Something inside

47 3 2
                                    


Alana berjalan cepat keluar dari kantin, matanya memandang lurus ke depan sementara nafasnya mulai terasa berat. Ia berusaha menjauh sejauh mungkin dari suasana penuh ketegangan tadi, namun semakin ia melangkah, perasaan panik makin merayap, membuat dadanya semakin sesak. Langkahnya mulai goyah dan ia terpaksa bersandar ke dinding untuk mencoba menenangkan diri

Brian berlari menyusulnya, wajahnya penuh dengan rasa penyesalan. Ia menatap Alana dengan cemas. "Al, maaf... gue nggak bermaksud bikin lo seperti ini. Harusnya gue nggak emosi," kata Brian dengan nada penuh penyesalan, matanya menatap Alana yang masih berusaha mengatur nafasnya

Arga tak jauh di belakang, langsung mendekatkan diri pada Alana dan memegang bahunya dengan lembut. "Alana, lihat aku, sayang. Tarik napas perlahan, ya?" ucapnya sambil menatap wajah Alana, suaranya lembut dan menenangkan

Alana menggelengkan kepalanya, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku tidak suka... Aku tidak suka semua ini," suaranya bergetar

Arga mendekat, merangkulnya dengan hati-hati sambil mengusap punggungnya pelan. "Aku tahu, Alana. Aku mengerti. Tapi aku ada di sini. Aku tidak akan biarkan apapun terjadi padamu. Kita akan lalui semua ini bersama."

Brian hanya berdiri beberapa langkah di belakang mereka, masih dengan rasa bersalah menyelimuti wajahnya. Ia tahu Alana sudah terlalu lelah menghadapi semua tekanan ini, dan tindakannya tadi hanya membuat semuanya lebih buruk. "Sorry ya, Al. Gue janji nggak emosi lagi"

Arga tetap fokus pada Alana, membantu mengatur napasnya secara perlahan. "Dengar, sayang, tarik napas dalam, dan lepaskan perlahan. Fokus ke suaraku. Tidak ada yang lain, hanya suaraku," ucap Arga dengan lembut, berusaha memandu Alana untuk keluar dari serangan paniknya

Setelah beberapa menit, nafas Alana mulai lebih teratur. Ia mengangguk pelan, memejamkan matanya sejenak untuk mencari ketenangan. Arga tersenyum lembut dan menyeka air mata di pipi Alana. "Kita istirahat dulu, ya. Aku tidak mau kamu terlalu memaksakan diri."

Alana menghela napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang masih terasa kacau. Ia kemudian menatap Brian, matanya melembut. "Gue tahu lo pengen melindungi gue, Bri. Tapi caranya bukan begitu. Apalagi kita tahu Chandra orangnya suka mancing emosi"

Brian mengangguk pelan, terlihat lega meski masih ada rasa bersalah di matanya

Arga lalu memeluk Alana dengan erat sekali lagi, mencoba menyalurkan semua kehangatan dan rasa cintanya untuk memberikan rasa aman pada Alana. Ia kemudian berkata dengan penuh ketulusan, "Tenang, Al. Kita ada di sini buat kamu."

Setelah beberapa saat menenangkan diri, Alana akhirnya berhasil menguasai emosinya dan kembali stabil. Arga dan Brian memastikan bahwa dia benar-benar siap sebelum kembali ke kantor. Mereka bertiga berjalan kembali ke ruang kerja dengan langkah yang lebih pelan, memberikan Alana waktu untuk menenangkan pikirannya

Setibanya di kantor, Alana berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang menatap mereka dengan penasaran. Ia mengangguk dan mencoba mengabaikan perhatian yang datang padanya. Arga berjalan di sampingnya, memberikan dukungan yang terlihat jelas dari sikap protektifnya. Ia tidak ingin ada yang membuat Alana merasa tidak nyaman lagi

Alana kemudian duduk di mejanya, memandang tumpukan dokumen yang menunggunya. Ia mengambil napas panjang, berusaha membangkitkan semangatnya kembali. Arga memberi isyarat dengan pandangan, memastikan semuanya baik-baik saja. Alana tersenyum tipis dan mengangguk padanya

"Jika ada yang butuh bantuan, aku ada di ruangan sebelah," kata Arga pelan, dan Alana membalas dengan anggukan

Brian pun kembali ke ruangannya, sesekali menoleh ke arah Alana untuk memastikan kondisinya. Suasana kantor yang sempat tegang kini perlahan kembali normal

WijayakusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang