Tarik Ulur

16 4 1
                                    


Setiap kali berada di dalam pesawat Semarang- Singapura.

Dengan maskapai yang sama, di kelas bisnis yang sama. Tidak bisa tidak, aku pasti mengingatnya. Perdebatan dengan Aruni saat pertama kali aku membawanya ke Singapura.

Gadis itu benar- benar membuat kesabaranku tipis.

Setelah aku kesulitan mencari keberadaan dirinya sepulang dari perjalanan Bisnis,... dia malah ingin membatalkan kesepakatan yang sudah ditanda tanganinya sendiri.

Entah apa lagi yang membuat dia berubah pikiran!

Informasi yang kudapat bocah lelaki itu bahkan sudah di Magelang.Kenyataan itu membuatku sangat lega. Pendidikan Akpol membuat lelaki itu tak akan bisa menemui Aruni. Artinya Aruni benar- benar sendirian.

Kulirik bangku disebelahku yang kosong.

Seolah masih ada dia disana.

Kupejamkan mataku, kurasakan dadaku berdenyut nyeri.

Belasan tahun dia telah pergi, namun ketika mengingatnya, hatiku masih saja sakit.

Begitu dalam ia melepaskan panah asmaranya padaku, hingga saat ini masih terasa anak panah yang tinggal di dadaku. Aruni terlalu tega, dia pergi begitu tiba- tiba tanpa sempat mengambilnya.

-----

"Kamu tega Mas, Aku tidak ingin kesepakatan itu!! Aku tak ingin kuliah!! Aku berubah pikiran!!" Desisnya marah, mata biru abunya menyala!

"Kamu yang tega!! Kamu sengaja melanggar kesepakatan!!" Balas ku marah.

Kubiarkan Lucy dan pengacaraku mendengar keributan itu, bahkan kami berada di kelas bisnis dan berada di ketinggian 30.000 kaki. Memaksakan Aruni untuk berada di dalam maksapai adalah kesulitan besar lainnya, aku butuh 4 orang yang menjaganya, memaksanya untuk ikut, memaksakan lenganku merangkulnya, untuk membuatnya diam dan tak meronta- ronta.

Jika bukan bersama diriku, petugas imigrasi mungkin mengira Aruni tengah diculik!

Berkali- kali petugas keamanan bandara melirik curiga, ketika mereka menangkap gelagat Aruni yang ingin melepaskan diri dari pelukanku.

"Batal mas, batal, kesepakatan itu aku batalkan!!!" Ujarnya meraung.

"Tidak, kamu sudah tanda tangan!! Tidak bisa dibatalkan!" Aku balas menggeram.

Semakin Aruni menolak, gejolak cemburu semakin besar menggulung dadaku. Aku yakin, bocah laki- laki itu yang membuatnya goyah dan ragu.

"Kita menikah besok! Semua sudah disiapkan, kamu tidak bisa seenaknya bilang batal!"

"Aku nggak ingin menikah sekarang! Aku masih 17! Lepas Mas, lepas, aku mau pulang!" Jeritnya. Sekuat tenaga dia menolak mendorong untuk keluar dari lenganku, semakin besar gairah yang dia sulut, dan aku heran dengan reakmsi kimia yang terjadi di dalam tubuhku. Aku sangat menginginkan Aruni.

"Tapi aku ingin, dan itu akan terjadi, kamu sendiri yang datang ke kantorku, dan kesepakatan sudah terjadi, sekarang kamu tinggal menjalaninya!"

Aruni mengisak, dia terdiam karena tangisan yang begitu pilu. Sekali ini aku menguatkan tekadku, meskipun dia tak ingin, aku yang sangat ingin, meskipun dia menolak, aku tak bisa dia tolak. Aruni sangat berharga bagi diriku,

"Ini bukan pernikahan impian! Jangan sekali- kali menginginkan yang indah- indah!" Lanjutnya dengan mendelik marah. Kurasakan sikutnya di pinggang, dia berharap ada jarak, tapi aku tak akan melepasnya.

Aku mendengus kesal!! Terlalu marah.

Saat berada di dalam maskapai kelas satu, dia duduk disebelahku, berkali- kali melirik ke pintu pesawat yang masih terbuka, aku menatapnya tajam, dia pasti berfikir akan melarika diri, aku menegakkan tubuh, dengan Rizal yang duduk paling dekat dengan pintu keluar, aku yakin Aruni mengurungkan niatnya.

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang