Setelah beberapa hari di rumah sakit, Alana akhirnya diperbolehkan pulang ke apartemennya. Arga mengantar Alana pulang, memastikan semuanya aman dan nyaman untuk Alana. Namun, sejak mereka kembali, sesuatu terasa berubah
Alana menjadi sangat pendiam, seolah jiwanya tertutup dari dunia luar. Ia lebih sering menghabiskan waktu di kamarnya, menatap ke luar jendela atau membaca buku, dengan pandangan yang seakan jauh dari kenyataan
Arga, yang selalu berada di sampingnya, merasakan jarak yang semakin jauh antara mereka. Ia mencoba untuk menghibur Alana, berbicara kepadanya dengan lembut, mencoba menceritakan hal-hal lucu yang ia lihat di kantor, tetapi Alana hanya merespons dengan senyum tipis atau anggukan pelan, tanpa benar-benar terlibat dalam percakapan. Rasa sakit dan trauma tampaknya telah membuat Alana kehilangan banyak hal—termasuk semangatnya
Saat malam hari, ketika Arga ingin mendekat dan memeluknya, Alana menolaknya dengan halus
"Aku... belum siap, Arga," katanya pelan, dengan nada suara yang lelah dan terluka
Matanya menatap Arga dengan permintaan maaf yang dalam, tetapi juga dengan ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan
Arga mengangguk, tersenyum lembut walaupun hatinya terasa perih. "Nggak apa-apa, sayang," jawabnya
Ia ingin memberi Alana ruang yang dibutuhkannya, meskipun itu berarti ia harus menahan keinginannya untuk mendekat dan memeluk kekasihnya. "Aku di sini... kapanpun kamu butuh aku."
Setiap malam, Arga duduk di sofa ruang tamu, terjaga hingga Alana akhirnya tertidur, memastikan bahwa Alana merasa aman. Kadang-kadang, ia mendengar Alana menangis dalam tidur, terisak-isak pelan, dan itu membuat hatinya semakin hancur. Namun Arga tidak pernah menyerah. Ia berusaha ada untuk Alana, tidak peduli seberapa sulit, seberapa jauhnya jarak yang harus mereka lewati. Ia mencintai Alana lebih dari apa pun, dan ia rela menunggu selama apa pun hingga Alana siap membuka hatinya lagi
***
Situasi di kantor terasa sangat tegang setelah berita tentang Alana menyebar. Semua orang membicarakan peristiwa tragis yang menimpa Alana, namun kebanyakan dari mereka hanya mengedarkan desas-desus tanpa benar-benar memahami apa yang terjadi. Brian dan Arga berusaha untuk tidak terpancing oleh omongan rekan-rekan mereka, meskipun rasa prihatin dan kemarahan menggelora di dalam hati mereka
Sementara itu, Arga lebih banyak terlibat dalam masalah internal yang berkaitan dengan penanganan kasus Chandra. Ia tak henti-hentinya mencari tahu perkembangan penyelidikan terhadap mantan rekannya itu, merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan demi Alana. Namun, rasa bersalah dan kemarahan terus mengganggu pikirannya
Arga dan Brian berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan mereka. Namun, tak jarang mereka mendengar bisikan-bisikan yang mencuat di antara rekan-rekan mereka. Kebanyakan dari obrolan itu hanyalah desas-desus, tetapi satu pernyataan dari seorang rekan kerja membuat Arga tak dapat menahan emosinya
"Alana seharusnya lebih berhati-hati. Perempuan sepertinya memang kadang-kadang ceroboh," kata salah satu rekan yang bernama Yudha, sambil tertawa kecil dengan teman-temannya
Mendengar kalimat itu, api kemarahan menyala di dalam dada Arga. Rasanya, seolah ada yang menginjak-injak harga diri Alana. Ia langsung berbalik dengan tatapan tajam, kemudian membanting tumpukan dokumennya dengan keras sambil menggebrak meja
"Berhenti bicara seolah kau tahu apa yang dia alami!" Arga menegur dengan nada tinggi, suaranya penuh tekanan. "Alana tidak pantas diperlakukan seperti ini, dan apapun yang terjadi, ini bukan salahnya! Kau seharusnya tahu lebih baik dari ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wijayakusuma
Любовные романыAlana menyimpan sisi gelap yang tersembunyi jauh di dalam dirinya, sebuah rahasia yang tak ingin dibagikan kepada siapapun, bahkan Arga. Setiap malam, saat lampu kamar padam dan kesunyian menyelimuti, kenangan pahit dari hubungannya dengan Chandra m...