Haunting

67 7 1
                                    

Arga duduk di depan Alana di apartemen mereka, suasana malam itu tenang. Dengan cahaya lembut dari lampu meja, ia meraih tangan Alana, merasakan ketegangan yang terbalut dengan kehangatan

"Alana," katanya, suara lembut namun tegas, "aku tahu perjalanan kita tidak selalu mudah. Kita telah melewati banyak hal bersama, dan aku sangat menghargai setiap momen yang kita bagi."

Alana menatap Arga dengan rasa ingin tahu dan sedikit cemas

"Ada apa, sayang?" tanyanya, suaranya bergetar sedikit

Arga menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk mengungkapkan perasaannya tanpa memberi tekanan. "Aku ingin kita berkomitmen satu sama lain, bukan hanya sebagai pasangan, tapi juga sebagai tim. Aku ingin selalu ada untukmu dan mendukungmu dalam setiap langkah yang kamu ambil."

Ia mengeluarkan cincin dari saku celananya, kotak kecil berwarna biru yang berkilau dalam cahaya. Alana terkejut, matanya melebar saat ia melihat cincin itu

 Alana terkejut, matanya melebar saat ia melihat cincin itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arga..."

"Dengarkan aku dulu," Arga melanjutkan, mengangkat cincin tersebut. "Ini bukan tentang memaksakan kamu untuk melangkah lebih cepat dari yang kamu inginkan. Ini hanya sebuah simbol, tanda bahwa aku siap untuk bersamamu, tidak peduli apa pun yang terjadi. Aku ingin kita bisa saling mendukung, melalui baik dan buruk."

"Aku... aku tidak tahu harus berkata apa," ujarnya, suaranya teredam oleh emosi

"Tidak perlu menjawab sekarang. Yang ingin aku katakan adalah, aku mencintaimu, Alana. Dan aku ingin kita melangkah bersama. Apa pun yang kamu pilih, aku akan menghormatinya. Yang penting adalah bagaimana kita bisa melakukannya bersama-sama," Arga berkata dengan tulus

Alana menatap cincin itu dengan penuh harapan dan keraguan, mengingat semua yang telah mereka lewati. Namun, dalam hatinya, dia merasakan sesuatu yang mendalam—rasa aman dan cinta yang tulus

"Aku mencintaimu juga, Arga. Ini... ini sangat berarti bagi aku."

Arga tersenyum, merasakan beban yang sedikit terangkat. "Jadi, maukah kamu menerima ini sebagai tanda komitmen kita?" tanyanya, harapannya bergetar di antara mereka

Dengan ragu, Alana mengangguk, menghapus air mata di pipinya. "Ya, aku mau. Tapi kita akan melakukan ini dengan langkah perlahan, bukan?"

"Pastinya," jawab Arga, hati dan jiwanya penuh kebahagiaan saat ia memasangkan cincin di jari manis Alana. "Ini adalah langkah pertama kita, dan aku berjanji akan selalu berada di sampingmu."

Setelah momen indah ketika Arga memberikan cincin, suasana di apartemen terasa hangat, tetapi Arga tak bisa mengabaikan keraguan di wajah Alana. Ia merasakan ada sesuatu yang membebani pikiran kekasihnya, seolah-olah Alana menyimpan rahasia yang tak bisa diungkapkan

Arga memandang dalam ke mata Alana, merasakan kegelisahan yang tidak diucapkan yang selalu tampak ada di balik senyumnya. Ia tahu, ada sesuatu yang disimpan oleh kekasihnya, sesuatu yang tidak ingin atau belum mampu diceritakannya. Tapi alih-alih mendesak, Arga memilih jalan lain. Ia memilih cinta dan pengertian.

"Tidak apa-apa, Alana," Arga berbisik, tangannya mengusap lembut pipi Alana. "Kapan pun kamu siap, aku akan mendengarkan. Tapi untuk sekarang, aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini untukmu."

