Alana akhirnya duduk di sebuah meja di kafe kecil yang mereka pilih. Suasana kafe itu hangat, dengan aroma kopi yang menyenangkan dan suara bising percakapan pelanggan lain di sekitar mereka

Saat menu makanan diantar, Arga memperhatikan Alana yang hanya memesan salad kecil, jauh lebih sedikit dibandingkan porsi yang biasanya dia makan. Alana terlihat sibuk mengaduk-aduk saladnya, sesekali menyuapkan sedikit ke mulutnya, tetapi ekspresinya tidak menunjukkan antusiasme

"Alana, kamu tidak mau mencoba pasta ini? Enak banget, lho," Arga mencoba mengajaknya.

Dia hanya menggelengkan kepala, senyum kecil menghiasi wajahnya, tetapi tidak ada gairah di balik senyumnya itu. "Terima kasih, tapi aku sudah kenyang," jawabnya pelan, matanya masih menatap saladnya.

Brian yang duduk di sebelahnya memperhatikan, lalu mencoba mengalihkan perhatian dengan cara bercanda. "Makan yang banyak Al, badan lo udah kecil gitu lama-lama gue kantongin loh" Dia tertawa, berharap bisa membuat Alana sedikit lebih nyaman

"Brian, jangan bilang begitu!" Arga ikut tertawa, tetapi dalam hati, ia tetap cemas. Alana terlihat lebih kurus dari sebelumnya, dan dia merasa khawatir

Alana akhirnya sedikit tersenyum, meski tampak paksa. "Aku hanya tidak punya selera makan, mungkin karena capek," katanya sambil melirik Arga

Arga merasa ada yang tidak beres. "Kamu harus menjaga kesehatanmu, Alana. Jika kamu tidak makan dengan baik, bagaimana kamu bisa bekerja dengan optimal?" Arga menyampaikan dengan nada perhatian

"Arga bener, lo gak usah khawatirin lagi soal apapun karena di sini kita jagain lo," Brian menambahkan, dengan nada yang lebih serius

Alana menatap mereka bergantian, dan untuk sejenak, Arga bisa melihat kerentanan di matanya. Namun, dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya, seolah menahan diri untuk tidak membagikan isi hatinya

"Terima kasih, guys. Aku akan berusaha lebih baik," katanya akhirnya, tetapi nada suaranya menunjukkan bahwa dia masih merasa terbebani. Arga dan Brian saling melirik, menyadari bahwa mungkin mereka perlu melakukan lebih dari sekadar makan siang untuk membantu Alana

Arga bertekad untuk terus mendukung Alana, berusaha mencari cara untuk membuatnya merasa lebih baik dan nyaman berbagi. Dia berharap makan siang ini bisa menjadi langkah pertama untuk membawa Alana keluar dari kegelapan yang menyelimutinya

Saat Alana memasuki kantor, Arga dan Brian masih berdiri di smoking area, rokok menyala di antara jari-jari mereka. Arga melihat Alana berjalan dengan langkah pelan, syal menutupi lehernya seperti biasanya. Hatinya bergetar melihatnya

"Brian," Arga memulai, menekankan suaranya agar Brian memperhatikan. "Kenapa Alana tadi makan sedikit sekali? Dia kelihatan... nggak bersemangat."

Brian menghela napas, tampak tahu arah pembicaraan ini. "Sebenarnya, itu sudah terjadi sejak dia berpacaran dengan Chandra. Dia sering bilang Chandra menyuruhnya untuk menjaga berat badan, terutama saat mereka masih bersama. Dan akhirnya, itu menjadi kebiasaan."

Arga mengerutkan dahi, merasa sebal mendengar itu. "Jadi, Chandra yang bikin dia seperti ini? Gila, toxic banget. Dia seharusnya bisa makan dengan baik tanpa tekanan dari siapapun."

"Iya, dan Alana itu orangnya sangat pendiam. Dia tidak mau membicarakan masalah ini dengan siapa pun, bahkan teman dekatnya. Jadi, kebiasaan itu terus berlanjut, dan sekarang dia kelihatan lebih kurus dari sebelumnya," Brian menjelaskan, wajahnya menunjukkan kepedihan

"Ini harus dihentikan. Kita perlu melakukan sesuatu untuk membantunya," Arga berkata dengan serius. "Dia harus tahu bahwa dia tidak sendiri dan ada orang yang peduli padanya."

WijayakusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang