Only love can hurt like this

37 4 21
                                    

Tengah malam itu juga  aku memanggil security rumah , kedua security itu datang tergesa. Mereka terlihat takut menatap wajahku yang murka. Bisa- bisanya mereka tidak melapor istriku sudah pergi dua hari!!

"Kapan terakhir kalian melihat istriku ?" Tanyaku langsung.

"Dua malam yang lalu pak."

"Jam berapa dia keluar, ada mobil yang menjemputnya?"

Anton, security  yang lebih lama bekerja dirumahku, mencondongkan tubuhnya. " Saat malam itu Bapak keluar, nggak lama Ibu juga keluar dari rumah, Ibu duduk di beranda depan. Lama Pak , ibu duduk disana, lewat tengah malam, saya beranikan diri bilang supaya ibu masuk rumah."

Aku menahan nafas saat Anton bercerita.

"Ibu bilang nanti, mau nunggu Bapak sampai kembali."

Dadaku berdegup, kemarahanku sedikit surut.

"Lalu?"

" Jam 6 pagi saya ganti shift dengan Bambang , Pak. sewaktu Jam 6 ibu masih di beranda."

Ku bayangkan Aruni duduk sendirian di teras berjam- jam, menungguku pulang, sementara aku mabuk di sebuah Cafe, entahlah, aku jelas masih sangat marah padanya, tapi membayangkan dia juga tak tidur, tak bergeming dari duduknya membuat hatiku sedikit lunak.

Giliran Bambang bercerita, " Jam 6 pagi saya di Pos Pak, awalnya saya nggak tahu Ibu sudah duduk lama di luar. Nah, waktu saya di Pos, ibu minta dibukakan gerbang. Ibu bilang mau jalan -jalan keluar."

"Kamu nggak nanya kemana?" Tanyaku tak sabar.

"Ibu hanya bilang mau keluar sebentar."

"Ada mobil yang jemput?"

"Nggak Pak, ibu jalan terus sampai diujung blok. Maaf saya nggak ngikutin Ibu waktu itu."

Tentu kamu tidak bisa begitu,...aku lemas, rasanya tak bertenaga. " Kalian boleh pergi." Ucapku. Aku meninggalkan mereka lantas masuk ke rumah.

Aku menduga- duga kemana Aruni selama dua hari, tak banyak orang yang bisa ku tanya. Ponselnya mati, ratusan kali aku menghubunginya, mengirimkan pesan singkat, dari nada marah hingga memelas, memintanya pulang, atau memberitahu dimana dia, aku ingin menjemputnya pulang.

Gontai aku melangkah ke dalam kamar, mencari jejak ataupun mungkin pesan yang ditinggalkan Aruni untukku. Mataku menyapu isi kamar, Aruni membawa ranselnya, lantas aku bergerak ke Closet, sekali lagi memperhatikan detail yang bisa membawa petunjuk dimana Aruni berada. Baju- baju itu utuh,....tidak tampak Aruni membawa beberapa baju, dia pergi dengan sehelai baju di badan. Apa itu artinya Aruni kembali ke rumah Pak Sadikin?

Aku segera mengirim pesan ke Rizal untuk mengecek keberadaan Aruni di Ungaran, jika benar disana, aku tak peduli Pak Sadikin harus tahu aku adalah suaminya!

Aku lantas  memeriksa drawer milik Aruni, membuka lacinya satu persatu, dari bawah hingga ke atas, lantas beralih ke laci perhiasannya,...mataku  panas, dadaku sesak bukan kepalang, Aruni melepaskan bracelet yang biasa dia kenakan, giwang berliannya, dan aku tak bisa menahan air mata yang lolos, ketika aku juga menemukan cincin pernikahannya dia letakkan di kotak teratas, tanpa pesan, tanpa kata- kata.

Tubuhku limbung,...aku merosot terduduk di bawah drawer,...Aruni memilih melepas,..Aruni menyerah,...dia sudah memutuskan pergi,...

Dadaku sangat sakit, rasanya terdapat lubang besar yang dilesakkan ke tengah- tengah bagian tubuhku. Bodohnya, aku tetap meraih ponsel, lalu menekan nomornya lagi dan lagi,....tentu panggilan itu tak tersambung.

Aku bergerak menuju ruang kerja sekaligus perpustaakaan , ruangan yang sering digunakan Aruni selain kamar kami. Amarah membuatku tidak menyentuh ruangan ini selama dua hari, karena di ruangan ini, Aruni biasanya duduk di kursi kerjaku, membaca diktat- diktatnya, mengerjakan tugas- tugas, bahkan ruangan ini juga sering kami gunakan untuk bercinta. Tanganku bergerak menekan handel pintu,...Mataku menyapu setiap inchi dari ruangan itu,....

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang