Di ruang rapat yang didominasi oleh cahaya neon dingin, Alana duduk di salah satu sudut meja, memeriksa dokumen terkait kasus Nisa dengan penuh konsentrasi. Ruangan itu dipenuhi oleh beberapa rekan kerja, namun suasana terasa tegang. Tiba-tiba, pintu terbuka dan Chandra melangkah masuk dengan aura yang percaya diri dan sedikit menantang
"Saya dengar kamu sekarang menangani kasus yang... cukup rumit, Alana," ucap Chandra, suaranya penuh sindiran. Semua orang di ruangan menoleh ke arah mereka, merasakan ketegangan yang tiba-tiba muncul
Alana menegakkan punggungnya dan berusaha tetap tenang. "Ya, Chandra. Kebetulan kasus ini butuh pengacara perempuan untuk menanganinya," jawabnya, berusaha menunjukkan ketegasan meski ada rasa takut yang mengintai
Chandra tersenyum sinis, kemudian melangkah lebih dekat ke meja. "Dari semua pengacara perempuan di sini, kenapa harus kamu? Apa kamu yakin sudah siap?"
Beberapa rekan kerja mengalihkan pandangan mereka antara Alana dan Chandra, merasakan ketidaknyamanan di udara. Arga yang duduk di dekat Alana tidak bisa menahan diri. Ia berdiri dan menghadapi Chandra. "Kenapa kamu harus merendahkan Alana? Dia mampu kok menangani kasus ini."
Chandra melirik Arga dengan ekspresi menantang, tetapi kemudian berbalik lagi ke Alana. "Hanya mengingatkanmu, Alana. Kadang, kamu harus tahu batasanmu. Jangan terlalu berambisi. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga kehidupan orang lain."
Alana menahan napas, berusaha mengendalikan emosinya. "Aku tidak sedang berambisi, Chandra. Aku hanya ingin melakukan pekerjaan ini dengan baik dan membantu orang yang membutuhkan."
Chandra mengangkat alis, seolah menilai keteguhan hati Alana. "Semoga saja kamu tidak menghancurkan dirimu sendiri dalam prosesnya. Lagipula, kita tahu siapa yang akan bertanggung jawab jika semuanya berantakan."
Di dalam dirinya, Alana merasakan amarah membara, tetapi ia berusaha menjaga ketenangannya. "Saya menghargai pendapatmu, Chandra, tapi saya sudah bertekad untuk membantu Nisa. Tidak ada yang bisa menghentikanku."
Chandra tertawa sinis, mengangkat bahu seolah meremehkan. "Baiklah, kita lihat saja. Just remember, you can't always control everything."
Setelah itu, Chandra keluar dari ruang rapat dengan angkuh, meninggalkan ketegangan yang terasa membekas di udara. Alana menatap Arga, merasa campur aduk antara marah dan takut, tetapi yang paling penting, ia merasakan dukungan di sampingnya
"Jangan hiraukan dia, Al," kata Arga lembut. "Kamu punya kemampuan dan kekuatan untuk menjalani ini. Fokus pada Nisa dan kasusnya."
Alana mengangguk, berusaha untuk tidak membiarkan Chandra merusak tekadnya. "Terima kasih, Arga. Aku akan berusaha sebaik mungkin."
Ketika Alana duduk di mejanya, menatap tumpukan dokumen yang baru saja diterimanya dari Chandra, jantungnya mulai berdegup kencang. Bukti-bukti kekerasan yang dialami Nisa lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Foto-foto luka, laporan medis, dan keterangan dari saksi semuanya membuat perutnya terasa mual. Ia tahu betapa sulitnya bagi Nisa untuk mengungkapkan semua itu, dan kini semuanya tampak begitu nyata
KAMU SEDANG MEMBACA
Wijayakusuma
RomanceAlana menyimpan sisi gelap yang tersembunyi jauh di dalam dirinya, sebuah rahasia yang tak ingin dibagikan kepada siapapun, bahkan Arga. Setiap malam, saat lampu kamar padam dan kesunyian menyelimuti, kenangan pahit dari hubungannya dengan Chandra m...