Alana tidak menjawab. Air matanya menggenang, merasakan campuran rasa takut dan lega yang menyesakkan dada. Ia begitu terharu dengan kelembutan dan kesabaran Arga. Arga mendekat, bibirnya menyentuh bibir Alana dengan lembut, membawa kehangatan yang memecah ketegangan di antara mereka

Ciuman itu berkembang, dan Alana merasa semua ketakutan yang tadi merajai dirinya perlahan larut. Ia merasakan cinta Arga di setiap sentuhannya, bagaimana pria itu begitu tulus mencintainya meski semua kekurangan dan rasa sakit yang ia bawa. Alana pun menyambut ciuman itu, mengalihkan semua keraguannya dengan hasrat dan rasa cinta

Arga mengangkat Alana dengan lembut, membawa tubuhnya yang ringkih namun kuat ke arah kamar mereka. Dengan pelukan yang tidak terputus, mereka berdua jatuh di atas kasur, dan cinta mereka menyatu di dalam kehangatan yang begitu intim. Setiap sentuhan Arga adalah ungkapan cintanya, setiap tatapannya adalah jaminan bahwa ia tidak akan pergi ke mana pun

Malam itu, mereka berhubungan intim, tanpa ada kata-kata, hanya perasaan mendalam yang saling memahami. Alana merasakan seolah seluruh dirinya diterima oleh Arga, tanpa syarat, tanpa pertanyaan yang mendesak. Ia menatap wajah Arga, melihat kebahagiaan dan ketulusan di sana, dan untuk sesaat, semua masalah dan ketakutannya seolah-olah menghilang

Dalam pelukan Arga, Alana merasa aman. Ia tahu perjalanannya masih panjang, masih ada banyak luka yang harus sembuh, masih ada banyak ketakutan yang harus diatasi. Tapi malam ini, ia memilih untuk percaya, memilih untuk menerima cinta Arga dengan segala yang ia punya

Dan saat mereka berdua terlelap dalam pelukan, tak ada yang lebih penting dari rasa cinta dan pengertian di antara mereka. Arga berjanji dalam hatinya, bahwa apa pun yang terjadi, ia akan selalu berada di sisi Alana, menjadi sandaran dan kekuatan untuknya

***

Alana mendengar suara tangisan bayi. Semakin lama tangisan itu semakin keras. Dia beranjak bangun dan terkejut melihat Chandra berbaring di sampingnya dengan seringai mengerikan

"Kamu tidak ingat atas semua yang terjadi pada kita?"

Alana terbangun dengan terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Matanya membelalak, seolah mencoba menyingkirkan bayang-bayang mimpi buruk yang baru saja menjeratnya. Ia merasa seakan seluruh tubuhnya tak bisa bergerak, dilumpuhkan oleh rasa takut yang masih menguasainya

Arga yang tidur di sampingnya langsung tersadar ketika mendengar nafas Alana yang tersengal-sengal. Ia segera mendekat, tangannya menyentuh bahu Alana dengan lembut, berusaha menenangkan

"Hei... Alana, sayang, ini aku," suaranya lembut, penuh kasih

Alana menoleh, matanya masih terlihat berkabut dengan ketakutan. "Aku... aku bermimpi buruk," bisiknya dengan suara gemetar

Arga meraih tubuh Alana, menariknya ke dalam pelukannya. Ia memeluk erat, mencoba menyalurkan rasa aman melalui pelukan hangatnya. "Aku di sini, Alana. Itu hanya mimpi buruk. Kamu aman sekarang."

Alana menggigit bibirnya, air mata jatuh perlahan di pipinya. "Aku takut, Arga... aku masih takut," ungkapnya dalam suara yang hampir tak terdengar

Arga mengusap punggung Alana dengan lembut, bibirnya mengecup puncak kepala Alana. "Kamu tidak sendiri, Alana. Aku akan selalu ada untukmu. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi."

Alana menutup matanya, mencoba meresapi kata-kata Arga yang penuh janji itu. Tangisnya perlahan mereda, rasa hangat dari tubuh Arga membuat ketakutannya perlahan-lahan mencair. Dalam pelukan itu, Alana merasa ada seseorang yang bisa ia percayai, seseorang yang benar-benar akan melindunginya, apa pun yang terjadi

"Aku sayang kamu," Arga berbisik di telinganya, suaranya tulus dan tanpa keraguan. "Dan aku akan selalu di sini, selalu menjagamu."

Alana menarik nafas panjang, lalu mengangguk di pelukan Arga. Ia tahu ketakutan itu tidak akan hilang begitu saja, tapi ia merasa lebih kuat karena Arga ada di sampingnya. Ia memejamkan mata kembali, mencoba untuk kembali tidur, merasa aman dalam pelukan orang yang mencintainya tanpa syarat

Arga terus memeluk Alana hingga akhirnya ia bisa merasakan napas Alana menjadi lebih teratur. Ia tak melepaskan pelukannya, memastikan bahwa malam ini, Alana bisa merasa aman dan terlindungi. Dan akhirnya, dengan nafas yang kini lebih tenang, Alana kembali terlelap dalam tidur yang damai, bersama orang yang paling ia percaya

WijayakusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang